PEMERINTAH Indonesia membentuk Komite Nasional Keuangan Syariah yang dipimpin langsung Presiden Joko Widodo. Ini dilakukan untuk merespon kian besarnya potensi industri keuangan syariah.
Oleh : ALFIAN MUJANI
[email protected]
Gubernur Bank InÂdonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan, komite tersebut sebenarnya sudah jauh lebih dulu ada di beberapa negara. Khususnya di Malaysia dan InÂggris, yang membuktikan berÂjalan efektif untuk mendorong industri keuangan syariah di masing-masing negara.
“Jadi kalau lihat di MalayÂsia, itu ada namanya Malaysia Internasional Islamic Financial Center, itu di bawah Perdana Menteri, kalau UK di bawah perdana menteri juga, ada Task Force untuk Keuangan Syariah. Jadi untuk IndoneÂsia koordinasi antar otoritas itu akan jauh lebih cepat bila dibentuk komite ini. Jadi saya melihat strategis dan meski keÂlihatannya sederhana,†terang Agus di Istana Negara, Jakarta, Selasa (5/1/2016)
Menurut Agus, ini bukan hanya perbankan, pembiayaan dan pendanaan, tapi juga asurÂansi pasar modal, wakaf, zakat bisa dikembangkan. ‘’Nanti kaÂlau seandainya komite bisa disuÂsun dan bisa dipilih direksi yang profesional, ini akan bisa cepat, akan melihat bentuk yang selaÂma ini ada hambatan struktural itu diterobos,†paparnya.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Haddad menamÂbahkan, saat ini total pembiayaan kredit mencapai Rp 4.000 triliun, sedangkan pembiayaan dari sektor perbankan syariah hanya mencapai sekitar Rp 276 triliun. “Potensinya besar, sekarang jumlah kredit saja Rp 4.000 triliun lebih. PembiayÂaan syariah baru Rp 276 triliun tadi,†ujar Muliaman.
Padahal dari dana tersebut, bisa dipergunakan untuk pemÂbangunan infrastruktur yang direncanakan oleh pemerinÂtah. Seperti jalur kereta api, jalan, pelabuhan, bandara dan yang lainnya.
“Jadi saya kira bagaimana juga mengajak syariah conÂcern terhadap infrastruktur, bagaimana juga mengajak pembiayaan syariah conÂcern untuk transportasi dan sebagainya. Jadi dia tidak hanya yang mikro-mikro tapi juga yang besar-besar. Dan itu potensinya besar sekali,†jelasnya.
Dari sisi asuransi syariah, posisi terakhir tercatat Rp 24,57 triliun. Kemudian pasar modal syariah, meliputi saham mencapai Rp 2.600 triliun, sukuk korporasi Rp 9,90 triliun, reksa dana syariah Rp 11,02 triliun, sukuk negara Rp 296,07 triliun. “Angka tersebut masih sangat keÂcil,†kata Muliaman.