Kendala itu meliputi persoalan struktural, seperti masalah nomenklatur di sejumlah keÂmenterian hingga persoalan praktis, semisal pembebasan lahan dan minimnya investor. PerÂtumbuhan ekonomi 4,7%, bertambahnya jumÂlah pengangguran, serta merosotnya daya beli masyarakat semestinya cukup bagi pemerintah untuk menyelesaikan segala kendala penyeraÂpan anggaran itu.
Rakyat telanjur menjatuhkan pilihan dan menaruh kepercayaan penuh kepada pemerÂintah untuk mengatasinya demi kesejahteraan bersama. Bila pemerintah tak sanggup menyerÂap anggaran secara optimal, kembalikan saja sebagian untuk subsidi harga BBM. Anggaran itu pasti habis terserap, bahkan kurang, sehingÂga harus ditambah di akhir tahun.
Itu tentu sebuah pemikiran yang mundur. Namun, bukan tidak mungkin rakyat berpikiran seperti itu bila penyerapan anggaran dan belanÂja infrastruktur jalan di tempat. Rakyat tak henÂdak berlama-lama bernasib seperti orang yang sudah jatuh tertimpa tangga pula. Sudahlah subÂsidi BBM dicabut, daya beli mereka pun merosot akibat lambannya penyerapan anggaran.
Postur APBN saat ini sesungguhnya sehat di atas kertas. Namun, ia sekadar menjadi macan kertas bila penyerapannya rendah. Rakyat telah rela berkorban subsidi BBM dicabut untuk diaÂlihkan ke infrastruktur. Jangan sampai pemerÂintah menyia-nyiakan pengorbanan itu dengan penyerapan anggaran yang rendah.(*)