bikiniDEPOK TODAY-Pemilik merek makanan ringan Bihun Kekinian atau “Bikini”, Pertiwi Handayanti, terancam pidana penjara karena di­duga melanggar sejumlah peraturan pemerintah dan undang-undang mengenai pangan tanpa izin edar, pasal perlindungan konsumen, dan pasal pornografi.

“Melanggar Undang-Undang No­mor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yakni pangan tanpa izin edar,” kata Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Penny Kusumastuti Lukito dalam jumpa pers di gedung BPOM, Jakarta, kemarin.

Dalam pasal di undang-undang itu, menurut Penny, sanksi pidana yang mengancam tersangka adalah penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 4 miliar. Ka­sus mi Bikini dapat dijerat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 ten­tang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

Selain itu, menurut Penny, pelaku melanggar Peraturan Pemer­intah Nomor 69 Tahun 1999 ten­tang Label dan Iklan Pangan yang menjelaskan bahwa keterangan atau pernyataan tentang pangan dalam label harus benar dan tidak menye­satkan, baik mengenai tulisan, gam­bar, maupun bentuk lainnya.

Namun, kata Penny, BPOM tidak memiliki kewenangan memberikan sanksi pidana seperti yang diatur dalam UU. Sebab, ranah BPOM se­batas menjatuhkan sanksi adminis­tratif. “Tapi, kalau ini sudah dilim­pahkan ke kepolisian, aparat dapat mengejar dan mengaitkan ke UU Pornografi dan Pemalsuan.

Produk dengan kemasan ber­gambar tubuh wanita mengenakan bikini yang disertai tulisan “remas aku” tersebut diperjualbelikan se­cara online sejak Maret 2016. Hing­ga Juni 2016, Bikini telah diproduksi sebanyak 11 ribu bungkus dengan 22 reseller yang tersebar di berb­agai daerah.

Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota De­pok Ajun Komisaris Firdaus men­gatakan proses pembuatan cami­lan itu berdasarkan tugas makalah kuliah Pertiwi. Sebelum membuat makalah, Pertiwi dan empat te­mannya berkonsultasi dengan dosen pembimbing. “Berkonsultasi agar produk camilannya menarik dan diterima pasar kepada dosen pembimbingnya,” ujarnya.

BACA JUGA :  Kecelakaan Maut di Labuan Bajo NTT Tewaskan Remaja asal Rote Ndao usai Jatuh dari Motor

Pertiwi, menurut Firdaus, me­mang hanya menjalani perkuliahan singkat selama delapan bulan. Dia mengambil jurusan bisnis di salah satu universitas swasta di Bandung. “Kami akan panggil dosennya, yang juga memberikan saran kepada ma­hasiswanya dalam membuat produk itu,” tutur Firdaus.

Ia menuturkan polisi masih me­nyelidiki kelalaian Pertiwi yang ber­potensi melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Pangan, Perindustrian, Perdagangan, dan Penjualan Informasi dan Teknologi. “Kami juga telusuri konten porno­grafi karena ada gambar wanita ber­bikini pada kemasannya,” ucapnya.

Adapun pertiwi mengaku nekat memalsukan label halal, yang lazim­nya dikeluarkan Majelis Ulama In­donesia. Logo halal ditempel pada kemasan camilan Bikini lantaran banyak konsumen yang menan­yakan kehalalan produk yang di­produksi dan dipasarkan Pertiwi Handayanti, 19 tahun, itu.

“Bukan halal MUI karena banyak konsumen yang menanyakan keha­lalannya. Makanya saya memberi label halal, tapi bukan label halal yang dikeluarkan MUI,” kata Pertiwi dalam pernyataan tertulis, Sabtu, 6 Agustus 2016. Ia pun mengaku su­dah berniat mengajukan perizinan produknya.

Namun, karena merasa ada keti­daktahuan dalam mengurusnya, Pertiwi mengklaim belum sempat mendaftarkan Bikini ke Dinas Kese­hatan. “Untuk label halal yang ada di kemasan itu saya memasukkan logo halal biasa karena saya juga menge­tahui kalau pakai label MUI asli tidak boleh.”

BACA JUGA :  Kebakaran Hangsukan Kapal Wisata Sea Safari 7 di Perairan Labuan Bajo

Ia berani memberikan label halal memang karena menjamin produknya halal. Sebab, bahan bakunya hanya terdiri atas bihun beras, minyak goreng, dan bumbu penyedap. Namun Tiwi tetap me­minta maaf kepada masyarakat yang menilai camilan Bikini mengandung unsur pornografi.

Ia mengaku tidak mengetahui bahwa produknya memunculkan penolakan dan kehebohan publik. “Sekali lagi, dengan sejujurnya, saya tidak mengetahui bakal seperti ini karena saya pun tidak berpikiran sampai ke pornografi. Sebab, gam­bar tersebut merupakan bentuk ani­masi bukan gambar riil.”

Sementara itu, Menteri Pendidi­kan dan Kebudayaan Muhadjir Ef­fendy menyatakan tidak setuju pem­buat snack “Bikini” atau mi Bihun Kekinian (Bikini) dipidanakan kare­na produk makanan ringan tersebut berawal dari tugas kampus. “Kami hargai kreativitas dia. Saya tidak setuju kalau dipidanakan,” ujarnya setelah bertemu dengan Wakil Pres­iden Jusuf Kalla di Jakarta, Senin, 8 Agustus 2016. Pertiwi Handayanti, 19 tahun, sang pembuat Mi Bikini, adalah mahasiswi salah satu univer­sitas di Bandung.

Muhadjir menegaskan bahwa ti­dak ada yang salah dari segi kreativi­tas murid dalam produksi makanan ringan jenis bihun yang cara memak­annya diremas lebih dulu. “Gurulah yang seharusnya punya otoritas men­garahkan kreativitas murid. Mung­kin saja itu keteledoran guru yang banyak pekerjaan. Guru bisa dikenai sanksi pelanggaran etika, tapi murid­nya jangan dipasung,” ujar Muhad­jir, yang baru menjabat Mendikbud menggantikan Anies Baswedan.

Walau begitu, terkait dengan penarikan produk tersebut dari pasar, dia menyatakan setuju karena memang dapat menimbulkan kon­troversi di tengah masyarakat.

(Yuska Apitya/tmp)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================