Tidak kalah penting ialah sosialisasi bahwa pengampunan pajak bukanlah membentang karpet merah untuk koruptor dan pencucian uang. Sasaran pengampunan pajak ialah para pengusaha yang menyimpan uang di luar negÂeri, bukan pengemplang pajak.
Membawa kembali dana yang disimpan di luar negeri bisa juga dipandang sebagai benÂtuk cinta Indonesia. Bukankah selama ini merÂeka bertempat tinggal dan berusaha di negeri ini, tapi keuntungan mereka malah diparkir di negeri orang? Jangan biarkan untung di negeri orang, buntung untuk negeri ini.
Tugas kedua pemerintah yang tidak kalah penting ialah menyiapkan program terukur unÂtuk menampung dan menyalurkan dana yang masuk dari luar negeri. Jika tidak digunakan segera, tentu uang yang masuk itu menjadi mubazir. Dana-dana repatriasi hasil pengampuÂnan pajak, untuk jangka pendek misalnya, bisa dipakai di sektor keuangan seperti saham, reksa dana, obligasi negara, ataupun obligasi BUMN. Instrumen jangka panjang bisa berupa proyek-proyek infrastruktur atau investasi di sektor riil.
Pemerintah harus mampu memanfaatkan dana hasil pengampunan pajak untuk menggerÂakkan roda perekonomian, bukan untuk memÂperkaya para petugas pajak. Karena itu, jauh lebih elok lagi jika Presiden membentuk guÂgus tugas yang khusus mengawal pelaksanaan pengampunan pajak.
Dana segar yang mengalir deras dari luar negeri hanyalah ilusi jika pemerintah kalah di Mahkamah Konstitusi terkait dengan pengaÂjuan uji materi UU Pengampunan Pajak. Sambil melakukan sosialisi, pemerintah juga harus meÂnyiapkan diri untuk beperkara di Mahkamah Konstitusi sehingga tidak kalah.(*)