JAKARTA, TODAY—Libur Natal dan Tahun Baru 2017 berdampak besar terhadap perdagangan saham. Pasar modal Indonesia tampak sepi. Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat seluruh indeks sektoral sepanjang pekan bergerak negatif karena sepinya aksi beli dan banyaknya arus dana asing yang keluar (capital outflow).

Dari 10 indeks sektoral, sektor barang dan konsumsi menjadi sektor paling lemah dibandingkan sektor lainnya. Sektor barang dan konsumsi terkoreksi hingga 6,83 persen menjadi 2.211,817 dari pekan sebelumnya 2.374,023.

Menurut Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee, pelemahan yang terjadi pada semua sektor ini akibat investor asing yang terus keluar dari pasar modal, terutama dari saham berkapitalisasi besar. Dalam hal ini, sektor barang dan konsumsi terkena imbas paling tinggi.

“Kebanyakan melepas saham berkapitalisasi besar, investor banyak menempatkan dananya di sektor emiten barang dan konsumsi,” ungkap Hans Kwee, kemarin.

Sebenarnya, sektor perbankan biasanya selalu menjadi pilihan utama bagi investor untuk berinvestasi. Namun, kondisi perbankan yang dinilai tak terlalu baik membuat investor lebih memilih emiten sektor barang dan konsumsi.

BACA JUGA :  Potato Wedges ala Kafe, Cemilan Renyah dan Gurih yang Bikin Nagih

“Tingkat Non Performing Loan (NPL) atau kredit macet merangkak naik, sehingga perbankan menambah cadangannya, nah kalau begitu laba kan jelek. Jadi karena itu investor lebih ke sektor barang dan konsumsi,” ungkap Hans Kwee.

Keluarnya asing dari pasar modal, lanjut Hans, disebabkan tidak adanya sentimen positif yang mendorong investor untuk menanamkan dananya di pasar modal. Terlebih lagi, amnesti pajak periode kedua yang tidak sesuai ekspektasi jika dibandingkan dengan amnesti pajak periode pertama.

BEI mencatat, dana asing yang keluar sepanjang pekan ini sebesar Rp11,38 miliar. Sementara, investor asing yang melakukan aksi beli tercatat sebesar Rp12,09 miliar. Artinya, investor asing memang sebenarnya masih tercatat beli bersih (net buy) pada pekan ini.

“Tapi itu sebenarnya gara-gara banyak yang crossing saham saja, bukan semata-mata beli,” imbuh Hans Kwee.

Penurunan sektor barang dan konsumsi ini, lanjut Hans Kwee, didorong oleh tiga emiten terbesar yang berada di sektor tersebut yang harga sahamnya melemah beberapa hari ini. Sebut saja PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) yang ditutup pada harga Rp3.640 per lembar pada Jumat (23/12).

BACA JUGA :  Menu Simple dengan Tumis Pakcoy Wijen yang Sedap Bikin Ketagihan

Penutupan harga saham Hanjaya Mandala tersebut sebenarnya lebih tinggi jika dibandingkan hari sebelumnya yang ditutup Rp3.630 per lembar. Harga saham emiten rokok tersebut terlihat melemah dua hari belakangan ini.

Sementara, emiten rokok lainnya yaitu, PT Gudang Garam Tbk (GGRM) tercatat ditutup ke level Rp60.300 per lembar pada akhir pekan ini. Harga tersebut turun 550 poin atau 0,9 persen.

Selain itu, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) juga terkoreksi ke level Rp37.875 per lembar, melemah 100 poin atau 0,26 persen. Pelemahan tersebut merupakan harga terendah selama satu bulan belakangan ini.

“Penurunan harga saham emiten-emiten ini membuat sektor barang dan konsumsi ikut melemah,” pungkas Hans Kwee.

Sementara itu, BEI mencatat sektor agrikultur turun 2,47 persen, pertambangan 4,77 persen, industri dasar 4,69 persen, aneka industri 3,02 persen, properti 5,32 persen, infrastruktur 3,49 persen, keuangan 1,44 persen, perdagangan 2,61 persen, dan manufaktur 5,75 persen. (Alfian M|cnn)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================