“Salah satu penyebab utama masalah kebersihan lingkungan di Kota ini adalah kurangnya kepedulian masyarakat itu sendiri terhadap lingkungannya,†kata Ketua DPRD Kota Bogor H.Untung W Maryono, SE.
Selain itu, sambung Politisi Partai PDI Perjuangan ini, kebersihan lingkungan belum menjadi model budaya di Kota Bogor, budaya bersih harus  digalakan mulai sekarang. Oleh Karena itu, walaupun Pemerintah Kota telah melakukan berbagai upaya, tetapi upaya pemerintah itu tidak akan terlaksana dan terwujud dengan baik. jika tidak didukung oleh kesadaran seluruh lapisan warga masyarakat.
Ia mengakui, saat ini Pemerintah Kota Bogor terus berupaya dengan berbagai cara memelihara kebersihan kota. Upaya itu antara lain mengurangi jumlah volume sampah, membentuk Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Reduce, Reuse, Recycle (3R) berbasis masyarakat dan terbentuknya ratusan Bank Sampah. Kendati demikian, kalau tidak diupayakan dengan melibatkan masyarakat secara masif, kiranya sulit mewujudkan Kota ini menjadi Kota yang Bersih, Indah dan Nyaman (Beriman) yang kita sama-sama dambakan, papar  H.Untung W Maryono, SE.
Ia juga mengakui, sejak diberlakukan kebijakan pelarangan menggunakan kantong plastik (1 Desember 2018) lalu, di pusat-pusat perbelanjaan, ritel dan toko swalayan di Kota Bogor,  efeknya belum signifikan dirasakan. Meski demikian, pihaknya sangat mengapresiasi langkah Pemerintah Kota Bogor dengan menerbitkan Peraturan Wali Kota Bogor Nomor 61 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik. Dengan kebijakan itu, paling tidak sudah bisa mengurangi sampah plastik yang bersumber dari pusat-pusat perbelanjaan di Kota Bogor, ungkapnya.
Pemerintah Kota Bogor terus berupaya mengurangi jumlah volume sampah dengan meningkatkan pengelolaan sampah. Menurut data, setiap harinya tercatat volume sampah di kota ini mencapai 648,61 ton/. Sekitar 75,85 persen dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Galuga dan sekitar 125 ton diolah di TPS 3R, Bank Sampah, lapak-lapak barang bekas.
Dinas Lingkungan Hidup hingga saat ini masih membuang sampah ke Tempat pembuangan akhir (TPA) Galuga, sebab Tempat Pembuangan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Lulut-Nambo (Luna) mungkin baru bisa dipergunakan di tahun 2020 mendatang,
Pada pengelolaan sampah di TPPAS Luna berbeda dengan pengolahan sampah di TPA Galuga. Di TPPAS Luna, sampah yang masuk akan dipilah dan dipadatkan hingga menjadi Refuse Derived Fuel (RDF). RDF yang berbentuk padat ini akan dijual ke pabrik semen karena bisa digunakan sebagai bahan bakar pengganti batu bara untuk pengolahan semen. (ADV)