Semua itu terjadi karena berpangkal pada akidah sekularisme. Sekularisme adalah peÂmisahan agama dari kehidupan. Dengan sekuÂlarisme maka hal-hal palsu itu dianggap tidak ada hubungannya dengan dosa. Dosa dianggap semata-mata masalah agama, sementara menuÂrut akidah sekularisme agama tidak boleh hadir dalam urusan kehidupan.
Kemunculan hal-hal yang serba palsu secara berulang dan terus-menerus itu adalah cermin dari kegagalan sistem sekular saat ini. Dengan kata lain, sistem sekular gagal menghentikan semua kepalsuan itu secara tuntas.
Kegagalan sistem sekular dalam mengatasi hal-hal yang serba palsu itu di antaranya karena memang sistem ini cacat. Ambil contoh adalah terus berulangnya janji-janji palsu dari politisi, pemimpin atau penguasa. Hal itu karena sistem politik demokrasi yang ada mendorong para politisi bersaing dengan segala cara untuk meÂmikat rakyat agar memilih mereka. Salah satu caranya adalah dengan menebar banyak janji, terlepas apakah nanti bisa diwujudkan atau tiÂdak. Janji-janji palsu itu aman-aman saja dilakuÂkan sebab tidak bisa disentuh secara hukum selama janji-janji politik itu tidak diatur atau dituangkan dalam suatu peraturan perundang-undangan. Di sisi lain, dalam berbagai kasus hal-hal palsu, penanganan oleh aparat terkesan lambat dan tidak tuntas.(*)