Air yang ada disungai tadi akan masuk dan mengalir kelau­tan. Air akan penuh dilaut. Banjir lautan dan kemungkinan akan balik lagi kedaratan. Masyarakat sekitar sungai dan masyarakat yang jauh dari sungai disekitar kebun akan terimbas akibat ke­bun kita ini. Lantas apakah kita belum mau mengakui, kejam juga kita ini. Egois sekali kalau ada pula ilmuwan yang mau mer­ekomendasi terus menerus per­luasan kebun sawit. Berarti sama artinya mendukung banjir terus menerus.

Kekeringanpun terjadi pula, hujan yang turun tak masuk sam­pai kedalam tanah. Tanahnya ter­tutup dan mudah berlari menuju sungai. Saat musim kemarau, air tadi tidak ada sehingga tanah jadi kering. Daerah sekitarpun akan kekeringan. Meluas dae­rah kekeringan. Jika masalahnya demikian rumit. Apakah kita masih memilih untuk memperlu­asnya atau cukup hanya sampai disitu saja. Alasan sawit sebagai sumber ekonomi dapat kita bena­rkan. Seperti itu adanya namun perlu dipertimbangkan jangan hanya memperluas saja.

Efek bencana ekologisnya yang sulit diatasi. Disini pemerin­tah rela membuang-buang uang untuk menangani banjir karena kerusakan hutan dan sawit. Habis pula uang untuk mengendalikan kebakaran hutan karena perlua­san sawit baik masyarakat biasa dan perusahaan besar. Uang tadi lebih baik dipakai untuk pengem­bangan usaha lain yang lebih baik untuk masyarakat. Sayang uang­nya dibuang begitu saja untuk menangani bencana.

BACA JUGA :  APA ITU PATOLOGI ANATOMIK (PA)

Dengan analis tadi maka ma­kin banyak uang yang akan dike­luarkan oleh pemerintah untuk menangani bencana ekologis karena kerusakan hutan dan ke­bun. Terus makin banyak. Ada beberapa hal yang harus dilaku­kan. Pertama, setiap daerah ha­rus punya peta ruang ekosistem. Ruang ekosistem tadi harus di­petakan berapa luasan untuk hutan dan rumput. Berapa untuk kebun sawit, perumahan dan kota. Luasan ini harus seimbang. Disinilah letak apakah bijak atau tidak pemerintah daerah.

Mendukung atau tidak dae­rah untuk penanganan bencana ekologis sawit. Jika luasan sawit lebih luas dibandingkan dengan kawasan hijau maka bencana akan datang pada daerah itu. Kota daerah itu akan terancam panas, banjir, dan kekeringan. Bahkan hidupnya akan teran­cam oleh kedatangan hewan liar. Kedua, luasan sawit perlu dipertimbangkan dengan luasan tanaman lainnya. Di Rokan Hulu Riau misalnya, dulu orang-orang bertani huma (padi ladang). Kini sudah jarang dilakukan. Satu sisi kita butuh pangan.

BACA JUGA :  BERGERAK BERSAMA, MELANJUTKAN MERDEKA BELAJAR

Benih lokal padi akan teran­cam dari kepunahan. Baiknya pemerintah juga menggalakkan komoditas pangan pada daerah yang tadinya daerah pangan. Dengan sawit akan menyingkir­kan huma. Menyingkirkan huma artinya menghilangkan benih lokal padi. Kita selalu inginnya seperti itu. Pada daerah lainpun sama. Kita terlalu mengikuti tren pasar sehingga lupa dengan sum­berdaya genetik lain yang harus diselamatkan.

Ketiga, kementerian ling­kungan harus memantau iklim termasuk kadar oksigen pada daerah kelapa sawit, memnatau keadaan air warga sekitar, banjir dan kekeringan. Lakukan penu­kuran sampai dengan beberapa tahun kedepan sehingga dik­etahui seberapa rusak akibatnya terhadap ekologis. Dengan di­dapatkannya data tersebut maka kementerian lingkungan bisa memperbaiki keadaan ekologis. Tanpa harus meniadakan kebun sawit yang terlanjur sudah dita­nam. (*)

 

Halaman:
« ‹ 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================