KUSTA, KENALI PENYAKITNYA RANGKUL PENDERITANYA

Oleh : dr. Ricky Julianto (dokter di RSUD Leuwiliang)

KUSTA atau Lepra atau Morbus Hansen adalah salah satu penyakit kulit tertua di dunia. Penyebab dari kusta adalah infeksi Mycobacterium leprae.

Indonesia menjadi salah satu negara dengan kasus kusta terbanyak ketiga setelah Brazil dan India.1 Kusta dikategorikan sebagai penyakit menular, namun penularan kusta belum diketahui secara pasti.

Para ilmuwan berpikir bahwa penularan mungkin terjadi ketika seseorang dengan penyakit kusta batuk atau bersin, dan orang yang sehat menghirup tetesan yang mengandung bakteri.

Diperlukan kontak yang lama dan dekat dengan seseorang dengan kusta yang tidak diobati selama berbulan-bulan untuk tertular penyakit ini.

Anda tidak dapat tertular kusta dari berjabat tangan, atau berpelukan, atau duduk bersebelahan di dalam bus, atau duduk bersama saat makan.

Penyakit kusta menyerang kulit, saraf tepi, dan organ tubuh lainnya kecuali susunan saraf pusat. Salah satu gejala yang paling umum dari penderita kusta adalah bercak kulit berwarna putih atau kemerahan yang mati rasa.

Apabila Anda menemukan gejala seperti ini, ada baiknya Anda segera berobat ke fasilitas kesehatan terdekat.

BACA JUGA :  Pemerintah Kota Bogor Targetkan Raih Predikat Utama KLA 2024

Tenaga kesehatan profesional dapat mendiagnosis kusta dan memulai pengobatan serta penanganan yang tepat untuk individu yang terkena.

Kusta dapat diobati, dan perawatan yang diberikan pada tahap awal dapat mencegah terjadinya kecacatan.

Kecacatan dapat terjadi pada setiap penderita kusta, terutama pada penderita yang tidak diobati.

Oleh karenanya, diagnosis kusta secara cepat dan tepat menjadi sangat penting untuk mencegah kecacatan lebih lanjut akibat kerusakan saraf.

Selain cacat fisik, orang yang terkena atau menderita kusta juga menghadapi stigmatisasi dan diskriminasi daei lingkungan sekitar.

Akibat dari stigma ini, pasien kusta tidak dapat melanjutkan pendidikan, sulit mendapat pekerjaan, diceraikan oleh pasangan, dikucilkan oleh lingkungan, ditolak di fasilitas umum bahkan fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga penderita semakin sulit dideteksi dan diobati.

Sebuah penelitian dari Marpaung dan kawan-kawan (2022) mengungkapkan tujuh sektor kehidupan yang ditembus oleh stigma terhadap penyakit kusta di Indonesia, yakni sektor komunitas, rumah tangga, hubungan intim, kesehatan, ekonomi, pendidikan dan hak-hak publik.

BACA JUGA :  Sekda Kota Bogor, Syarifah Sofiah Hadiri Reform Knowledge Sharing

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kejadian di satu sektor akan mempengaruhi sektor lainnya.

Sebagai contoh, penghindaran diri dari petugas kesehatan (sektor kesehatan) akan meningkatkan perasaan tidak layak secara sosial pada penderita kusta (sektor komunitas).

Dan menghindari fasilitas kesehatan akan meningkatkan faktor risiko stigma dalam interaksi di masyarakat.

Ada beberapa hal yang dapat Anda lakukan untuk mendukung mereka yang terkena dampak kusta dalam mengatasi stigma dan prasangka masyarakat.

Pertama, Anda dapat memahami dan mengenali penyakit kusta mulai dari perkembangan, gejala, dan cara penularan penyakit kusta.

Kemudian Anda dapat memahami jenis stigma dan prasangka yang mereka hadapi serta dampaknya.

Setelah itu, anda dapat menyebarkan pengetahuan ini dan melakukan lebih banyak percakapan tentang realitas seputar kusta.

Sehingga istilah “kusta” tidak lagi memunculkan gambaran tentang penyakit yang mengerikan dan kita dapat melihat mereka yang mengidap penyakit ini sebagai sesama manusia. ***

 

Follow dan Baca Artikel lainnya di Google News

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================