ISLAM RAHMATAN LIL ALAMIN TIDAK PERLU MODERASI BERAGAMA

Oleh : Heru B Setyawan (Pemerhati Pendidikan)

MENTERI Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem mengingatkan pentingnya moderasi agama dalam sistem pendidikan Indonesia. Namun, saya kurang setuju dengan program moderasi beragama yang menurut saya terkesan memerangi paham radikalisme atau ekstrem di sekolah.

Memangnya kenapa? Memangnya sekolah sarang radikalisme? Tapi untuk mencegah sih tidak apa-apa. Namun apa tidak ada pekerjaan yang lebih penting?

Menurut penulis kurang setuju, inilah alasannya, secara bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah moderasi berakar dari kata sifat “moderat” yang berarti selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem.

Dengan demikian secara mudah pengertian dari moderasi beragama khususnya agama Islam adalah Islam moderat. Islam moderat itu kadang mencampur yang halal dengan yang haram.

Atau membiarkan kemaksiatan yang terjadi di masyarakat. Dulu ada Jaringan Islam Liberal (JIL), yang terang-terangan Islam bergaya liberal. Karena JIL tidak laku dan banyak ditentang umat, maka timbullah Islam Nusantara.

BACA JUGA :  Bejat, Ayah di Buleleng Perkosa Putri Kandung Berusia 7 Tahun

Islam Nusantara ini secara perdana resmi diperkenalkan oleh  Nahdlatul Ulama pada 2015, sebagai bentuk penafsiran alternatif masyarakat Islam global yang selama ini selalu didominasi perspektif Arab dan Timur Tengah.

Sebetulnya Islam Nusantara itu bagus, karena penafsiran Islam yang mempertimbangkan adat istiadat dan budaya lokal di Indonesia dalam merumuskan fikihnya. Islam Nusantara juga tidak populer karena membuat pro dan kontra di masyarakat, yaitu dengan menyalahkan budaya Arab dan terlalu mengagungkan budaya Nusantara.

Maka muncullah istilah moderasi beragama, yaitu wacana keagamaan yang berkembang akhir-akhir ini. Menurut penulis, mengapa muncul moderasi beragama? Karena pemerintah gagal dengan program Islamphobia yang terdiri dari memerangi radikalisme (radikal-radikul), Islam dicap ekstrem dan teroris serta stigma negatif lainnya.

Sedang pengertian radikalisme menurut Depdiknas 2002, radikalisme diartikan sebagai paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis.

BACA JUGA :  Hidangan Segar dan Creamy dengan Selada Udang dan Nanas ala Restoran Chinese Food

Ini juga tidak mungkin terjadi di sekolah, tapi sekali lagi, jika untuk pencegahan ya tidak apa-apa. Tapi sama seperti di atas, apa tidak ada pekerjaan yang lebih penting?

Aneh bin ajaib kan,  Mas Menteri Nadiem kok disuruh mengurus radikalisme, ekstremisme dan terorisme, bukannya mengurus kesejahteraan guru, meningkatkan mutu guru, dosen dan peserta didik. Bukankah sudah ada Densus 88 yaitu polisi yang bertugas memberantas teroris dan ada BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme).

Padahal Islam merupakan agama rahmatan lil alamin, yaitu agama yang merupakan bentuk rahmat dan rasa kasih sayang Allah SWT kepada seluruh manusia dan alam semesta. Jadi sekali lagi Islam bukan radikal, ekstrem apalagi teroris.

Menurut saya, sebaiknya Mas Menteri Nadiem lebih baik fokus meningkatkan mutu pendidikan dan ristek di Indonesia secara umum, bukan malah membuat program moderasi beragama di sekolah. Jayalah Indonesiaku. (*)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================