“Sungai dulu sumber kehidupan, saat ini karena adanya pembuangan limbah dan sampah kini air sungai tidak lagi berfungsi sebagai air minum, keperluan memasak dan mandi. Kita mungkin tak bisa mengembalikan jernihnya air sungai seperti dahulu tetapi setidaknya bisa mengurangi kadar kerusakan termasuk  dengan penertiban bangunan baik yang melanggar aturan garis sepadan sungai atau aturan rencana tata ruang wilayah (RTRW). Kami minta kepedulian dan ketegasan baik oleh Pemkab Bogor, Pemprov Jawa Barat maupun pemerintah pusat,” terangnya. Di tempat yang sama, Ketua umum Pepeling Taufik Hidayat membenarkan bahwa dari sekian banyak titik pembuangan sampah di sungai, yang terbanyak ada di belakang Pasar Cisarua. “Belakang Pasar Cisarua itu titik pembuangan sampah terbesar ada di Sungai Cisarua, dimana sungai itu salah satu hulu Sungai Ciliwung. Kami sebagai penggiat pelestarian lingkungan bukannya tidak senang akan berkembangnya usaha pariwisata, tetapi harus sesuai dengan peraturan yang berlaku dan tidak mengganggu keseimbangan alam,” ujar Taufik. Ia menerangkan sebagai bentuk pelestarian lingkungan hidup, baik komunitas Puncak Ngahiji maupun Pepeling selama beberapa tahun ini secara berkala kerap membersihkan sampah yang ada di sungai dan menanam pohon di bebukitan maupun sepadan sungai. “Bebersih sampah di sungai maupun penanaman pohon ini sudah menjadi agenda rutin kami ditengah hiruk pikuknya dunia pariwisata di Kawasan Puncak, semoga kedepan masyarakat dan wisatawan sadar, bahwa Puncak ini punya kita semua sehingga sama-sama menjaga kelestarian alamnya,” tandasnya. (Heri)
Halaman:
« ‹ 1 2 » Semua
BACA JUGA :  Review Film : Menjelang Ajal, Pesugihan Berujung Petaka
============================================================
============================================================
============================================================