Oleh: Ryanti Suryawan
Aktivis Sosial dan pemerhati anak jalanan
Apa yang Terjadi Sesungguhnya?
Kita bisa lihat di meÂÂdia, banyak berita Kehebohan demi kehebohan terus terÂÂjadi, dengan banyak kasus hukum yang Tebang Pilih, terutama Kasus Korupsi, isue terorisme, yang juga tak jelas bagaimana sikap pemerintah, selain dari timbul tenggelamnya pemberitaan itu di media masa. Kehebongan berlanjut masalah PHK besar-besaran yang nyata-nyata kita lihat dari Gelombang Demo buruh yang terjadi Sabtu 06-02-2016 lalu. Kemungkinan besar demo buruh ini akan berÂÂlanjut terus entah sampai kapan, tergantung bagaimana penyelesaÂÂian pemerintah terhadap hal ini.
Pemerintah jangan anggap enteng masalah PHK ini, karena ini menyangkut jutaan orang yang terancam penghidupanÂÂnya, karena sumber penghasilan yang terputus. Makin maraknya Fenomena penutupan Pabrik Manufacture dari investor asing ini, sudah pasti akan menaikan jumlah PHK yang berkelanjuÂÂtan. Bagaimanapun alasan pejaÂÂbat pemerintah, bahwa itu tak pengaruh dengan pertumbuhan ekonomi, bagaimanapun disampÂÂing Situasi perekonomian Global yang tak kunjung membaik yang berdampak pada penerimaan dan pengeluaran Negara, maka secara logika sederhana pastilah hal ini akan menimbulkan tekanÂÂan perekonomian, dimana daya beli rakyat akan turun ditambah berakibat lesunya perekonomian nasional.
Sudah saatnya pemerintah dalam membuat program kebiÂÂjakan bukan bersifat asal jadi, pencitraan dan asal tayang. ProÂÂgram pembangunan dan antisipasi dampaknya harus dibuat perenÂÂcanaan yang matang, terarah, terukur dan dapat dipertanggung jawabkan dari segi penggunaan keuangan negara, maupun legaliÂÂtasnya. Kita lihat apa yang telah kejadian, dimana program yang tadinya digembar- gemborkan seakan program yang The Best, ternyata, mulai terbuka kelemaÂÂhannya satu persatu. Kita ambil contoh Program Pembangunan KA Cepat jakarta Bandung yang sampai sekarang masih jadi konÂÂtroversial, dimana masalahnya terÂÂkesan Pemerintah tak terbuka dan transparan, bahkan antar instansi sendiri saling menutupi apa yang telah disepakati dengan investor. Ini menggambarkan pemerintah sendiri Tak taat azas pada ManajeÂÂmen Pemerintahan yang baik yang mencirikan Good Govermance (Pemerintahan Bersih).
Program ini dipersoalkan banÂÂyak pihak terutama dianggap tak tepat guna dari skala prioritas, dimana masih banyak program yang lebih penting, kalau bicara infrastruktur yang betul-betul dirasakan untuk menaikan kesÂÂejahteraan Rakyat. Banyak daeÂÂrah terpencil yang membutuhkan jalan, jembatan dan fasilitas lain, untuk memperlancar kegiatan perekonomian rakyatnya. KenaÂÂpa mesti harus membuat proyek yang hanya dinikmati golongan menengah ke atas, yang tak berÂÂdampak pada kesejahteraan rakyÂÂat banyak yang jauh lebih membuÂÂtuhkan perbaikan infrastruktur.
Selain itu banyak pakar EkoÂÂnomi yang menyatakan Proyek ini tak masuk akal dari segi pembeÂÂlian yang dianggap ada kemungÂÂkinan Mark Upnya, dan dari sisi kemampuan bayar dan tingkat pegembalian investasi , dimaÂÂna jaminan kemampuan bayar negara terhadap hutang, pada investor cenderung mengancam pemindahan 3 Bank BUMN ke tangan Asing (China)
Pemerintah seharusnya hati-hati ditengah kelesuan perÂÂekonomian Global, kehebohan politik yang berimbas pada staÂÂbilitas perekonomian dalam negÂÂeri, fundamental perekonomian menyangkut pendapatan dan pengeluaran pemerintah sendiri, dalam mengambil kebijakan beÂÂsar, yang melibatkan uang Negara Trilyunan rupiah dibandingkan dengan kemanfaatan proyek/ kebijakan itu sendiri. Pemerintah seharusnya fokus menutup lobang kelemahan yang ada, melakukan Urut pengerjaan pemÂÂbangunan berdasarkan skala Prioritas. Pemerintah jangan berÂÂnafsu terlalu jauh, bangun ini itu, beli ini itu, sementara keuangan Negara masih mengandalkan huÂÂtang. Dalam resesi Global begini pemerintah tak perlu memikirÂÂkan Indonesia sampai 50 tahun kedepan, dan harus mengkaji, memutuskan dan melaksanakan, perbaikan terhadap kekurangan yang ada, yang betul-betul meÂÂnyentuh Kesejahteraan rakyat banyak.
Pemerinta jangan mengumbar keuangan negara tanpa pengkajiÂÂan dan perhitungan yang matang, menyangkut, jumlah pembiayaan, sumber dana yang mengandalkan pembiayaan dari hutang. PemerÂÂintah jangan gara-gara mengakoÂÂmodasi nafsu kemudian mengejar pembangunan yang sebetulnya tak urgent bagi kesejahteraan rakyat banyak dengan pembiÂÂayaan trilyunan. Itu akan hanya sebatas mewujudkan pencitraan untuk tampilan, yang akhirnya memaksakan diri tanpa memperÂÂhitungkan kemampuan keuangan negara dalam pembiayaannya. Pemerintah harus bijak mengkaji kondisi perekonomian yang lesu, bila terjadi perlambatan yang terÂÂus menerus juga akan berakibat pada ketahan dan kelangsungan pemerintahan itu sendiri.
Pemerintah juga harus memÂÂperhatikan Hambatan lain yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana tata kelola efektifitas dan effisiensi Manajemen PemerÂÂintahan itu sendiri.
Hal itu sangat mempengaÂÂruhi kelancaran proses pembanÂÂgunan itu sendiri. Akan sangat sulit memperbaiki Perekonomian yang ada, apalagi ingin memacu pertumbuhan perekonomian, di saat mana dalam pemerintahan itu sendiri sering terjadi mis koÂÂmunikasi, disorientasi program, dan mis koordinasi antar lembaÂÂga pemerintahan terkait.
Inilah hal yang diperlihatkan pada public selama ini, dimana terkesan seakan manajemen pemerintahan tak berjalan seÂÂbagaimana layaknya, dan berÂÂdampak pada efektifitas progres pembangunan itu sendiri. BanÂÂyak program tersandera ego sekÂÂtoral masing-masing kementerian lebih mencuat daripada progres dari program itu senidri, padaÂÂhal Program-program lintas deÂÂpartemen itu sudah diprose dan diputuskan di sidang kabinet, ini mengindikasikan bahwa manajeÂÂmen pemerintahan seakan jalan suka-suka, dan oleh masing-masÂÂing instansi. semua berkreasi dan jalan sendiri-sendiri,,
Akhirnya program akan berÂÂmasalah, dan jadilah akan saling salah menyalahkan. Apa yang diharapkan pembangunan akan terlaksana sebagaimana mestinya ketika dalam proses kewajaran dan keharusan yang sudah dipuÂÂtuskan, lantas dijalankan suka-suÂÂka dan diterapkan main sandera, heboh antar instansi. Jika manajeÂÂmen pemerintahan Indonesia ini belum diperbaiki, maka situasi perekonomian kita akan memÂÂburuk, dan akan terus terpuruk, jauh lebih terpuruk dari kejadian 1998 sebagai akibat disamping dari Resesi Global dan kawasan. Yang menyebabkan Eksport meÂÂlemah, sementara harga minyak dunia terus anjlok dan ditambah penerimaan negara dalam sektor pajak jiga defisit dari target.
Kita bias meramalkan bahÂÂwa dengan kondisi demikian, ditambah dengan KenekaÂÂtan Pemerintah tetap jor-joran dalam membangun Infrastruktur tanpa perhitungan yang matang, dan cenderung mengandalkan hutang, maka Perekonomian InÂÂdonesia akan Ambruk.
ini disebabkan karena banÂÂyak kewajiban yang timbul atas semakin membengkaknya hutaÂÂng akan memberatkan perekonoÂÂmian Negara, karena yang dibuat juga bukan atas perhitungan kemampuan pemerintah mengÂÂhasilkan dana sendiri , semenÂÂtara pembangunan dipaksakan akan lebih parah lagi bila sumber pendapatan atas Investasi dan perhitungan pengembalian huÂÂtang yang tak akurat, sehingga dengan gampangnya mengagungÂÂkan BUMN , akan mengakibatkan Indonesia lumpuh total.
Indonesia akan gagal bayar, dimana kejadian pastinya kewaÂÂjiban Hutang semakin memberÂÂatkan dan menekan APBN setiap tahunnya, untuk pembayaran cicilan, dan akan jadi lebih parah bila terjadi kembali goncangan perekonomian kawasan, yang akan pasti menyebabkan KEÂÂBANGKRUTAN EKONOMI dan keÂÂhilangan Aseet strategis negara.
Bila pemerintah tak mau koreÂÂksi dan memperbaiki diri, jangan harap kita bisa keluar dari situasi perekonomian yang semakin suram ini. Kepala Pemerintahan harus sadar bahwa Perbaikan Bisa Terjadi Sangat Tergantung bagaimana Kepemimpinannya bisa mengelola pemerintahan yang baik, dengan meminimalÂÂisasi kehebohan yang ada, dan punya prinsip yang kuat terhadap upaya menyejahterakan rakyatÂÂnya, tanpa tekanan dari pihak manapun juga. (*)