BOGOR-TODAY.COM, BOGORKampung Empang merupakan salah satu kawasan di Kota Bogor. Tempat ini mudah dicapai. Dari bundaran Bogor Trade Mall (BTM), Anda diarahkan ke Jalan Raden Saleh. Ujung jalan ini adalah persimpangan alun-alun Empang yang diikuti dengan pohon karet kebo yang besar serta teduh.

Kampung Empang dikenal sebagai kawasan yang banyak didominasi oleh keturunan Arab turunan Hadramaut, Yaman. Sehingga sering pula disebut kampung Arab.

Nah, kali ini tim bogor-today.com akan mencoba mengulas asal usul nama Kampung Empang.

Melansir dari sejarahbogor.com, Sabtu (18/6/2022) kampung yang dahulu bernama Kampung Sukahati ini masih berupa lapangan yang luas yang dipenuhi rawa-rawa. Mulai dari alun-alun sampai pinggiran Sungai Cisadane hingga ke tebing di Gang Ampera masih merupakan kawasan hutan yang cukup lebat.

Pada tahun 1579, kawasan ini pernah terjadi pertempuran hebat antara laskar Banten dengan pasukan Pajajaran. Peperangan hebat terjadi dengan melibatkan ratusan pasukan yang menggunakan berbagai senjata mulai dari parang, tombak kujang, panah, dan batu-batu besar yang digelindingkan dari atas bukit Bondongan.

Sebelum berhasil mencapai benteng Pakuan, musuh sudah tunggang langgang menghindari ribuan anak panah yang melejit lepas dari busurnya, belum lagi batu-batu besar yang siap menindih tubuh dilemparkan dari atas bukit Bondongan. Sebagian laskar musuh sampai jatuh terperosok ke dalam parit di bawah.

BACA JUGA :  Jadwal SIM Keliling Kabupaten Bogor, Selasa 14 Mei 2024

Serangan hari pertama musuh mengalami kegagalan menembus benteng Pakuan Pajajaran. Menjelang malam hari, perang pun berhenti. Suara aduan senjata berubah menjadi suara rintihan pilu dari para mereka yang terluka.

Sebagian mayat yang tergeletak menjadi mangsa binatang buas seperti harimau dan anjing liar atau ajag.

Setelah matahari terbit, perang kembali berkecamuk dengan sangat dahsyat. Peperangan yang terjadi selama dua hari dua malam itu terjadi di sekitar lapangan atau alun-alun Empang. Namun pada saat itu juga, benteng pakuan telah berhasil dijebol dari dalam, karena penghianatan salah seorang santana Pajajaran, yang dalam cerita pantung “Dadap malang sisi Cimandiri” disebutkan bernama Jayaantea.

Dalam pertempuran itu, dua santana Pajajaran gugur yaitu Tohaan Sarendet, dan Tohaan Ratu Sangiang. Setelah musuh berhasil memasuki area keraton. Tak lama berselang, lima bangunan Keraton Pajajaran yang bernama Sri Bima-Punta-Narayana-Madura-Suradipati dihancurkan dan dibakar habis oleh laskar Banten. Bangunan keraton sebagian besar terbuat dari kayu dan atap rumbia itu pun musnah dalam satu malam. Tidak ada lagi sisa-sisa, apalagi peninggalan yang bisa disaksikan saat ini.

Setelah Pajaran burak tahun 1579, hampir seluruh kawasan pakuan Pajajaran atau Bogor ditinggalkan oleh seluruh penduduknya. Lahan dan kawasan yang dulu ramai oleh aktivitas penduduk pakuan dibiarkan tanpa tersentuh lagi. Selama seratus tahun itulah, Pakuan Pajajaran menjadi hutan belantara yang lebat, dan dihuni oleh binatang buas, sebelum ditemukan kembali oleh tim ekspedisi Scipio.

BACA JUGA :  Jadwal SIM Keliling Kota Bogor, 14 Mei 2024

Pada masa Kerajaan Sunda Pajajaran masih berdiri, kawasan alun-alun Empang menurut cerita adalah tempat untuk prajurit Kerajaan melaksanakan hukuman, baik kepada penjahat maupun orang yang melanggar perintah. Di alun-alun ini juga pernah ada peninggalan batu monolit yang sayangnya kemudian dihancurkan untuk dijadikan batu pondasi.

Pada tahun 1754, Bupati Kampung baru mengajukan permohonan kepada Gubernur Jenderal Jacob Mossel agar mendapatkan izin untuk menyewa tanah kampung Sukahati untuk menjadi tempat kediamannya.

Dalam sebuah dokumen Belanda tertanggal 29 Desember 1761 nomor 9092, disebutkan bahwa Bupati Kampung Baru yaitu Natanagara sudah berkedudukan di kampung Sukahati. Sebelumnya, bupati pertama yang berkedudukan di Kampung Sukahati adalah Demang Wiranata (1749-1758) yang sebelumnya menjadi Patih Cianjur dan adik Dalem Cicondre, Wiratanu III yang dikenal baik oleh Belanda sebagai salah seorang pelopor perkebunan kopi di Jampang.

Lukisan bertahun 1761-1775 tampak jelas menggambarkan suasana rumah Bupati Kampung Baru pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal van der Parra. Di luar pagar alun-alun di depan rumah ada sebuah kolam besar yang disebut Empang. (*)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================