JAKARTA, TODAY — Setelah Yunani dinÂyatakan bangkrut, karena tidak mampu memÂbayar utang 1,54 miliar euro setara Rp 22 triliun kepada International Monetary Fund (IMF), sejumlah negara ikut cemas. Tak terkecÂuali Indonesia yang memiliki hubungan cukup dekat dengan Negeri para dewa itu.
Jubir Kementerian Luar Negeri, ArrmÂanatha Nasir mengatakan, Indonesia memiÂliki hubungan baik dengan Yunani. Dari kerja sama ini, Indonesia memperoleh keuntungan USD 200 juta per tahun.
“Tidak besar tapi signifikan. Kita melihat akan berdampak seÂdikit pada segi ekspornya. Banyak produk-produk kelapa sawit dan pertanian di sana (Yunani),†ujar Arrmanatha di Kemenlu jalan PeÂjambon, Jakpus, Kamis (2/7/2015).
Pria yang akrab disapa Tata ini menjelaskan, di Yunani terdapat total 1.040 WNI. Dengan bangkÂrutnya Yunani, menurut Tata sanÂgat berdampak pada perekonoÂmian para WNI tersebut.
“Umumnya mereka (WNI) bekerja di sektor informal. DenÂgan melambatnya perekonomian di sana akan berdampak pada mereka. Kehilangan pekerjaan dan harus kembali ke Indonesia,†terangnya.
Yang paling terdampak besar terhadap krisis yang melanda YuÂnani, Tata menilai negara-negara EU akan merasan dampaknya. “Tapi eksposur EU memang suÂdah terlalu besar sejak 2010,†tuÂtupnya.
Yang paling dicemaskan oleh kalangan dunia usaha di IndoneÂsia, dampak dari bangkrutnya YuÂnani adalah terjadinya penguatan nilai tukar dolar Amerika Serikat (USD) secara ekstrem terhadap mata uang rupiah. Saat ini, nilai tuÂkar USD terhadap rupiah bertahan di level Rp 13.400. Para pengaÂmat pasar uang memperkirakan, dalam tiga bulan ke depan USD bisa naik ke level Rp 17.000. Jika ini terjadi, maka sejumlah industri dalam negeri yang sebagian bahan bakunya bergantung impor akan sangat terpukul.
Namun menguatnya nilai tuÂkar USD terhadap rupiah akan menjadi berkah bagi perekonomiÂan Indonesia, jika diimbangi denÂgan pertumbuhan ekspor secara signifikan. Dengan catatan, devisa hasil ekspornya tak diparkir di SinÂgapura seperti yang terjadi selama ini.
Pihak otoritas moneter sendiri sudah melakukan sejumlah langÂkah untuk mencegah kian terpuÂruknya nilai tukar rupiah terhadap sejumlah mata uang asing, teruÂtama USD. Salah satu kebijakan yang sudah dijalankan per 1 Juli lalu adalah larangan menggunakÂan mata uang asing terutama USD dalam semua transaksi yang diÂlakukan di wilayah hukum Negara Republik Indonesia. Larangan ini dituangkan dalam surat edaran Bank Indonesia (BI).
Presiden Joko Widodo sendiri sangat aktif menyuarakan pengÂhematan devisa, antara lain melaÂrang seluruh instansi pemerintah dan BUMN membeli kapal laut dari luar negeri. Jokowi minta seÂluruh industri strategis digalakkan untuk memproduksi kebutuhan alat transportasi seperti kapal laut, kereta, pesawat udara yang sedang dikembangkan PT DirganÂtara, dan juga persenjataan yang selama ini sudah diproduksi PinÂdad.
Sayangnya, masih begitu banÂyak bahan pangan yang harus diÂimpor untuk memenuhi kebutuÂhan pasar dalam negeri. Mulai dari gula, beras, kedelai, daging, bawaÂng putih, bawang merah, bahkan ubi kayu alias singkong ternyata juga harus inpor dari Vietnam.
(Alfian Mujani)