BOGOR TODAY – Perusahaan Daerah Pasar Pakuan Jaya (PDPPJ) kembali menggelar pengajian bulanan, Jum’at (28/09). Pengajian dilaksanakan di Mesjid Nurul Iman, Pasar Bogor. Pengajian tersebut dibuka dengan pembacaan Ayat Suci Al-Quran oleh Ahmad Nur Fauzi, Kepala Sub Bagian Kebersihan PDPPJ dan sambutan selanjutnya diberikan oleh Direktur Operasional PDPPJ, Syuhairi.

Pengajian rutin yang bertemakan “Hikmah Muharam” ini diisi oleh ustad Didin A’lla yang lebih menekankan tentang Hijriah atau Hijrah. Penanggalan Hijriah berdasarkan dengan bulan terkait erat dengan agama Islam. Khalifah Umar RA bersama para sahabat senior mengadakan musyawarah dengan pembahasan agar umat Islam memiliki kalender dan sistem penanggalan sendiri. Para sahabat tersebut adalah Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrhaman bin Auf, Saad bin Abi Waqqash, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah.

Dari hasil musyawarah tersebut akhirnya mendapatkan kesepakatan bahwa awal perhitungan kalender Islam disesuaikan pada awal waktu hijrah Rasulullah dari Mekah ke Madinah. Ide ini berasal dari Ali bin Abi Thalin RA, benar bahwa peristiwa hijrah dijadikan sebagai patokan untuk memulai penanggalan Hijriah, dimana tahun kejadiannya dijadikan sebagai tahun pertama dalam penanggalan hijriah. Maka kalau sekarang dikatakan sebagai tahun 1439 H, hal itu berarti telah berlalu 1439 tahun sejak peristiwa hijrahnya Rasulullah ke Madinah.

kalender ini lalu dinamai “Hijriyah”. Perhitungan tanggal bulannya dimulai dari 1 Muharram, walau sebenarnya hijrah terjadi pada bulan Shafar. Orang islam wajib hafal bulan- bulan Islam, yakni: Muharram, Shafar, Rabi’ul awal, Rabi’ul akhir, Jumadil awal, Jumadil akhir, Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawal, Dzulqo’idah, Dzulhijjah.

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu” (QS. At-Taubah (9): 36).

BACA JUGA :  Soal PPDB 2024, DPRD Kota Bogor Minta Disdik Persiapkan Dengan Baik

Di antara dua belas bulan tersebut terdapat bulan-bulan istimewa menurut Allah yang disebut sebagai bulan-bulan haram. Bulan istimewa tersebut berjumlah empat, yakni Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab.

Apabila tahun baru islam telah tiba, hendaknya semua muslim bermuhasabah  sebab dengan melakukan muhasabah ini, kita akan dapat mengetahui bagaimana kedudukan kita tersebut. Jika didapat kebaikan yang banyak, maka bersyukurlah kepada Allah atas kemudahan yang telah diberikanNya. Namun jika kemaksiatan meliputi dan mendominasi umur kita, maka beristighfarlah, bertaubatlah dan mengharaplah rahmat dari Allah Swt. Jika kita terus bersikap demikian, maka perlahan-lahan kita akan dapat memperbaiki kekurangan kita. Setahap demi setahap dan akhirnya menjadi hamba yang bersih dan meningkat kadar keimanan kita, tetapi, jika kita tidak pernah dan tidak mau melakukan muhasabah pada diri kita sendiri, maka kita tidak akan merasa bahwa kita masih banyak kekurangan di dalam mengabdi kepada Allah. Mungkin ada diantara kita merasa dekat kepada Allah, padahal dia adalah manusia yang paling jauh dariNya. Karena dia tidak pernah melakukan muhasabah (perhitungan) terhadap dirinya.

Ustadz Didin menyampaikan, begitu indahnya bila kita memiliki hati yang bersih, pikiran yang selalu positif, dan tindakan yang lurus. Kita akan memandang diri kita penuh dengan rasa syukur. Apapun yang kita miliki dan terima, semua dikembalikan lagi kepada Allah. Karena Allah akan memberikan nikmat yang lebih banyak lagi bila hamba-Nya bersyukur pada-Nya. Itulah janji Allah, yang tak akan pernah diingkari oleh-Nya

BACA JUGA :  Rumah Warga Sukabumi Terbakar usai Tersambar Petir saat Hujan Deras

Secara garis besar Husnudzan dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu husnudzan kepada Allah SWT, husnudzan kepada diri sendiri, dan husnudzan kepada manusia.

Husnudzan kepada Allah SWT, berarti selalu berprasangka baik kepada Allah SWT. Jika seorang hamba berprasangka buruk kepada Allah SWT maka buruklah prasangka Allah SWT pada orang tersebut. Pada hakikatnya, apapun yang kita alami terhadap cobaan yang diberikan Allah SWT, kita harus berbaik sangka. Karena semakin sayang Allah SWT kepada hambanya, maka semakin besar pula cobaan yang diberikan oleh Allah SWT. Perilaku husnudzan kepada Allah SWT adalah perilaku syukur dan sabar.

Husnudzan terhadap diri sendiri berarti berprasangka baik kepada diri sendiri. Menerima apa adanya serta berbaik sangka kepada Allah SWT tidak menyesali keadaan dan keberadaannya. Adanya berbagai cobaan misalnya, miskin, cacat, sakit, dan sebagainya kita harus tetap bersuyukur kepada Allah SWT yang telah mencipkan sebaik-baiknya makhluk. Sikap yang menunjukkan husnudzan kepada diri sendiri antara lain gigih, berinisiatif, dan rela berkorban.

Sedangkan husnudzan kepada sesama manusia adalah sikap yang selalu berpikir dan berprasangka baik kepada sesama manusia. Sikap ini ditunjukkan dengan rasa senang, berpikir positif, dan sikap hormat kepada orang lain tanpa ada rasa curiga, dengki, dan perasaan tidak senang tanpa alasan yang jelas. Berprasangka baik terhadap sesama manusia hukumnya mubah/jaiz/boleh.

Husnudzan terhadap sesama baik berupa sikap, ucapan, dan perbuatan yang hendaknya kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai berikut ; tidak iri hati terhadap nikmat Allah SWT yang diterima orang lain, tidak berprasangka buruk kepada orang lain, dan bekerja sama dengan orang lain dalam hal kebaikan. (Rifky)

 

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================