IMG_6825Inspektur Polisi Satu (Iptu Pol.) Happy Saputra merupakan segelintir warga Indonesia keturunan China yang menjadi perwira polisi, sebuah pilihan yang dibentuk oleh sikap keluarganya yang tidak disi­bukkan oleh sebutan sebagai kelompok minoritas.

Oleh : Latifa Fitria
[email protected]

Mama selalu bilang ‘kamu beda, tetapi bukan berarti berbeda’. Dalam arti tak boleh membeda-bedakan diri, walaupun kamu keturunan China, tetapi kamu tetap harus berbaur,” kata Iptu Pol. Happy Saputra yang lulus dari Sekolah Akademi Kepolisian di Semarang, dua tahun lalu.

Lelaki kelahiran 4 Juli 1984 ini lulus ce­merlang dari akademi kepolisian sebagai 20 orang lulusan terbaik. Dia sempat pula dipi­lih mengikuti pertukaran taruna kepolisian ke Korea Selatan dan Jepang.

Namun demikian, Perwira Pertama (Pama) ini, Happy Saputra yang punya nama lain Law Kwan Kwang ini mengaku apa yang dilakoninya sekarang tidak datang dengan tiba-tiba.

BACA JUGA :  Agar Rambut Sehat, Konsumsi Racikan Minuman Detoks Ini Secara Rutin

Nasihat sang ibu agar dia berbaur den­gan warga mayoritas etnis Betawi di lingkun­gan tempat tinggalnya di kawasan Kalisari, Jakarta Timur, membuatnya tidak pilih-pilih teman. “Saya pun berteman dengan tukang ojek (di lingkungan tempat tinggalnya), karena saya suka motor. Sehingga ke­tika saya dewasa, mereka tahu saya. Mer­eka bahkan menyebut saya ‘Oh itu Si Acong anaknya Soi Song’… Mereka menyebut hal seperti itu bukan untuk menjelekkan, tapi cuma label, karena banyak panggilan saya, seperti Acong, Ahong, Encek, Cokin. Tapi saya senang,” tandas anak ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan Syahrial Efay dan Songgowati Tjoeng ini.

Sikap seperti ini kemudian mengan­tarnya masuk Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN), yang lebih dari 85 persen siswanya beragama Islam dan bukan etnis China. Di SMA Negeri 98 ini, Happy Sa­putra kemudian bersahabat dengan teman-teman Muslim. Salah-seorang sahabatnya itulah yang kemudian mendorongnya masuk Akademi Kepolisian, setelah dia meraih titel sarjana dari Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Bina Nus­antara (Binus).

BACA JUGA :  Wajib Tahu! Cara Melancarkan BAB Secara Alami, Bisa Cegah Sembelit Juga

Pergaulannya yang melam­paui latar etnis, juga mem­buat Happy Saputra dan keluarganya tidak begitu khawatir ketika kerusu­han berbau etnis meledak tahun 1998 di sebagian wilayah Jakarta.

Di saat kepanikan tim­bul melanda kelompok et­nisnya, ibunya, Songgowa­ti Tjoeng kembali menjadi sandaran Happy Saputra yang saat itu beranjak rema­ja. Juga teman-temannya secara tulus memberi per­lindungan terhadap dirinya. “Karena sejak kecil bermain dengan mereka, sehingga mer­eka tahu bahwa keluarga saya tidak seperti di media massa yang menutup diri. Dan terbukti, saat kerusuhan itu, kawasan tem­pat saya tinggal aman-aman saja,” jelasnya.

============================================================
============================================================
============================================================