BOGOR TODAY- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendorong pemerintah segera menggugurkan aturan penetapan kuota dalam revisi Permenhub 32 tahun 2016 yang mengatur taksi online. Ketua KPPU Syarkawi Rauf menilai, adanya aturan penetapan kuota ini akan menimbulkan praktik pungli di lapangan.

Dorongan menggugurkan aturan kuota ini pun termasuk dalam salah satu poin rekomendasi dari KPPU terkait revisi Permenhub 32 tahun 2016 yang diajukan ke pemerintah.

“Penjatahan ini berpotensi menjadi sarana pungli. Karena nanti Dishub yang akan mengeluarkan izin-izin ke masing-masing operator dan ini bisa saja terjadi kongkalikong,” ujar Syarkawi di Bogor, kemarin.

KPPU pun sudah melakukan koordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurutnya, KPK pun tidak sepakat dengan adanya aturan penjatahan tersebut.

BACA JUGA :  Penemuan Mayat Wanita di Slogohimo Wonogiri, Gegerkan Warga Setempat

“Pimpinan KPK setuju dengan apa yang kami rekomendasikan. Kalau penerapan kuota ke masing-masing operator berpotensi menimbulkan pungli, bahkan sampai ke level Gubernur dan Wali Kota,” katanya.

Selain itu, Syarkawi pun menilai penerapan aturan kuota ini tidak dapat berjalan efisien. Sebab, kata dia, tidak akan ada keseimbangan antara jumlah armada dan permintaan dari konsumen.

“Permintaan taksi baik konvensional atau online memiliki variasi waktu yang berbeda. Misalkan siang hari kurang, tetapi pagi dan malam banyak. Kalau sewaktu-waktu ketersediaan kurang disaat itu juga permintaan tinggi, operator bisa melakukan eksploitasi kepada konsumen dengan menerapkan harga mahal,” katanya.

Selain itu, KPPU juga merekomendasikan pemerintah untuk mengkaji kembali aturan tarif batas bawah. Menurutnya, perlu transisi sebelum pemerintah benar-benar menerapkan aturan tarif batas bawah tersebut.

BACA JUGA :  Simak Ini untuk Tips Awet Muda, Salah Satunya Tidak Sarapan?

“Tarif batas bawah perlu dibuat transisinya supaya masing-masing operator mempersiapkan diri untuk masuk ke dalam model bisnis baru. Transisi ini juga untuk melindungi dari praktik predatory pricing,” katanya.

Rekomendasi lainnya terkait perubahan STNK pribadi menjadi STNK koperasi. Ia menilai, aturan ini akan menghambat para pelaku usaha bisnis transportasi khususnya taksi online.

“Menurut kami ini tidak sejalan dengan prinsip gotong royong yang selama ini dibangun. Seharusnya semua tumbuh bersama, sehinga tidak perlu di switch menjadi korporasi atau koperasi,” ucapnya.(Yuska Apitya)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================