Dugaan Penyerobotan Tanah, BEM Se-Bogor Raya dan Warga Jasinga Unjuk Rasa di Kantor ATR/BPN

BOGOR TODAY – Aliansi mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Bogor Raya menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (5/7/2024). Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes atas penyerobotan tanah yang diduga dilakukan oleh pihak tertentu.

Mereka membawa berbagai spanduk dan poster berisi tuntutan agar ATR/BPN segera menyelesaikan kasus penyerobotan tanah yang merugikan warga setempat.

“Kami menduga adanya dugaan tindak pidana kejahatan mafia tanah, pemalsuan tanda tangan, pemalsuan dokumen-dokumen, penyerobotan tanah, dan merugikan Negara diperkirakan milaran rupiah, dengan luas tanah lahan warga kurang lebih seluas 50 hektare,” ungkap  Ketua BEM se-Bogor, Achmad Sobari kepada wartawan.

Menurutnya, penyerobotan tanah ini tidak hanya merugikan warga secara materiil, tetapi juga menimbulkan dampak sosial yang besar. Warga yang kehilangan tanah sering kali harus berjuang untuk mendapatkan hak mereka kembali.

BACA JUGA :  Jaro Ade Sambangi Cigombong, Bantu Majukan UMKM dan Singgung Soal Infrastruktur

Oleh karena itu, ia mendesak BPN Kabupaten Bogor untuk segera membebaskan lahan warga Jasinga yang diklaim telah dibeli oleh PT di Jasinga.

“Sengketa tanah di Wirajaya, Kecamatan Jasinga, penuh dengan kejanggalan. Penegak hukum kini terikat dengan kepentingan oligarki. Saatnya kita melawan penindasan ini,” tegas pria yang akrab disapa Oben ini.

Meski sempat dilakukan audiensi, namun hasilnya tidak memuaskan dan tidak memberikan kejelasan.

“Aksi hari ini tidak menghasilkan solusi atau ketegasan dari BPN Kabupaten Bogor dalam menyelesaikan masalah di Jasinga. Kami akan terus mengawal kasus ini sampai ada tindakan nyata dari pihak berwenang. Warga yang dirugikan harus mendapatkan keadilan,” tegasnya.

BACA JUGA :  Cara Membuat Sup Oyong dan Tahu untuk Menu Makan Malam

Ia menambahkan, bahwa mereka hanya ingin mengetahui sejarah jual beli tanah antara perusahaan dan warga, karena warga tidak pernah merasa ada transaksi jual beli tersebut. Pihak BPN menganggap nomor Surat Hak Milik (SHM) tanah sebagai asumsi, padahal sudah berbentuk sertifikat.

Dalam Undang-Undang Agraria, sambungnya, pemilik yang ingin membuat surat SHM harus mendapatkan persetujuan dari pihak yang mengelola tanah.

“Kami BEM se -Bogor Raya, elemen mayarakat Bogor dan warga Wirajaya Jasinga Bogor meminta keadilan yang seadil adilnya kepada Presiden, Menteri ATR/BPN, pemerintah daerah dan pemerintah pusat,” tuntasnya. ***

Follow dan Baca Artikel lainnya di Google News

Bagi Halaman
======================================
======================================
======================================