Lebih lengkap HAMKA menu­lis, “ M Natsir berpendapat, Is­lam bukanlah semata-mata suatu agama, adalah suatu pandangan-hidup jang meliputi soal-soal politik, ekonomi, sosial dan kebu­dajaan. Baginja Islam itu adalah sumber dari segala perdjuangan atau revolusi itu sendiri, sumber dari penentangan setiap matjam pendjadjahan : eksploitasi ma­nusia atas manusia ; pemberan­tasan kebodohan, kedjahilan, pendewaan dan djuga sumber pembantrasan kemelaratan dan kemiskinan. Nasionalisme hany­alah langkah menuju persatuan manusia dibawah lindungan dan keridhaan ilahi. Islam tidak me­misahkan antara keagamaan dan kenegaraan. Sebab itu, Islam itu adalah primair”.

Lebih tegas dinyatakan Natsir bahwa Islam bukanlah sema­ta-mata agama “peribadatan” melainkan keseluruhan kaidah dalam muamalah dalam ma­syarakat menurut garis-garis yang ditetapkan oleh Islam itu sendiri. Untuk menjaga supaya aturan-aturan dan patokan itu dapat berlaku dan berjalan seb­agaimana mestinya, perlu dan ti­dak boleh tidak, harus ada suatu kekuatan dalam pergaulan hidup berupa kekuasaan dalam negara. untuk memperkuat pandangan­nya, Natsir mengutif sebuah had­ist riwayat Ibnu Katsir, “ Sesung­guhnya Allah memegang dengan kekuasaan penguasa, yang tidak dapat dipelihara dan dipegang oleh al Qur’an itu”.

Dalam pandangan Nat­sir, hukum-hukum yang tertera dalam al Qur’an tidak mungkin bisa terterapkan dengan sendirin­ya, dengan semata-mata al Qur’an diletakkan di atas lemari atau sekalipun dijunjung diatas ke­pala. Penegasan itu ia ungkapkan setelah menelaah ucapan Kemal Attaturk (1973 : 437) , “ Jangan marah, kita bukan melemparkan agama kita, kita cuma menyerah­kan agama ke tangan rakyat kem­bali, lepas dari urusan negara su­paya agama dapat jadi subur” .

Natsir sangat kecewa terha­dap penggambaran buruk yang dilakukan oleh para sejarawan Eropa terhadap Daulah Turki Ustmani. Sejarawan Eropa telah menulis dan menyebarkan ke­agungan kekhalifahan Islam dengan gambaran pemimpin Islam yang sangat buruk peran­gai dengan nada tulisan yang penuh kebencian yang dalam bahasa Natsir ditulis dengan nada vooroordeel (su udzdzan). Padahal Islam jelas mewajibkan memilih pemimpin yang beri­man, tunduk sepenuhnya kepa­da perintah Allah dan RasulNya (1973:439).

Jikapun ditemukan berbagai perilaku yang tidak mulia dari kalangan pemimpin Islam, maka yang harus dipisahkan bukanlah Islamnya dari negara. Natsir men­egaskan yang harus dipisahkan adalah kejahatannya, kemaksi­atannya, kesyirikannya, keraku­sannya, dan kesombongannya. Sebab perilaku-perilaku itulah yang telah menjadikan terpero­soknya kejayaan Islam di dunia dan keselamatan di akherat . Penting juga ditanamkan dalam dada penduduk negara satu fal­safah kehidupan yang luhur dan suci, satu ideologi yang meng­hidupkan semangat untuk ber­juang mencapai kejayaan dunia dan kemenangan akherat. Semua itu terkandung dalam satu susu­nan, satu stensel, satu kultur, satu ajaran, dan satu ideologi yang bernama…..Islam. (1973 : 440).

Dalam perspektif pandangan Natsir, maka Turki pasca kudeta masih harus menjalani dinamika politik panjang. Kaum kemalis yang tak rela Turki kembali me­nyatukan antara agama dan neg­ara akan terus berusaha meng­halangi. Meski Erdogan sendiri belum benar-benar nampak in­gin mengembalikan penyatuan antara agama dan negara. Na­mun setidaknya ini menjadi cermin bagi upaya perjuangan menegakkan ideologi Islam yang tidak akan sepi dari penentangan kaum liberal dan sekuler. Hal ini juga membuktikan bahwa jalan demokrasi bukanlah jalan un­tuk menerapkan ideologi Islam secara kaffah. Sebab bagi Natsir, demokrasi kebenaran mutlak se­bagaimana Islam itu sendiri.

Separo benar, lantaran itu : tidak benar !. Itulah kalimat ban­tahan Natsir terhadap tulisan Dr. I.J. Brugmans dalam buku­nya Geschiedenis van het Onder­wijs in net Indie yang dengan tajam mengkritik ajaran Islam namun tidak memiliki cukup pemahaman terhadap hakekat Islam itu sendiri. Padahal neg­ara adalah satu intergreerend deel dengan Islam yang jika diterapkan secara benar dan me­nyeluruh akan membawa kebai­kan bagi kehidupan dunia mau­pun kehidupan akherat kelak. Baik di Turki maupun di seluruh penjuru dunia. (*)

 

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================