DALAM beberapa waktu terakhir, satu hal yang menarik perhatian di negeri ini adalah kemunÂculan sejumlah hal yang serba palsu. Ada kasus beras palsu, vaksin palsu, ijazah palsu dan yang terbaru adalah kartu BPJS palsu. Ada kosmetik palsu, lada palsu, pupuk palsu dan uang palsu. Ada juga janji-janji palsu dari para politisi dan pemimpin atau penguasa.
Kemunculan sejumlah hal yang serba palsu itu tentu membuat kita bertanya-tanya: MengaÂpa semua ini bisa terjadi? Mengapa pula kasus-kasus seperti itu terus saja berlangsung dan seoÂlah tidak ada penyelesaiannya secara tuntas?
Kemunculan sejumlah hal yang serba palsu itu secara umum didorong oleh motif ekonomi maupun motif politik dan kekuasaan. Motif ekonomi tampak, misalnya, dalam kasus puÂpuk palsu, lada palsu dan uang palsu. Motif ekonomi yang dimaksud adalah motif untuk mendapat harta atau keuntungan dengan cepat dan besar. Adapun motif politik dan kekuasaan di antaranya tampak dalam kasus ijazah palsu yang diduga dilakukan oleh sebagian politisi dan pejabat. Motifnya adalah untuk meraih jaÂbatan dan kekuasaan.
Motif ekonomi untuk mendapat harta atau keuntungan dengan cepat dan besar itu sebenaÂrnya tidak apa-apa jika dilakukan dengan cara-cara yang benar. Motif politik (meraih jabatan dan kekuasaan) juga tidak masalah asal dilakuÂkan dengan cara yang benar dan digunakan untuk tujuan yang benar. Tentu benar sesuai syariah. Namun, kemunculan hal-hal palsu itu menandakan bahwa motif ekonomi maupun motif politik dan kekuasaan itu diwujudkan dengan menggunakan segala cara. Itu artinya doktrin yang dipakai adalah doktrin machiaÂvelli, yaitu bahwa tujuan menghalalkan segala cara. Demi mendapat keuntungan dan demi meraih jabatan dan kekuasaan, cara-cara yang salah dan bahkan merugikan masyarakat pun digunakan.