Tiga kalimat akronim itu, berasal dari sebuah doa dalam surah al Isra’ ayat 80: “Ya Tuhan, masukanlah aku dengan sebenar-benarnya masuk dan keluarkanlah aku dengan sebenar-benarnya keluar serta jadikanlah dari-Mu kekuasaan bagiku yang memberikan pertolongan”.

Sementara, berdasarkan beberapa ahli tafsir, doa ini dibaca Nabi Muhammad SAW kala beliau akan hijrah keluar dari kota Mekah menuju kota Madinah.

Oleh sebab itu, bila seseorang berhajatan dengan menyajikan Tumpeng, tujuannya untuk meminta pertolongan kepada Yang Maha Pencipta agar dapat memperoleh kebaikan dan terhindar dari keburukan, serta memperoleh kemuliaan yang memberikan pertolongan.

BACA JUGA :  Pria di Bogor Nekat Gantung Diri di Tengah Hutan, Sempat Izin Pamit ke Istri dan Jagain Anak-anak

Karena memiliki nilai rasa syukur dan perayaan, seiring perkembangan zaman tumpeng sering kali berfungsi menjadi kue ulang tahun dalam perayaan pesta ulang tahun.

Biasanya, setelah pembacaan doa, tradisi tak tertulis menganjurkan pucuk tumpeng dipotong dan diberikan kepada orang yang paling penting, paling terhormat, paling dimuliakan, atau yang paling dituakan di antara orang-orang yang hadir. Tujuannya adalah untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang tersebut.

Kemudian semua orang yang hadir diundang untuk bersama-sama menikmati tumpeng tersebut. Dengan tumpeng masyarakat menunjukkan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan sekaligus merayakan kebersamaan dan kerukunan.

BACA JUGA :  Simak Daftar Pebulu Tangkis Indonesia di Malaysia Masters 2024

Tidak ada lauk-pauk baku untuk menyertai nasi tumpeng. Namun, beberapa lauk yang biasa menyertai adalah perkedel, abon, kedelai goreng, telur dadar/telur goreng, timun yang dipotong melintang, dan daun seledri.

Variasinya melibatkan tempe kering, serundeng, urap kacang panjang, ikan asin atau lele goreng, dan sebagainya. Dalam pengartian makna tradisional tumpeng, dianjurkan bahwa lauk-pauk yang digunakan terdiri daging ayam atau sapi, ikan rempeyek hingga sayur-mayur. Bukan tanpa alasan, setiap lauk ini memiliki pengartian tradisional dalam budaya Jawa dan Bali. (*)

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================