Sedikitnya 38 persen wanita di Kabupaten Bogor menikah dibawah usia 18 tahun dan delapan persen diantaranya menikah dibawah usia 15. Ini merupakan hasil research yang dilakukan LSM Plan International dan Coram Children’s Legal Centre (CCLC). Survei serupa juga dilakukan di Bangladesh dan Pakistan. Di Indonesia, kecamatan yang disurvei Babakanmadang dan Cigudeg, keduanya terletak tidak jauh dari Jakarta.
Oleh : Yuska Apitya Aji
[email protected]
Dalam laporan mereka, berjudul “Getting the Evidence: Asia Child Marriage Initiative†para peneliti menÂgatakan bahwa dalam semua di tiga negara, ada keyakinan luas bahwa “memiliki perbeÂdaan usia antara suami dan istri perlu untuk mengamankÂan dominasi laki-laki dalam rumah tangga “- dengan mayÂoritas responden setuju bahwa pengantin (wanita) muda lebih disukai karena mereka lebih patuh dan menghormati suaÂmi merekaâ€.
Penelitian Indonesia menÂemukan bahwa 38 persen perempuan menikah sebeÂlum berusia 18 tahun dan 7,8 persen menikah bahkan sebeÂlum mereka berusia 15 tahun. Namun, hanya 3,7 persen dari sampel pria menikah telah meÂnikah sebagai anak-anak, dan tidak ada laki-laki menikah di bawah usia 15, kata laporan itu.
Diatur atau dipaksa meÂnikah di kecamatan berpenÂduduk mayoritas Muslim yang disurvei di Bogor ditemukan relatif jarang. Pada saat yang sama, responden Indonesia mengatakan bahwa kehamiÂlan yang tidak direncanakan adalah salah satu pembalap yang paling signifikan dan penting dari pernikahan anak.
Di Bangladesh, semenÂtara itu, survei menemukan proporsi yang sangat tinggi dari perempuan, 73 persen menikah sebagai anak-anak. Di Pakistan, jumlah yang berdiri di 34,8 persen tetapi ada tingkat gadis menikah di bawah 15 tetap relatif tinggi di 15,2 persen. Banyak pria di daerah yang disurvei di Pakistan juga menikah muda, dengan hampir 13 persen dari mereka melaporkan telah mengikat simpul sebelum mencapai usia dewasa. (*)