JAKARTA , TODAY — Nilai tukar dolar Amerika Serikat (USD) terhaÂdap rupiah, sudah menyentuh level Rp 14.700. Bank Indonesia malah mengkambinghiÂtamkan kebijakan bank sentral Negeri Paman Sam, The Federal Reserve (The Fed) menunda kenaikan bunga acuan.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) HenÂdar mengungkapkan, pelemahan rupiah yang terjadi akibat dari ketidakpastian perekonomian global, utamanya karena belum adanya kejelasan The Fed terhadap acuan suku bunganya.
“Ketidakpastian The Fed, ini berÂdampak ke kita, direspons market seperti itu,†ujarnya saat rapat bersÂama DPD RI, di Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (28/9/2015).
Hendar menjelaskan, kondisi perekonomian global cukup berÂpengaruh terhadap ekonomi dalam negeri.
Dia menyebutkan, perekonoÂmian global saat ini dalam tren melambat, proyeksinya diturunkÂan menjadi 3,6% dari sebelumnya 3,8%. Ini berdampak ke harga koÂmoditas yang juga ikut merosot.
Selain itu, China yang meruÂpakan negara dengan perekonoÂmian terbesar kedua juga tengah mengalami perlambatan ekonomi.
Ini berdampak pada ekonomi Indonesia karena China merupakÂan mitra dagang terbesar IndoneÂsia. “Ini impact-nya besar ke kita, 1% penurunan ekonomi China, impactinya 0,6% ke kita,†katanya.
Terkait hal itu, Hendar meÂnyebutkan, untuk menjaga rupiah tetap stabil, BI akan selalu melakuÂkan intervensi di pasar valuta asing (valas). “Kita tetap harus jaga volaÂtilitasnya. Kita melakukan interÂvensi di pasar valas dan bagaimana mengurangi upaya-upaya demand yang belum perlu. Kita atur menÂgenai rupiah di pasar uangnya. Demand masih cukup tinggi. SupÂplainya terbatas. Ini yang sedang dihadapi,†tegas dia.
Hendar menyebutkan, piÂhaknya melakukan berbagai upaya agar rupiah tetap berada dalam kondisi normal. Saat ini, posisi rupiah sudah kondisi undervalue. “Kita lakukan stress test, kita monÂitor bahwa kita lakukan upaya-upaya lebih. Kita concern, lakukan maksimal,†terang dia.
Hendar masih optimistis jika pergerakan rupiah di tahun deÂpan akan bisa menguat di level Rp 13.900 sesuai dengan asumsi APBÂNP 2016. “Ke depan kita tidak tahu kan, kan masih setahun lagi, jangan dilihat sekarang,†pungkasnya.
Tekanan global tak bisa diÂhindari. Nilai tukar rupiah terÂhadap dolar Amerika Serikat (AS) kian terperosok. Hari ini, dolar AS terus menekan rupiah hingga nyaris Rp 14.700.
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan, kondisi nilai tukar rupiah saat ini sudah dalam posisi undervalue. Dalam poÂsisi fundamental, USD harusnya beÂrada di level Rp 13.300-Rp 13.700.
“Kalau dilihat kurs sekarang sudah semakin undervalue. Kalau fundamentalnya itu Rp 13.300-Rp 13.700 di kuartal ketiga dan keemÂpat,†kata dia saat ditemui di RuÂang Banggar, Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (28/9/2015).
Perry mengatakan, selain kareÂna faktor eksternal, tertekannya niÂlai tukar rupiah disebabkan masalah persepsi. Masyarakat menganggap jika penempatan dana yang paling aman adalah di instrumen dolar AS, yang saat ini terus menguat.
“Di global ada wacana kenaiÂkan Fed fund rate, dolar menguat. Di dalam negeri banyak orang beÂlum perlu beli dolar tapi beli. Jadi, ini masalah persepsi,†terang dia.
Namun, Perry menyebutkan, ketidakpastian tersebut perlahan akan mulai berakhir. Gubernur bank sentral AS Janet Yellen mengisyaratÂkan jika suku bunga acuan AS akan dinaikkan pada Desember 2015. “Madam Yellen sudah sampaikan kenaikan Desember, jumlahnya kecil kemungkinan 25 bps. Setelah itu gradual. Ini kan menunggu. MaÂsalah persepsi. Mudah-mudahan segera diputusjkan agar kepastian itu muncul,†ucapnya.
Untuk menjaga agar dana asing tetap diparkir di dalam negeri, PerÂry menyebutkan, BI sebagai otoriÂtas moneter menyiapkan kebijakan dengan memperpendek holding period untuk SBI yang saat ini satu bulan menjadi satu minggu.
(Alfian Mujani|dtc)