BOGOR TODAY – Peringati Hari Jadi ke-3, Komunitas Puncak Ngahiji turun ke sungai Cisarua melakukan Babakti ka Lemah Cai atau berbakti kepada tanah tanah air dengan. Pada giat tersebut, Puncak Ngahiji berkolaborasi dengan Komunitas Penggiat Pelestari Lingkungan (Pepeling), masyarakat Puncak dan sekitarnya. Koordinator Puncak Ngahiji, Mulyana mengatakan, aksi babakti ka lemah cai itu katena selama beberapa tahun ini terjadi bencana banjir bandang, baik di Ciasrua maupun Megamendung dan juga pencemaran lingkungan hidup di sungai Ciliwung dan sungai Cisarua. “Terjadi peralihan fungsi lahan secara masif dari lahan serapan air menjadi resort, hotel, tempat usaha maupun rumah. Kondisi itu diperparah dengan pelanggaran aturan garis sepadan sungai, pembuangan limbah rumah tangga maupun limbah industri pariwisata hingga tidak hanya terjadi bencana alam banjir bandang tetapi juga tercemarnya air sungai hingga ‘hilangnya’ beberapa jenis ikan,” katanya. Dia menambahkan sebenarnya Pemkab Bogor sudah menerbitkan peraturan daerah (Perda) nomor 4 tahun 2015 tentang ketertiban umum Bab IX pasal 39 ayat 1 dan Perda nomor 2 Tahun 2014  tentang pengelolaan sampah, namun karena tidak dilibatkan dalam implementasi itu maka peraturan tersebut hanyalah peraturan belaka. “Dalam mengimplementasikan Perda nomor 4 tahun 2015 tentang ketertiban umum Bab IX pasal 39 ayat 1 dan Perda nomor 2 Tahun 2014  tentang pengelolaan sampah, Pemkab Bogor tak melibatkan masyarakat terutama masyarakat Puncak hingga kurangnya kesadaran untuk sama-sama menjaga kelestarian lingkungan hidup,” tambahnya. Jika kembali ke masa kecilnya, lanjut Mulyana, kondisi sungai sekarang ini sangat jauh berbeda, sebab ia melihat bahwa sungai saat ini terjadi peralihan kemanfaatan, dimana dulu sumber kehidupan menjadi tak terurus bahkan menjadi ‘tempat sampah’. “Sungai dulu sumber kehidupan, saat ini karena adanya pembuangan limbah dan sampah kini air sungai tidak lagi berfungsi sebagai air minum, keperluan memasak dan mandi. Kita mungkin tak bisa mengembalikan jernihnya air sungai seperti dahulu tetapi setidaknya bisa mengurangi kadar kerusakan termasuk  dengan penertiban bangunan baik yang melanggar aturan garis sepadan sungai atau aturan rencana tata ruang wilayah (RTRW). Kami minta kepedulian dan ketegasan baik oleh Pemkab Bogor, Pemprov Jawa Barat maupun pemerintah pusat,” terangnya. Di tempat yang sama, Ketua umum Pepeling Taufik Hidayat membenarkan bahwa dari sekian banyak titik pembuangan sampah di sungai, yang terbanyak ada di belakang Pasar Cisarua. “Belakang Pasar Cisarua itu titik pembuangan sampah terbesar ada di Sungai Cisarua, dimana sungai itu salah satu hulu Sungai Ciliwung. Kami sebagai penggiat pelestarian lingkungan bukannya tidak senang akan berkembangnya usaha pariwisata, tetapi harus sesuai dengan peraturan yang berlaku dan tidak mengganggu keseimbangan alam,” ujar Taufik. Ia menerangkan sebagai bentuk pelestarian lingkungan hidup, baik komunitas Puncak Ngahiji maupun Pepeling selama beberapa tahun ini secara berkala kerap membersihkan sampah yang ada di sungai dan menanam pohon di bebukitan maupun sepadan sungai. “Bebersih sampah di sungai maupun penanaman pohon ini sudah menjadi agenda rutin kami ditengah hiruk pikuknya dunia pariwisata di Kawasan Puncak, semoga kedepan masyarakat dan wisatawan sadar, bahwa Puncak ini punya kita semua sehingga sama-sama menjaga kelestarian alamnya,” tandasnya. (Heri) Bagi Halaman
BACA JUGA :  Lokasi SIM Keliling Kabupaten Bogor, Jumat 17 Mei 2024
============================================================
============================================================
============================================================