BOGOR TODAY– Pembangunan desa di Kabupaten Bogor mulai berÂjalan dalam setahun belakangan. Banyaknya peran kaum intelektual hingga mengalirnya bantuan angÂgaran dari Pemerintah Pusat dan provinsi menjadi stimulan bagi kemandirian aparatur desa untuk memberdayakan potensi wilayah.
Pun demikian, masih banyak desa yang belum berkembang maksimal, misalnya banyaknya kasus keterbatasan infrastruktur hingga minimnya akses jalan untuk menÂdorong pembangunan. Luasnya wilayah Kabupaten Bogor yang terÂdiri dari 410 desa dan 16 kelurahan, tentunya tak bisa dimonitor secara manual atau hanya emngandalkan laporan dari para aparatur wilayah.
Untuk meningkatkan pembangunan Kabupaten Bogor mulai dengan basis data yang akurat mulai dari infstruktur, pemanfaatan lahan pertanian, menuntaskan seluruh wilayah memiliki listrik, menuntasÂkan daerah yang terisolir dan lainÂnya, Pemkab Bogor menggandeng Badan Informasi Geospasial (BIG). Kerjasama ini sudah berjalan selama hampir setahun terakhir.
Kepala BIG Bogor, Priyadi KarÂdono mengatakan, kerjasama ini dan semua bisa dipetakan secara detail sehingga pembangunan di Kabupaten Bogor bisa meningkat lebih baik. “Jika didukung dengan keakuratan data. Misalnya untuk infrastruktur jalan, dengan data BIG maka bisa diketahui dengan jelas mana jalan yang sudah beraspal dan mana yang belum atau rusak. BahÂkan kondisi seluruh wilayah KabuÂpaten Bogor bisa terpantau dengan baik,†katanya, kemarin.
Menurut Priyadi, jika kondisinya baik dan memungkinkan itu bisa memberikan manfaat positif seperti pengembangan jalur gas dan PDAM melalui pemetaan yang baik dan terÂperinci dengan skala 1: 5000.
“Ini sangat memudahkan PemkÂab Bogor dalam menjalankan tugas dan fungsinya untuk mengembangÂkan dan memajukan wilayahnya. Bahkan bisa terakses dengan keÂmenterian sehingga dapat memperÂcepat proses pembangunan. Bahkan kami siap memetakan warga miskin yang ada di Kabupaten Bogor denÂgan detail lengkap dengan nama KeÂpala Kelurga (KK), dan alamatnya,†kata dia.
“Untuk lahan pertanian juga akan dipetakan sehingga tidak ada data yang salah, dan sangat bermanÂfaat untuk meningkatkan ketahÂananpangan,†ujar Priyadi.
Terpisah, Bupati Bogor, NurhayÂanti menegaskan jika, kerjasama yang telah dijalin dengan BIG meÂmiliki urgensi tinggi, terutama dalam pemantauan perkembangan pembangunan. Juga untuk menduÂkung updating kegiatan salah saÂtunya pemanfaatan lahan pertanian berkelanjutan didukung dengan baÂsis data yang akurat.
“Seperti ini lah langkah yang harus terus dilakukan tentunya unÂtuk mewujudkan Kabupaten Bogor menjadi kabupaten termaju di IndoÂnesia,†tegasnya.
Nurhayanti berharap kerjasama dengan BIG ini mampu menyulap daerah yang terisolir, semua wilayah terang benderang dan kondisi jarinÂgan listriknya bisa terpantau dengan baik melalui pemetaan yang dilakuÂkan BIG.
Di sisi lain, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi juga telah melakuÂkan pemetaan di 5.000 desa tertingÂgal dan mempercepat pemetaan 2.000 desa mandiri.
Sejak Februari lalu, Badan InÂformasi Geospasial (BIG) mengopÂtimalkan kerjasama dengan meÂluncurkan peta desa dalam 3 versi. Peta tersebut dimaksudkan sebagai bagian dari upaya mempercepat pembangunan desa dan kawasan perdesaan.
“Jumlah desa dan kelurahan di Indonesia mencapai ribuan. Ini menjadi tantangan dalam perencaÂnaan pembangunan desa,†kata KeÂpala BIG, Priyadi Kardono.
Adapun 3 peta desa tersebut meliputi Peta Citra, Peta Sarana dan Prasarana serta Peta Penutup Lahan dan Penggunaan Lahan. KetersediÂaan peta desa ini diharapkan dapat menjadi landasan untuk memperÂcepat pembangunan desa di indoÂnesia
Data Kementerian Dalam NegÂeri mencatat jumlah desa mencapai 74.093 dan kelurahan mencapai 8.412. Kondisi masing-masing desa/ kelurahan tersebut sangat beragam, baik dari segi tipologi, kondisi sumÂberdaya manusia hingga kesiapan aparatur dan lainnya.
Diakui Priyadi saat ini kegiatan sosial ekonomi masyarakat desa masih terbatas dan pengelolaan sumber daya alam masih kurang opÂtimal. Karena itu dibutuhkan peta untuk mengoptimalkan kegiatan pembangunan didesa.
“Perencanaan pembangunan desa dengan potensi sektor pertaÂnian tentu berbeda dengan desa yang memiliki potensi pariwisata,†tambahnya.
Menurutnya salah satu tantanÂgan pembangunan nasional berÂbasis desa dan daerah pinggiran antara lain ketersediaan data dan informasi geospasial yang memadai, baik cakupan ketersediaan maupun tingkat kedetilan yang masih sangat terbatas.
Informasi geospasial yang dibuÂtuhkan adalah informasi geospasial skala besar yang disajikan pada peta yang dapat menampilkan kondisi desa dengan baik. “Kami menjemÂbatani kebutuhan pemetaan dengan dengan menggunakan citra penginÂderaan jauh resolusi sangat tinggi untuk membuat peta citra desa seÂbagai dasar pemetaan tematik dasar wilayah,†tukasnya.
Dalam rangka mendorong perÂcepatan kebijakan satu peta (one map policy), BIG juga merangkul beberapa universitas, salah satunya Institut Pertanian Bogor (IPB).
“BIG menyebarluaskan data inÂformasi geospasial agar kabupaten tidak menggunakan data asal-asalan untuk perencanaanya,†kata dia.
Priyadi menegaskan, semua peta tata ruang harus dikonsultaÂsikan dengan BIG. Namun sumber daya manusia (SDM) di daerah terÂbatas padahal daerah punya kewaÂjiban membuat peta tematik skala 1: 50.000.
Di sisi lain, BIG pun harus menÂdorong sinkronisasi informasi geoÂspasial tematik (IGT) berupa 85 tema peta tematik bisa rampung hingga 2019. Di tahun 2016, ditargetÂkan 17 peta tematik yang mengacu pada peta rupa bumi Indonesia (RBI) skala 1: 50.000 akan diramÂpungkan.
Wilayah Kalimantan menjadi salah satu wilayah yang diprioritasÂkan pemetaannya. Di samping itu, tahun 2016, BIG juga berkonsentrasi untuk pemetaan desa. “BIG memÂbantu membina data spasial dan simpul jaringan pengelolaan data,†ujarnya.
Priyadi menjelaska,n peta desa merupakan peta tematik dasar yang terbagi menjadi peta citra, inÂfrastruktur dan tutupan lahan. BIG misalnya membuatkan peta-peta tersebut dan desa melalui sistem informasi desa berkewajiban untuk mengisinya.
Kejelasan peta batas desa, berarÂti pula kejelasan peta kelurahan, keÂcamatan, kabupaten hingga provinÂsi. Potensi konflik dapat dicegah dengan adanya data spasial yang bisa pula diintegrasikan dengan data statistik yang dimiliki Badan Pusat Statistik.
Sementara itu untuk kerja sama dengan universitas, terkait pengemÂbangan SDM yang sangat dibutuhÂkan untuk bidang pemetaan dan geospasial.
Priyadi menambahkan SDM di bidang geospasial sangat minim. Untuk mendukung pemetaan skala 1:50.000 tahun 2016, BIG membuÂtuhkan 1200 orang tenaga pemetaan. “Kita telah memiliki program pada Pusat Pengembangan Infrastruktur Data Spasial untuk mencetak tenaga pemetaan dengan 13 universitas,†tandasnya.(Yuska Apitya)
Bagi Halaman