BOGOR-TODAY.COM, JAKARTA –  Warga Bojong Koneng beserta tim kuasa hukum mengadu ke Komisi III DPR RI dalam rapat dengar pendapat umum berkaitan dengan sengketa lahan melawan PT Sentul City. Sejumlah tim kuasa hukum bahkan menyinggung adanya beberapa pelanggaran hukum yang dilakukan PT Sentul City. Rapat dengar pendapat ini digelar di ruang rapat Komisi III DPR, gedung DPR/MPR, Jakarta, Rabu (19/1/2022).

Salah satu tim kuasa hukum yang mewakili warga Bojong Koneng, Hendarsam Marantoko, menyampaikan sejumlah klaim pelanggaran yang disebutnya dilakukan PT Sentul City.

Awalnya Hendarsam menjelaskan akar masalah yang terjadi terkait sengketa lahan di Bojong Koneng. Dia menyebut saat ini PT Sentul City menguasai kurang-lebih 4.100 hektare tanah di sana yang sebagian di antaranya hak milik warga.

BACA JUGA :  KUSTA, KENALI PENYAKITNYA RANGKUL PENDERITANYA

“Permasalahan kami to the point aja, Pak, saat ini PT Sentul City menguasai kurang-lebih 4.100 ha yang masuk SHGB atas nama Sentul City, Pak, saya kami memegang kurang lebih, adanya blok lapangan tembak, ada kurang-lebih 15 hektare dengan belasan KK yang dikuasakan kepada kami itu didapatkan berdasarkan oper alih tahun 1999, itu asalnya dari girik di tahun 1979 atas nama Pak Sutomo, sejak pada tahun 1999, sejak kami menggarap, klien kami garap terus lakukan bayar pajak taat sampai saat ini,” kata dia dalam rapat tersebut.

Dia menjelaskan persoalan atau sengketa muncul lantaran tanah milik warga Bojong Koneng mulai diakui sebagai milik PT Sentul City. Padahal, kata dia, tanah tersebut tidak pernah ditanami karet dan sudah digarap oleh masyarakat sejak 1942.

BACA JUGA :  Lokasi SIM Keliling Kota Bogor, Kamis 25 Alril

“Sudah ada surat keterangan tahun 1990 dari PTPN 11 bahwa tanah garapan di lapangan tembak tidak termasuk dari SHGU PTPN 11, ini kaitannya sejarahnya HGB PT Sentul City didapatkan dari HGU PTP 11, yang jadi pertanyaan kami kenapa kok ternyata tanah kami yang tidak termasuk ke dalam wilayah area PTPN (11) kok masuk ke dalam sertifikat tersebut, kami duga ada cacat hukum, patut diduga ada kolusi dalam penerbitan sertifikat HGB tersebut. Itu masalah hukumnya, Pak,” katanya.

============================================================
============================================================
============================================================