AKHIR-AKHIR ini, pemerintah melalui kemendikbud dengan gencar meluncurkan sebuah gerakan literasi sekolah dalam upaya menumbuhkan budi pekerti siswa. Setiap siswa dalam program ini diwajibkan membaca buku 15 menit sebelum pembelajaran dimulai, kemudian dilanjutkan dengan menulis sebuah gagasan dan karya.
Oleh: NELI LANTIPAH
Guru Bahasa Indonesia SMP Negeri 1 Damaga Bogor
Tujuan dari gerakan literasi ini adalah agar siswa memiliki budaya membaca dan menulis. ProÂgram literasi ini sangat bagus, namun bagaimana kondisi di lapangan? Apakah siswa telah akrab dengan dunia literasi ini ?
Pada kenyataannya di laÂpangan, banyak guru yang mengalami hambatan ketika mempraktikkan budaya literasi dengan berbagai faktor penyeÂbabnya. Pertama adalah faktor internal dimana siswa selama ini belum banyak mengenal buÂdaya literasi dan belum terbiasa. Alhasil siswa lebih sering tidak membawa dan tidak membaca buku, meskipun telah ditugasÂkan. Hanya sebagian kecil yang melakukannya. Faktor kedua adalah lemahnya iklim literasi yang ada di lingkungan hidup siswa. Artinya di rumah atau di masyarakat belum terbentuk budaya literasi, sehingga tidak mampu menjadi daya ungkit bagi tradisi literasi siswa yang bersangkutan.
Ada pepatah mengatakan, jika menginginkan siswanya heÂbat, maka jadilah guru yang heÂbat. Dengan kata lain, jika menÂginginkan siswanya memiliki tradisi literasi, maka gurunya haÂrus terlebih dulu memiliki budaÂya literasi. Dengan kemampuan literasi guru yang baik, maka seorang guru akan memiliki enerÂgi dalam mendorong, mengarahÂkan, membimbing dan memotiÂvasi kepada siswanya agar biasa membaca, menulis dan meneliti.
Mengapa budaya literasi siswa harus dimulai dari guruÂnya. Karena seorang guru jika di depan harus memberikan keteÂladanan, di tengah memberdayÂakan dan jika di belakang menÂdorong siswanya untuk menjadi lebih baik. Pepatah ini dipopÂulerkan oleh Ki Hajar DewantÂara : Ing Ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.
Dengan demikian, guru haÂrus senantiasa membantu dan mendorong siswa untuk gemar membaca. Apapun hambatanÂnya, guru tidak boleh menyerah untuk mempraktikan gerakan literasi sekolah. Menurut panÂdangan Gleen Doman bahwa membaca adalah jantungnya pendidikan. Tanpa membaca pendidikan akan mati. MemÂbaca merupakan batu loncatan bagi keberhasilan di sekolah dan dalam kehidupan kelak dalam masyarakat.Tanpa kemampuan membaca yang layak, keberÂhasilan di sekolah lanjutan dan di perguruan tinggi adalah keÂhampaan.
Kalimat bijak yang diÂtulis oleh Gleen Doman di atas, tidak asing di telinga kita. Namun,kenyataannya masih banyak para siswa yang tidak gemar membaca. Sebenarnya seorang guru harus mampu memberi motivasi kepada para siswa untuk gemar membaca. Hanya saja perlu diakui bahwa guru pun belum sepenuhÂnya memiliki kebiasaan memÂbaca dengan benar. Jadi, akan mudah memberikan motivasi dengan ikhlas apabila guru pun gemar melakukan kebiasaan membaca. Maksudnya bukan hanya sekadar program dari pemerintah, tetapi lebih pada kesÂadaran bahwa gemar membaca dan menulis sangatlah penting.
Oleh karena itu,guru seyoÂgianya adalah orang-orang yang bertanggung jawab untuk menumbuhkan budaya literasi di lingkungannya. Selain guru, orang tua juga merupakan penggerak literasi paling pentÂing di rumah. Para orang tua wajib menjadi contoh bagi anak-anak dalam menumbuhkan keÂbiasaan membaca para anaknya di rumah. Bila guru dan orang tua sudah menjadi contoh yang baik bagi mereka, kiranya tidak akan sulit bagi mereka unÂtuk mencintai budaya membaca setiap saat.
Budaya literasi sebagaimana diungkapkan oleh Ahmad SasÂtra, dosen literasi UIKA Bogir semestinya harus seperti meÂnyantap makanan. Kita harus merasa lapar dan ingin segera melahapnya. Membaca dan menulis buku seyogianya selalu dirindukan, diingini, dicintai, selalu terbayang, dan tidak bisa terpisahkan. Untuk menjadi seorang pencinta membaca meÂmang perlu suatu upaya yang maksimal. Memang kemajuan teknologi tidak lepas dari salah satu sebab anak malas membaÂca. Anak lebih banyak meluangÂkan waktunya bermain game atau permainan sejenis. Apalagi munculnya permainan PokeÂmon Go yang akhir-akhir ini cuÂkup meresahkan masyarakat karena banyak mudaratnya.
Oleh karena itu, peranan guru dan orang tua sangatlah penting dalam menggerakan budaya literasi sekolah. KegÂiatan membaca di sekolah perlu dikuatkan dengan pembiasaan membaca di keluarga dan maÂsyarakat. Sehingga gerakan literÂasi sekolah dapat memperkuat gerakan penumbuhan budi peÂkerti sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri PendiÂdikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015. Salah satu kegÂiatan di dalam gerakan tersebut adalah kegiatan 15 menit membÂaca buku nonpelajaran sebelum waktu belajar dimulai.
Terdapat beberapa faktor penting dalam membudayakan literasi siswa seperti yang dikuÂtip dari tulisan Dwi Yusmiharsi diantaranya harus ada orang yang menggerakan literasi, wakÂtu yang disediakan untuk kegÂiatan membaca, ketersediaan buku-buku bacaan dan terwuÂjudnya program membaca.
Penggerak literasi adalah orang-orang yang bertanggung jawab untuk menumbuhkan budaya baca di lingkunganÂnya. Mereka adalah para kepala daerah, orang tua, guru, kepala sekolah, pustakawan, mahaÂsiswa, relawan dan yang lainnya. Setiap warga masyarakat perlu menjadi Penggerak Literasi.
Para pimpinan daeÂrah adalah penggerak litreasi paling penting di setiap wilayah kerjanya. Setiap provinsi /kota/ kabupaten harus memiliki proÂgram penumbuhan budaya baca yang terstruktur, sistematis, dan berkelanjutan. Orang tua adalah penggerak literasi palÂing penting di rumah. Orang tua harus menjadi model bagi anak –anak dalam menumbuhkan kebiasaan dan kecintaan anak dalam membaca di rumah.
Kepala Sekolah dan guru adalah penggerak literasi paling penting di sekolah. Sekolah haÂrus menjadi tempat paling pentÂing dalam menumbuhkan budaÂya baca siswa. Siswa yang tidak membaca merupakan tanggung jawab dari sekolah.
Rumah dan sekolah harus membuat alokasi khusus untuk membaca bagi siswa. Anak haÂrus dibiasakan membaca buku di waktu pagi (setelah sholat Subuh) atau di waktu petang (setelah sholat Isya). Siswa telah diberi alokasi waktu khusus unÂtuk membaca melalui PermenÂdikbud23/2015 selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai.
Peran perpustakaan sekolah atau rumah juga sangat pentÂing bagi tumbuhnya budaya literasi siswa. Pada dasarnya siswa harus selalu dikelilingi oleh buku bacaan yang menarik dan merangsang minat mereka untuk membaca. Menyediakan buku bacaan yang berlimpah di kelas adalah metode paling tepat untuk mendorong anak sehingga mau membaca tiap hari. Lingkungan kelas adalah ruangan yang paling nyaman (setelah kamar pribadi mereka di rumah). Sekolah dapat memÂbuat ruangan kelas sebagai temÂpat penumbuhan budi pekerti dan penumbuhan budaya baca siswa yang paling tepat. Buku-buku yang disediakan mestiÂnya adalah buku-buku inspiratif yang akan menumbuhkan menÂtal positif bagi siswa.
Seorang siswa yang memÂbaca di kelas akan mendorong siswa lain untuk melakukanhal yang sama. Dengan membaca buku yang sama siswa akan memiliki materi dan bahan perÂcakapan tentang apa yang telah dibacanya. Ini akan mendorong tumbuhnya kemampuan berÂpikir dan bercakap yang lebih cerdas, lebih luas dan lebih mendalam. Untuk mendekatÂkan peserta didik dengan sumÂber informasi, guru dapat menÂgagendakan kegiatan kunjungan ke perpustakaan kota/daerah.
Kegiatan semacam ini berÂmanfaat untuk menambah waÂwasan peserta didik tentang berbagai jenis buku bacaan yang tidak ada di koleksi perÂpustakaan sekolah. Mengenal dan menggunakan sumber-sumÂber informasi selain buku yang ada di perpustakaan. Mengenal tata tertib perpustakaan kota. Mengenal dan memanfaatkan peran pustakawan. Mengenal program-program yang dilakÂsanakan perpustakaan secara berkala. Melakukan peminjaÂman dengan menjadi anggota.
Selain mengadakan kunjungan ke perpustakaan, sekolah juga dapat melakukan kerja sama dengan perpustakaan dengan jalan mendatangkan mobil perÂpustakaan keliling secara berkala. Agenda seperti ini dapat memÂberikan kesan positif kepada peserta didik tentang semakin mudahnya meminjam buku. Dapat juga dengan memanfaatkan pameran buku yang sering diadaÂkan di kota atau di tempat lainnya. Apabila memungkinkan sekolah juga dapat mengadakan pameran buku pada saat-saat tertentu.
Kegiatan literasi di tahap pembelajaran yaitu dengan mengembangkan kemampuan memahami teks dan mengaitÂkannya dengan pengalaman pribadi sehingga terbentuk pribÂadi pembelajar sepanjang hayat. Adanya program baca yang mendorong keluarga,siswa dan masyarakat untuk terus memÂbaca sangatlah penting. Hal ini akan mendorong untuk terus meningkatkan minat dan kebiasaannya untuk membaca buku-buku bermutu. Program tersebut umpamanya membaÂcakan buku sebelum tidur, story telling, resensi buku, baca puisi, lomba-lomba, pelatihan memÂbaca dan menulis, penghargaan bagi pembaca terbanyak,dll.
Untuk mengembangkan litÂerasi di sekolah,dapat dengan menyelenggarakan perayaan hari-hari nasional.
Prinsip-prinsip kegiatan litÂerasi di tahap pengembangan yaitu buku yang dibaca adalah buku selain buku teks pelajaÂran. Kegiatan membaca buku di tahap ini dapat diikuti oleh tugas-tugas presentasi singkat, menulis sederhana, disesuaikan dengan jenjang dan kemamÂpuan peserta didik. Saatnya mengasah keterampilan membÂaca dan menulis. Ayo sukseskan gerakan literasi siswa. (*)
Bagi Halaman