Ekonom Defiyan Cori menilai tekanan Kadin terhadap pemerintah untuk membatalkan kenaikan harga gas industri menunjukkan bahwa sektor manufaktur Indonesia lemah dan belum efisien. Mestinya, kenaikan harga energi seperti ini sudah menjadi bagian dari mitigasi risiko bisnis, sehingga telah diantisipasi sejak awal.

“Dengan menekan pemerintah untuk membatalkan kenaikan harga gas, Kadin telah bertindak sewenang-wenang. Badan usaha seperti PGN juga punya hak untuk mengelola bisnisnya, toh PGN punya tanggung jawab untuk memperluas pemanfaatan gas bumi di Indonesia,” ujar Defiyan.

BACA JUGA :  Pj. Bupati Bogor Lantik Pejabat di Lingkup BPBD dan Sekretariat DPRD

Lebih jauh Defiyan juga menyoroti sikap pemerintah yang cenderung merugikan pelaku hilir migas. Karena kenaikan harga gas industri ini sejatinya berawal dari harga gas di hulu yang sudah tinggi. Sebagai contoh harga gas Conocophillips (Pekanbaru) USD7,04 per MMBTU, Lapindo (Jawa Timur) USD7,649 per MMBTU, Pertamina EP Benggala (Medan) USD8,49 per MMBTU, Pertamina Hulu Energi (PHE) WMO (Jawa Timur) USD7,99 per MMBTU dan Santos (Jawa Timur) USD5,79 per MMBTU.

BACA JUGA :  Daftar Skuad Timnas Indonesia di Piala Asia Wanita U-17 2024

“Dengan struktur harga hulu seperti itu tidak mungkin badan usaha manapun menjual di harga yang sama dengan hulu. Selain ada banyak biaya, seperti biaya perawatan pipa, biaya toll fee, badan usaha juga harus untung agar dapat membiayai pembangunan infrastruktur gas lainnya yang butuh modal besar. Ini yang diabaikan oleh Kadin,” tandasnya. (Selvi/PKL/net)

 

Halaman:
« ‹ 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================