JELANG jalan sehat KAHMI Forever, Sabtu : 6 Februari 2016, beberapa saat saya sempat berbincang dengan Walikota Bogor, Bima Arya. Saya suka dengan gagasannya tentang pembangunan kota sejuta taman. KonÂsep pemikirannya jelas. Saya juga sempat berbincang dengan beberapa guru besar dan doktor lulusan IPB yang hadir di Kebun Raya Bogor itu.
Oleh : Bang Sem Haesy
ADA spirit kuat membanÂgun Bogor ke depan, berÂbasis pencapaian prestasi dan kejayaan di masa lalu. Pembangunan yang beroÂrientasi ke jaman baru, dengan berpijak pada diÂmensi kultural sebagai inner energy yang memang sudah dimiliki Bogor secara historis.
Di hadapan lebih lima raÂtus peserta jalan sehat, itu, yang di antaranya adalah Dr. Akbar Tandjung, Menteri Agraria Ferry Mursidan Baldan, Sejumlah Anggota DPR RI, Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Adhyaksa, Bupati Buton Utara, sejumlah Rektor, guru besar, dan lainÂnya, Bima menegaskan ulang menjadikan Bogor bukan sebaÂgai kota “Sejuta Angkot†melÂainkan kota “Sejuta Taman.â€
Spirit yang senafas dengan aksi yang dilakukan Prabu SiliÂwangi dan Prabu Surawisesa, ini tentu perlu perencanaan amat matang. Antara lain denÂgan mengeksplorasi partisipaÂsi kongkret masyarakat Bogor. Partisipasi sosial merupakan kata kunci, dan mulai digerakÂkan dari hal-hal yang paling sederhana. Khasnya dalam menjaga dan memelihara lingÂkungan. Penghijauan kembali wilayah yang mengalami peÂnurunan kualitas lingkungan.
Partisipasi sosial itu sangat penting dalam keseluruhan konteks menjadikan kembali Pajajaran dan Pakuan – Jawa Barat dan Bogor di masa kini dan nanti, sebagai bagian dari keberjayaan Indonesia yang gemilang. Keberjayaan wilayah dan pemimpinnya, yang dicontohkan dari masa lalu, berdasarkan kesadaran satu visi, satu arah kepemÂimpinan, satu wilayah yang rakyatnya bahagia dan seÂjahtera: watu gilang PajajaÂran, watu gilang sang niskala, baheula sa balegandrung, sa sunda, sa diliwangi, gemah riÂpah kerta murti.
Partisipasi sosial yang mesti diolah-kembangkan dengan spirit kebersamaan dalam irama gerak langkah (program dan aksi) yang dibangun di atas harmonitas, di atas kesadaran kolektif dari perenungan kolekÂtif juga, perlunya kebersamaan membangun wilayah (kota dan kabupaten) yang ideal sebagai arena hidup berkehidupan: Urang mindeng jejeumplangan ngajemplang-jemplingkeun diri, kalangkang baheula sa PajajaÂran, sa Prabu, sa Balegandrung. Nu gandrung ka Sunda tandang.
Kesadaran kolektif untuk bergegas agar tidak tertingÂgal isyarat zaman, isyarat perubahan transformatif era zaman global dengan segala karakternya. Jangan terlamÂbat. Karena isyarat itu sudah bergema di mana-mana, di seÂluruh wilayah negeri dan bahÂkan dunia. Untuk kemudian bergegas bersama-sama untuk duduk bersama merancang masa depan lebih baik.
Bergerak ke ruang-ruang musyawarah dan partisipasi, untuk berkontribusi menyamÂpaikan pemikiran segar dan visioner melakukan pembanÂgunan: Ulah rek kabeurangan di Pelung ngalingkung lembur. Hudang urang rarancagan. Rancag batan kuda lumpat, tarikna ku dedegungeun. KeÂbat ka ka Bale Rancage. Hayu di ditu gebur gumebyar.
Walikota, Bupati, pemerÂintah Kota dan Kabupaten, Kampus, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan seluruh komÂponen dan eksponen rakyat, kudu bersatu merumuskan masa depan dan strategi penÂcapaiannya yang lebih baik.