Jakarta Today – Pro dan kontra pembahasan rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang diusulkan pemerintah untuk menggantikan UU No. 1 Tahun 1946 Tentang KUHP peninggalan Kolonial Belanda telah memicu serangkaian demonstrasi penolakan karena dianggap mengandung delik kontroversial, di samping beberapa polemik RUU lainnya, termasuk UU KPK yang baru disahkan oleh DPR.

Sebagai kepala pemerintahan, Presiden Jokowi telah mengambil keputusan yang cukup beralasan untuk menunda pembahasan RKUHP di tengah meningkatnya tensi publik, yaitu guna menampung aspirasi dan masukan dari masyarakat, sehingga rencana pengesahan RKUHP yang telah melibatkan para ahli hukum selama lebih dari 40 tahun tersebut tidak disahkan dalam periode DPR saat ini.

BACA JUGA :  Resep Membuat Sambal Ikan Sepat Cabe Hijau yang Mantul

Dikutip dari Detik.com, beberapa misi yang diusung dalam RKUHP diperkirakan membawa dampak global bagi penegakan hukum di Indonesia, di antaranya dekolonialisasi, rekodifikasi, aktualisasi, modernisasi, dan partikularisasi yang menuai perdebatan, yaitu apresiasi terhadap hukum yang hidup di masyarakat (The Living Law), sebagai pengecualian Asas Legalitas yang mengatur tiada satu pun perbuatan yang dipidana tanpa ada peraturan yang mengatur sebelumnya.

Dari polemik pembahasan RKUHP yang tidak kunjung disahkan telah menimbulkan suatu pertanyaan di masyarakat, yaitu apakah Wetboek van Straftrecht yang merupakan buah pemikiran Juris Romawi yang kemudian diterapkan Belanda di Indonesia dengan asas konkordansi sejak tahun 1918 tersebut masih relevan, atau memiliki urgensi untuk segera digantikan oleh KUHP khas Indonesia?

BACA JUGA :  Hilangkan Kerutan dan Wajah Kendur, Wajah Kencang Bebas Noda Hitam Hanya dengan Jeruk Nipis, Ini Dia Caranya

Delik Kontroversial

Pertanyaan di atas membuat saya teringat perkataan Bianchi, ahli hukum Belanda sebagaimana dikutip oleh Sahetapy,Straftrecht is een slechrecht” —Hukum Pidana adalah hukum yang buruk. Dari adagium tersebut, saya berpandangan bahwa pembahasan RKUHP merupakan hal yang sangat krusial, bahkan dalam arti formil, suatu hukum pidana dapat disetarakan dengan “miniatur” konstitusi.

Saya mencoba untuk menyampaikan pandangan singkat mengenai perdebatan delik RKUHP yang sekiranya berkaitan dengan kepentingan nasional dan persatuan bangsa.

============================================================
============================================================
============================================================