Oleh: Bahagia, SP., MSc. Sedang S3 Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB dan Dosen tetap Universitas Ibn Khaldun Bogor

Hujan tidak akan jadi musibah. Banjirpun tidak akan terjadi. Kekeringanpun tidak akan terjadi. Air hujan yang turun sudah punya takaran untuk masing-masing bagian yang hidup dan yang mati dibumi. Adapun kalau muncul bencana karen keadaan tidak lagi seimbang.

Sebagian air hujan masuk ke sungai. Sebagian terserap tumbuhan. Sebagian masuk ke rawa dan sebagian lagi masuk kedalam tanah. Saat bagian tadi tidak berfungsi maka terjadi ketidakseimbangan ekologis. Air hujan berlimpah namun sulit untuk masuk ke tanah. Sungai yang tidak sesuai dengan daya tampungnya menyebabkan air sungai tumpah. Hal itu terjadi karena daya tampung sungai yang makin menurun.

Air dari dataran pegunungan tidak dikurangi sama sekali untuk masuk kepada bagian-bagian tadi. Akhirnya sedikit air yang bisa tersimpan. Air berlimpah ke sungai karena kawasan pegunungan tidak berfungsi sebagai kawasan resapan air. Terjadi pembalakan hutan pada kawasan hulu. Setiap satu pohon yang hilang berkontribusi buruk untuk menurunkan kemampuan lahan dalam menyerap air. Tanahpun semakin gersang karena terjadi hanyutan tanah lapisan atas untuk masuk ke sungai.

Tanah yang masuk ke sungai membuat sungai makin dangkal. Air tetap tidak berkurang jumlahnya. Kalau daya tampung sungai masih optimal maka air hujan masih bisa ditampung. Kawasan perumahan disekitar sungai juga makin padat sehingga turut membuat kemampuan sungai makin berkurang. Apalagi kalau penduduknya membuang sampah tidak pada tempatnya. Keberadaan penduduk sepanjang sungai akan menurunkan kemampuan tanah untuk menyerap air.

Air langsung jatuh ke sungai karena lahan tertutup bangunan. Selain itu, intensitas banjir semakin tinggi pada sentra-sentra pangan tanah air.  Dengan begitu, sentra pangan seperti propinsi Jawa Barat sangat rawan bencana banjir. Selagi pupuk belum bisa pakai organik maka kita akan terkena bencana banjir. Makin lama kesuburan tanah makin menurun maka penggunaan pupuk pabrikan juga meningkat.

Meningkat juga intensitas banjir pada sentra pangan. Aktivitas pertanian yang tidak pakai pupuk organik akan memadatkan tanah. Tentu banjir makin parah sesuai dengan kerusakan lingkungan daerah sekitar. Ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk mengatasi bencana ari. Pertama, pendidikan dini bencana. Pendidikan dini bencana ekologis dilakukan pada anak-anak yang masih belia. Berikan pengetahuan kepada mereka. Anak-anak yag masih kecil akan cepat sadar dengan diberikan pengetahuan bencana kepada mereka.

BACA JUGA :  BERGERAK BERSAMA, MELANJUTKAN MERDEKA BELAJAR

Pendidikan bencana akan menghasilkan generasi baru yang ramah ekologis. Selain itu, anak-anak semenjak dini harus diberikan pengetahuan potensi bencana pada daerah mereka. Kalau sudah dewasa anak-anak tadi akan paham bagaimana mengelola daerahnya. Kedua, penyuluhan bencana harus diberikan kepada warga yang berada pada daerah rawan bencana. Terutam warga yang tinggal pada kawasan sungai.

Warga yang tinggal pada daerah kawasan gunung yang gundul. Warga yang juga tinggal pada kawasan pinggiran laut. Target prioritas itu harus sudah ada pada pemerintah. Saat hujan deras, warga sudah pasti tau dampak apa yang akan mereka rasakan jika daerahnya tidak segera dikosongkan. Kita sudah punya badan-badan bencana. Dinas kehutanan juga telah menghimpun daerah mana yang sudah rusak hutan. Kita juga sudah punya badan seperti BMKG yang bisa memprediksi hujan turun atau tidak.

Lembaga semacam ini harusnya sudah memberikan sosialiasai khusus kepada mereka yang rawan hujan deras. Terlebih kawasan yang minim hutan dan kawasan pinggir sungai serta padat penduduk. Prioritaskan mereka untuk diselamatkan. Ketiga, lakukan pengukuran terhadap kapasitas sungai sebelumnya. Caranya gunakan jumlah hujan yang turun dengan kapasistas sungai sebelumnya. Kalau kita tau maka kita tau bagaimana melakukan optimalisasi sungai agar bisa menampung air hujan.

Data intensitas hujan sebelumnya harus jadi acuan. Apakah sebelumnya juga terjadi bencana? kalau tidak berarti telah terjadi penurunan kapasitas sungai. Atau instensitas hujannya yang makin banyak. Tentu kita harus tau berapa kapasitas sungai itu kini untuk menampung semua air hujan. Keempat, lakukan optimalisasi ruang ekologis rumah kawasan. Warga dihimbau untuk menghijaukan kembali lahan halaman rumah.

BACA JUGA :  PENTINGNYA SERAGAM SEKOLAH UNTUK KEBERSAMAAN

Hijaukan kembali kawasan pinggir sungai. Air hujan yang turun nanti akan masuk kemudian tersimpan pada kawasan rumah warga. Air yang tersisa masuk ke sungai sehingga air yang masuk jadi berkurang. Optimalisasi ini bermaksud untuk menata kawasan ruang rumah warga tanpa menggusur warga dari lahannya. Kadang warga tidak akan mau pindah meskipun diberikan pengganti rumah yang lebih baik.

Alangkah baiknya kalau warga mau pindah kalau pemerintah bersedia menyediakan lahan untuk mereka. Luasan dan nilainya sama dengan rumahnya. Kelima, buatkan teras bangku pada kawasan hulu sehingga air tidak melaju kencang. Perlahan-lahan air yang jatuh akan jatuh pada teras bangku. Makin jauh ke bawah makin terkurangi laju airnya. Airpun sedikit demi sedikit terserap masuk ke tanah.

Tanami juga tumbuhan rumput pada kawasan ruang teras bangku. Keenam, perluas gerakan pembuatan lubang biopori alami dengan cara menaburkan pupuk kotoran hewan pada lahan yang luas. Tanah akan hidup lagi karena pada prinsipnya cacing akan datang kalau diberikan pupuk kandang. Ketujuh, lakukan gerakan pertanian organik. Kalau pertanian organik ini jadi perilaku petani maka air hujan akan tersimpan dalam tanah. Mulailah cara bertani yang ramah ekologis.

Maskudnya tidak memperluas lahan. Apalagi harus mengunduli kawasan gunung untuk ladang pertanian. Berbarengan dengan itu, lakukan juga gerakan inovasi pertanian. Inovasi pertanian yang baik tidak perlu pakai lahan yang luas.  Dengan begitu petani tidak perlu memperluas lahan mereka. Terakhir, pemerintah harus menumbuhkan ekonomi perdesaan yang berbasis Desa. Mereka mengelola usaha sendiri.

Sesuaikan dengan keahlian dan komoditas yang tersedia pada daerah itu. Lihat potensi apa yang bisa dikembangkan dari daerah itu. Lakukan gerakan dari hulu (produksi) sampai dengan gerakan pasar (hilir). Misalkan, optimalisasi produksi kedelai kemudian jadi tempe dan tahu. Dengan gerakan hulu dan hilir maka masyarakat tidak akan mau melakukan penebangan liar. Secara berangsur warga tidak akan mengganggu lingkungan. Warga juga harus hidup sejahtera.

Halaman:
« ‹ 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================