“Dinamika yang luar biasa tumbuh dari digital ekonomi, yang kita layani ini masyarakat, masyarakat masih banyak yang belum memahami, kembali safe harbor dibuat kita dalam transaksi sekarang harus jelas tanggung jawabnya apa yang boleh dan tidak boleh dijual,” tambahnya.

Lanjut Rudiantara, SE Nomor 5/2016 ini juga akan disosialisasikan terlebih dahulu sebelum ditingkatkan menjadi peraturan menteri (Permen). Adapun, dalam aturan safe harbor policy ini tanggung jawab akan dititik beratkan kepada uses generated content (UGC) alias para perdagangan individu (merchant).

BACA JUGA :  Kecelakaan Pemotor Tewas Mengenaskan Tergeletak di Jalan Poros Trans Sulawesi, Korban Tabrak Lari

“Misalnya seperti di Tokopedia dia jualan obat dan makanan, makanan yang belum disertifikasi oleh BPOM dan ternyata mengandung bahan kimia, jadi jangan disalahin Tokopedianya karena dia tidak bisa menjangkau sampai sana, aturan ini yang membatasi tanggung jawab sampai di mana. Kalau tidak dibuat nanti orang suka-suka,” jelasnya.

Mengenai sanksi, kata Rudiantara, penerapannya tentu berbeda antara sanksi SE Nomor 5/2016 dengan sanksi ketika aturannya sudah berbentuk Permen. Untuk yang SE, dia menuturkan menjadi kewenangan BPOM. Meski berbeda, dia masih enggan menyebutkan sanksi apa yang akan diterima oleh pedagang yang kedapatan menjual produk makanan dan obat yang dilarang oleh BPOM.

BACA JUGA :  Rumah Warga Sukabumi Terbakar usai Tersambar Petir saat Hujan Deras

“Sanksinya SE tentu berbeda dengan sanksi Permen, kalau yang sekarang kepada BPOM untuk peredaran obat dan makanan, peredaran safe harbor,” jelasnya. (Yuska Apitya/dtk)

Halaman:
« ‹ 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================