BNiJAKARTA TODAY– PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) sebagai salah satu bank persepsi menargetkan dapat menampung dana repa­triasi sebesar Rp 75 triliun. Dari total tersebut, sebanyak Rp 20 triliun disumbang oleh anak usaha BNI. Direktur Treasury BNI Panji Irawan mengatakan, BNI mempunyai anak-anak usaha yang bisa menyiapkan instrumen untuk menarik dana tax amnesty seperti BNI Sekuritas yang bisa melakukan pembelian saham, obligasi, dan underwriting saham.

BNI Asset Management akan menjaring repatriasi dalam bentuk Reksa Dana, Reksa Dana Penyertaan Ter­batas (RDPT), dan DIRE. Anak usaha lainnya, seperti BNI Life dengan bancassurance, BNI Syariah melalui Dana Pihak Ketiga (DPK) Syariah. Panji mengklaim, saat ini BNI telah menampung banyak dana re­patriasi dan deklarasi pengam­punan pajak.

“Dananya sudah banyak yang masuk, baik bayar tebu­san ataupun repatriasi. Nasa­bahnya banyak, ada ratusan lebih. Mengenai angka saya tidak berani menyebutkan, karena pasalnya,” ujar Panji, kemarin. Menurut Panji, ma­suknya dana repatriasi ke per­bankan, akan menguatkan Dana Pihak Ketiga (DPK). Dam­paknya, likuiditas untuk dis­alurkan dalam bentuk kredit meningkat dan dapat menu­runkan suku bunga.

“Buat perbankan bagus karena diperkirakan DPK akan naik dan DPK ini merupakan raw material buat perbankan memberikan kredit,” katanya.

Dengan berbagai instru­men yang disiapkan, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk telah siap untuk menampung dana repatriasi dalam program pengampunan pajak hingga Rp 400 triliun. “Saya rasa bisa antara Rp 300 triliun sampai Rp 400 triliun. Kita juga telah menyiapkan alternatif investa­si,” ujar Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo.

Bank dengan aset terbe­sar ini memiliki berbagai anak usaha yang dapat menam­pung dana tersebut. Menu­rut Kartika, perseroan hanya akan menawarkan produk perbankan yang sudah ada, seperti deposito, trustee, dan lainnya. Namun, selain melalui bank persepsi, nantinya dana repatriasi juga bisa dialihkan melalui pasar modal melalui manajer investasi.

Untuk itu, perusahaan me­lalui anak perusahaan seperti Mandiri Sekuritas dan Man­diri Manajemen Investasi akan menawarkan produk seperti obligasi dan reksa dana. Dari total dana yang masuk, lanjut Kartika, sekitar 60 persen atau Rp 240 triliun akan masuk ke pasar modal. Sedangkan 30 hingga 40 persen sisanya adalah untuk mencapai per­tumbuhan kredit.

BACA JUGA :  Jadwal SIM Keliling Kabupaten Bogor, Kamis 2 Mei 2024

PT Bank Rakyat Indone­sia (Persero) Tbk (BRI) mem­perkirakan dana repatriasi yang akan masuk ke BRI dapat mencapai Rp 75 triliun. Direk­tur Utama BRI Asmawi Syam mengatakan, pihaknya telah menyiapkan berbagai instru­men keuangan untuk menam­pung dana repatriasi yang diperkirakan masuk sebesar Rp 50 triliun ke BRI. Kendati begitu, setelah melakukan so­sialiasi kepada nasabah priori­tas, perseroan optimistis dapat menampung lebih banyak lagi.

Asmawi menjelaskan, nai­knya proyeksi perseroan untuk menampung dana repatriasi karena melihat animo nasa­bah BRI Prioritas untuk men­dengarkan sosialiasi kebijakan pemerintah ini. Menurut As­mawi, sejauh ini tidak ada per­mintaan khusus dari nasabah BRI terkait instrumen untuk menampung dana repatriasi.

Meski begitu, deposito merupakan instrumen yang fleksibel karena dapat menem­patkan investasi di instrumen lain juga. Dengan berbagai instrumen investasi tersebut, perbankan pun tidak akan kelebihan likuiditas. Di samp­ing menawarkan produk-produk perbankan, BRI juga memberikan tawaran investasi di sektor riil, antara lain in­vestasi greenfield (investasi proyek baru) atau brownfield (proyek yang sudah ada).

Dengan masuknya dana repatriasi, menurut Asmawi, akan ada peningkatan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebe­sar sepuluh persen. Selain itu, suku bunga bank bisa ditekan. “Dengan adanya peningkatan likuiditas per­bankan, suku bunga bisa turun. Lalu, akan menam­bah DPK sebesar sepu­luh persen,” ujar Asmawi. Berbeda dengan ketiga bank pelat merah tersebut, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) yang juga termasuk dalam BUKU IV, mengaku tidak me­miliki target perolehan dana repatriasi yang dapat dit­ampung.

Presiden Direktur BCA Jah­ja Setiaatmadja menjelaskan, hal itu karena perseroan tidak memiliki pengalaman dalam menampung dana dari pen­gampunan pajak. BCA belum bisa menjabarkan secara pasti perkiraan angka dana yang dapat ditampung.

Sehingga, perseroan tidak berani memasang target ter­tentu sebagai bank persepsi. “Ini teritori yang kita belum punya pengalaman. Kita be­lum berani pasang target berapa besar dana repatriasi yang bisa masuk, apalagi ada pilihan dalam rupiah atau do­lar AS juga,” ujar Jahja. Selain itu, alasan BCA tidak mema­sang target karena dana terse­but diperkirakan masuk pada akhir tahun.

BACA JUGA :  Nobar Timnas Garuda Muda di Kabupaten Bogor, Rudy Susmanto: Doakan Skuad Besutan Shin Tae-yong Lawan Irak dan Raih Tiket Olimpiade Paris 2024

“Dana repatriasi kan boleh masuk sampai akhir tahun. Orang itu biasa menunggu sampai last minute, kita tidak tahu kalau nanti bisa saja akhir tahun dana masuk banyak. Dalam waktu singkat dana datang,” kata Jahja. Meskipun demikian, Jahja mengaku, BCA tetap mempersiapkan me­kanisme dalam menampung dana yang masuk dari program pengampunan pajak. BCA sudah menyiapkan rekening-rekening dengan kode khusus untuk menampung dana wajib pajak, atau nasabah yang ikut serta dalam program pengam­punan pajak.

Salah satu bank pelat merah yang termasuk bank BUKU III, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) telah menyiapkan sejumlah instrumen untuk menampung dana repatriasi yang masuk, meskipun belum secara resmi terdaftar sebagai bank per­sepsi. Direktur Utama BTN Maryono mengatakan, perse­roan telah melengkapi kriteria untuk mengajukan diri sebagai bank persepsi. Kriteria yang sedang dipersiapkan oleh BTN antara lain mengajukan izin untuk Rekening Dana Nasabah (RDN).

Maryono mengatakan, instrumen yang akan diter­bitkan untuk menyerap dana repatriasi salah satunya adalah EBA, dengan target penerbitan mencapai sebesar Rp 10 trili­un. Selain EBA, BTN juga me­nyiapkan berbagai instrumen investasi lain untuk menam­pung dana tax amnesty. Instru­men lain yang diharapkan bisa menampung dana repatriasi adalah KIK-EBA dan EBA-SP Rp 5 triliun dan obligasi yang diharapkan bisa mencapai Rp 10 triliun.

Adapun dana repatriasi yang dibidik BTN mencapai Rp 50 triliun dari kebijakan pen­gampunan pajak, yang akan difokuskan pada penyaturan ke sektor riil atau sesuai dengan core business BTN. Dana ini akan sangat membantu dalam menyukseskan program sejuta rumah yang dilakukan pemer­intah. Untuk penyaluran dana tax amnesty tersebut sudah disiapkan BTN secara matang.

Direktur Keuangan dan Treasuri BTN, Iman Nugroho Soeko, menambahkan, alasan BTN tak membentuk trustee dan bank kustodian karena bank lain telah membentuk layanan ini. Iman menyebut­kan, pihaknya telah menyiap­kan sistem teknologi informasi (TI) untuk pelaksanaan men­jadi bank administrasi.(Yuska Apitya/ktn)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================