JAKARTA TODAY– Dua penga­men korban salah tangkap Polda Metro Jaya, Andro Suprianto, 21 tahun, dan Nurdin Prianto, 26 ta­hun, harus menanggung beban fisik dan psikis akibat kejadian salah tangkap. Lewat bantuan Lembaga Bantuan Hukum Jakar­ta, mereka pun mengajukan gu­gatan sebesar Rp 1 miliar kepada Polda atas kerugian materiil dan immateril yang mereka dapat. “Saya sekarang susah cari kerja. Dulu saya sempat ikut proyek kabel-kabel. Setelah bebas, mer­eka enggak mau terima saya lagi, padahal saya sudah diputus eng­ga bersalah,” kata Andro saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kemarin.

Bukan hanya itu, bisnis orang tua Andro pun bangkrut gara-gara penangkapan Andro pada 2013 lalu. Sebelumnya, us­aha milik Marni, 53 tahun, ibun­da Andro, bisa menghasilkan Rp 30 juta per bulan. Namun sejak anaknya masuk bui, penghasi­lannya menurun hingga Rp 10 juta. “Saya sekarang paling bisa menjahit saja, dulu ya masih bisa sambil jualan baju. Sekarang pal­ing jualan sehari dalam seming­gu, pas liburan saja,” kata Marni yang biasa berdagang di daerah Kalibata, Jakarta Selatan.

Penghasilan yang menurun itu pun harus banyak terpakai untuk keperluan Andro di tah­anan. Andro mengaku selama masa penahanan dia, uang makan dan inap di sel harus dibayarkan lewat kocek sendiri. Uang makan saja bisa Rp 50 ribu per hari, sedangkan uang untuk inap di sel mencapai Rp 100 ribu per hari.

BACA JUGA :  Penemuan Mayat Perempuan Telentang di Bantaran Sungai Cicatih Sukabumi

“Untuk uang makan saja, kami menghitung selama 8 bulan ia ditahan, total kerugian materil­nya mencapai Rp 12 juta,” kata Bunga Siagian, dari LBH Jakarta yang mendampingi korban.

Andro dan Nurdin diputus tidak bersalah oleh Mahkamah Agung (MA)pada 2014 lalu. Bahkan hingga saat ini, Andro dan Nurdin mengaku belum mendapatkan perawatan khusus bagi luka-luka yang mereka dapat selama pemeriksaan oleh polisi.

Andro contohnya, mengala­mi luka di bahu kanannya yang menyebabkan bagian tersebut agak tinggi sebelah. Ia pun tak jarang merasa sakit ketika batuk. Luka di bahunya, kata dia, di­dapat ketika pemeriksaan den­gan tim dari Subdirektorat Jatan­ras Polda Metro Jaya 2013.

“Di sini (sambil menunjuk bahu) saya ditendang. Lebih seringnya saya dipukuli di ba­gian badan,” kata Andro.

Andro mengaku alat kelaminnya pernah diseterum oleh polisi. Penyiksaan ini ter­jadi selama dua hari dua malam, hingga akhirnya Andro dan Nur­din dipaksa mengaku menjadi pelaku pembunuhan.

Usai lepas dari bui dan din­yatakan tak bersalah oleh Mah­kamah Agung, kehidupan Andro dan orang tuanya ikut berubah. “Korban dan keluarganya kerap dituduh tidak lurus, diremeh­kan, juga dihina,” kata Bunga.

BACA JUGA :  Kecelakaan Tunggal, Truk di Imogiri-Panggang Terbalik saat Menanjak

Dari seluruh kerugian ma­teril dan immateril yang dialami Andro dan Nurdin selama masa penahanan hingga usai penah­anan, LBH Jakarta menghitung total kerugian mencapai Rp 1,3 miliar. Saat ini kasus gugatan ini sudah memasuki masa per­sidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Andro Supriyanto dan Nur­din Priyanto, dua pengamen asal cipulir mengajukan gugatan sebesar Rp 1 miliar terhadap Polda Metro Jaya terkait dengan salah tangkap yang mereka ala­mi dalam kasus pembunuhan.

Mereka ditangkap Polda Metro Jaya pada 30 Juni 2013 terkait ditemukannya seorang pengamen bernama Dicky yang tewas di Cipulir, Jakarta Selatan. Hingga mereka din­yatakan tak bersalah dan be­bas, pembunuh Dicky masih belum ditangkap.

Soal ini, Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jen­deral Moechgiyarto mengatakan pihaknya menghormati proses hukum dalam kasus gugatan dua pengamen asal Cipulir yang mengaku menjadi korban salah tangkap. Kedua pengamen, Andro Supriyanto dan Nurdin Priyanto, meminta ganti rugi sebesar Rp 1 miliar kepada Polda Metro Jaya.(Yuska Apitya/dtk)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================