Ini peringatan bagi para konsumen air minum kemasan galon. Kasus merebaknya virus hepatitis A di lingkungan kampus Institut Pertanian Bogor (IPB), ternyata bersumber dari air galon.
RISHAD NOVIANSYAH|YUSKA APITYA
[email protected]
Hasil penyelidikan yang diÂlakukan oleh Kementerian Kesehatan bersama Dinas Kesehatan Kabupaten BoÂgor, telah mengonfirmasi adanya jejak virus pada air minum galon di asrama dan kantin.
Direktur Jenderal Pengendalian PeÂnyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan, dr HM Subuh, MPPM, mengatakan, hasil tersebut diÂdapat setelah dilakukan uji di laboratoÂrium Balai Besar Teknik Kesehatan LingÂkungan, Jakarta. “Walaupun kantin-kantin itu berÂsih tetapi ada sumber-sumber air dari galon yang kurang higienis dalam hal pengelolaannya sehingga terjadilah hepatitis A,†kata dr Subuh di lingkunÂgan Kementerian Kesehatan, KuninÂgan, Jakarta Selatan, Selasa (15/12/2015).
Untuk mengetahui bagaimana bisa galon-galon tersebut terkontamiÂnasi, rencananya Rabu (16/12/2015) ini akan dilakukan pemeriksaan keseÂhatan di lingkungan kampus. Sasaran pemeriksaan akan ditujukan kepada para penjual makanan atau minuÂman. “Yang kita khawatirkan ini kan satu. Makannya cukup bersih, temÂpatnya bersih, tapi penjamah makanÂnya tidak bersih. Mungkin dia habis buang air besar cuci tangannya tak bersih jadi nempel masih ada (virus, red) 3-4 jam lalu megang makanan,†ujar dr Subuh.
“Besok kita lakukan pemeriksaan kesehatan makanan di IPB sana. Kita ingin melihat, diambil darahnya dan sampel-sampel yang lain sehingga kita bisa lebih pasti,†pungkasnya.
Sementara itu, kondisi kesehatÂan 13 mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) yang masih menjalani perawatan karena virus Hepatitis A sudah berangsur pulih. Bahkan, beÂberapa di antaranya sudah diperboÂlehkan pulang.
Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan IPB, Prof Yonny Koesmaryono, mengatakan, dua maÂhasiswa sudah diperbolehkan pulang Senin kemarin. Kini tersisa 11 mahaÂsiswa yang dirawat di Rumah Sakit Karya Bakhti Pertiwi dan di RS SenÂtra Medika Dramaga tersisa dua maÂhasiswa lagi. “Satu mahasiswa yang dirawat di Rumah Sakit Karya Bakhti Pertiwi bukan karena hepatitis A, tetapi karena magh, jadi hanya ada 12 orang yang dirawat karena virus hepÂatitis,†ujar Yonni, Selasa (15/12/2015).
Yonny menambahkan, mahaÂsiswa yang masih menjalani perÂawatan sudah semakin membaik. Beberapa ada yang sudah bisa jalan-jalan dan beraktivitas di dalam kaÂmar. Mereka menunggu waktu untuk diizinkan pulang.
“Beberapa di antara mahasiswa itu ada yang mau diwisuda Rabu ini, dua orang yang sudah pulang merÂeka dan dua lagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan, dan Fakultas Teknologi Pertanian yang masih diÂrawat,†paparnya.
IPB juga menyatakan, sebagian besar pasien memang merupakan penerima beasiswa tersebut. “Kalau dari keseluruhan yang sudah sembuh belum kami hitung, tapi dari 14 orang yang sampai hari ini masih dirawat di rumah sakit sebagian besarnya memang penerima beasiswa Bidik Misi,†ungkap Yonny.
Ia mengatakan, terdapat sekitar 700 mahasiswa IPB yang menerima beasiswa Bidik Misi selama 2015. Bantuan biaya pendidikan dari DirekÂtorat Jenderal Pendidikan Tinggi itu diperuntukkan bagi mahasiswa yang tidak mampu secara ekonomi namun memiliki potensi akademik baik.
Yonny menyebutkan pemikiran Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Muhammad Firdaus yang mengaitkan kejadian luar biasa (KLB) hepatitis A dengan faktor ekoÂnomi bisa jadi ada benarnya. Meski demikian, perlu dilakukan validasi lebih lanjut untuk analisis itu. “Nanti setelah para mahasiswa pulih, akan kami ajak ngobrol, dengan melibatÂkan komunitas penerima beasiswa tersebut,†kata Yonny.
Apabila memang benar bahwa mahasiswa kesulitan mengatur keuangan untuk hidup sehat dan layak, pihak Rektorat IPB sudah meÂnyiapkan beberapa langkah. Salah satunya, kembali mendesak pemerÂintah untuk meningkatkan besaran beasiswa Bidik Misi.
Selama ini, ungkap Yonny, IPB yang terlibat sejak 2010 dalam bantuÂan beasiswa Bidik Misi telah melakuÂkan sejumlah evaluasi. Pada 2014, IPB mengajukan usulan kepada Dikti untuk meningkatkan besaran beaÂsiswa menjadi Rp 1 juta per bulan.
Hal ini karena, tak sedikit mahaÂsiswa kurang mampu yang membuÂtuhkan bantuan lebih. Uang beasiswa terkadang justru dikirim sebagian unÂtuk keluarga di kampung. “Ada yang begitu, lalu dia cari kerja tambahan, memberi les privat atau jadi asisten dosen,†ujar Yonny.
Meski demikian, ia mengakui proses menaikkan besaran itu tak mudah. Prosedur panjang harus diÂlalui hingga parlemen. Karenanya, IPB juga menggagas solusi cepat yaitu memperbanyak Warung Sehat Murah (Semur). Selama tiga tahun, IPB bersÂama Persatuan Orang tua Mahasiswa (POM) mengelola Warung Semur unÂtuk membantu mereka yang kurang mampu.
Kantin yang telah tiga tahun dikelola itu menjual makanan seÂhat seharga Rp 5.000 per porsi. Ke depan, ungkapnya, IPB berencana memperbanyak Warung Semur agar mahasiswa bisa tetap mendapatkan makanan sehat dengan harga terjangÂkau. “Namun sekali lagi, kami akan pastikan terlebih dahulu keterkaitan antara Hepatitis A dan faktor ekonoÂmi tersebut,†katanya, menegaskan.
Selain itu, kata Yonny, pihak kampus sudah berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Bogor untuk menggagas pembenahan tata ruang di Babakan Raya di mana mayoritas mahasiswa tinggal.
Pembenahan itu meliputi penÂgaturan jarak antar rumah, jarak suÂmur dan septic tank, dan lain-lain. Aturan tersebut diharapkan bisa terealisasi pada tahun depan. “Pak Rektor sudah berdiskusi dengan Ibu Bupati dan Alhamdulillah beliau berkomitmen untuk pembenahan Babakan Raya,†ujar Yonny.
Hingga Selasa pagi (15/12/2015), kata Yonny, tercatat 14 mahasiswa masih diopname karena positif mengidap hepatitis A. Sebanyak 11 di antaranya dirawat di RS Karya Bhakti Pratiwi dan tiga orang lainnya dirawat di RS Medika Dramaga.
Jumlah tersebut, ujarnya, berfÂluktuasi dalam hitungan hari. SejumÂlah mahasiswa yang telah sembuh total telah diperbolehkan pulang.
Sebelumnya diberitakan, puluÂhan mahasiswa IPB terserang peÂnyakit Hepatitis A dalam dua bulan terakhir. Kasus ini membuat IPB menetapkan status Kejadian Luar BiÂasa (KLB).