B1(1)SATU tim mahasiswa Indonesia dari Insti­tut Pertanian Bogor (IPB) diangkat menjadi satu dari dua pemenang Global Design for UNICEF Challenge, menempatkan negara ini pada panggung global inovasi pemuda.

Oleh : Latifa Fitria
[email protected]

Tim yang beranggotakan lima pelajar dari IPB ini mengembangkan “We are Siblings”, sebuah proyek dukungan sesama bagi anak-anak yang mengalami bullying di sekolah dan untuk meningkatkan ke­sadaran masyarakat tentang kekerasan terhadap anak. Tim lain yang juga memenangi kompetisi ini berasal dari Nikaragua dengan proyek ber­nama “HealthConnect”.

“Saya memilih topik ini karena saya pernah menjadi korban bullying, tapi untungnya saya mendapat dukungan dari keluarga saya.Tapi apakah semua anak mendapatkannya? Saya rasa tidak, dan itulah mengapa saya dan tim saya in­gin membuat sesuatu yang bisa memberikan du­kungan kepada anak-anak sebagaimana diberi­kan oleh keluarga saya,” ucap Aldila Setiawati, salah satu anggota tim

Lebih dari 50 tim dari 7 universitas di 6 neg­ara (Chile, Indonesia, Kosovo, Lebanon, Nikara­gua dan Zambia) mengikuti kompetisi ini, dan kedua pemenang tersebut menciptakan konsep yang orisinil dan layak, serta mematuhi Prinsip Inovasi UNICEF.

Tim “We are Siblings” memperluas model “Big Brothers Big Sisters” yang telah terbukti suk­ses, menggunakan teknologi seluler dan internet untuk menghubungkan anak-anak yang pernah mengalami atau rentan terhadap kekerasan di lima pulau utama di Indonesia, Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.

BACA JUGA :  Siapkan Sekolah Gratis, Sahira Hotels Group Gandeng PKBM Bakti Nusa

Dengan model ini, seorang relawan (“mas bro” atau “mbak sis”) berusia 18 – 25 tahun akan dihubungkan dengan lima anak berusia 10 – 17 tahun dari kelima pulau tersebut. Mereka adalah anak-anak yang pernah mengalami bullying atau kekerasan di sekolah, di masyarakat atau di rumah. Para relawan tersebut harus berinteraksi dengan “saudara” mereka minimal seminggu sekali, untuk menjadi pendengar dan motiva­tor yang baik, serta memberikan informasi ten­tang cara-cara menghadapi kekerasan. Seorang “duta” di setiap pulau akan memonitor program ini, termasuk dengan memberikan training ten­tang penggunaan sosial media dan mengumpul­kan data mengenai korban-korban kekerasan.

Bullying adalah masalah serius di Indone­sia, di mana 40 persen pelajar usia 13-15 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dari teman sekolah dalam kurun waktu 12 bulan terakhir, menurut Global School-based Student Health Survey (GSHS) 2007. Separuh dari semua anak yang disurvey juga melaporkan pernah di-bully di sekolah, salah satu rata-rata tertinggi di du­nia.

Global Design for UNICEF Challenge adalah sebuah kompetisi online untuk mendorong pem­ecahan masalah dan kolaborasi local seputar masalah-masalah internasional yang mendesak. Para pelajar berfokus pada pengembangan cara-cara inovatif untuk beberapa tantangan utama di negara ini, termasuk rendahnya pencatatan kelahiran, pengurangan risiko bencana alam serta masalah buang air besar sembarangan.

“Melibatkan pemuda dalam memecahkan masalah pembangunan sangat penting karena kreativitas dan semangat mereka dapat men­ginspirasi solusi-solusi baru dari perspektif yang berbeda,” ucap Saskia Mostadjab, Youth Focal Point for Innovation and Engagementdi UNICEF Indonesia.

BACA JUGA :  Siapkan Sekolah Gratis, Sahira Hotels Group Gandeng PKBM Bakti Nusa

Innovatin Lab UNICEF Indonesia mulai mengembangkan partnership dengan dua uni­versitas, IPB dan ITB, pada awal tahun 2014 un­tuk melibatkan pelajar-pelajar terbaik mereka dalam berinovasi bagi anak-anak Indonesia.

Lebih dari 130 mahasiswa Indonesia dari kedua universitas tersebut bergabung dalam 33 tim dan mengajukan ide-ide untuk edisi 2014 dari kompetisi tersebut. Dalam tiga bulan, tim-tim ini mengembangkan ide proyek mereka den­gan melibatkan penasihat dan masyarakat.

Tim pemenang yang lain, “HealthCon­nect”, bertujuan untuk mendesain ulang system pelayanan kesehatan di Nikaragua. Para pelajar mengembangkan pendekatan terpadu untuk mengatasi hambatan akses layanan kesehatan, seperti kurangnya informasi serta perjalanan yang panjang dan mahal menuju klinik-klinik kesehatan. Rencana mereka meliputi system data infografis berbasis seluler untuk diagnostik dan perawatan jarak jauh dari petugas kesehat­an yang dilengkapi dengan penguatan jaringan komunitas dan sumber daya lokal di Nikaragua. Cari tahu lebih lanjut tentang proyek mereka di sini.

Dalam beberapa bulan ke depan, tim-tim pemenang akan bekerja dengan kantor UNICEF di Indonesia dan Nikaragua dan dengan mitra-mitra pelaksana UNICEF untuk mengembang­kan dan menguji ide-ide mereka lebih lanjut di lapangan. (*)

============================================================
============================================================
============================================================