Opini-HeruGANTI menteri, ganti kebijakan, itu yang terjadi di negeri ini. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Ristekdikti) berencana menelurkan kebijakan baru. Yakni tidak mewajibkan penulisan skripsi sebagai syarat kelulusan program sarjana (S1). Motivasinya untuk menekan potensi kecurangan penyusunan tugas akhir itu.

Oleh: HERU BUDI SETYAWAN, S.Pd.PKn
Guru PKn SMA/SMK Informatika Pesat

Rencana skripsi bukan kewajiban lagi itu, disampaikan lang­sung Menristekdikti Muhammad Nasir. Menurut mantan rektor Undip ini, penulisan skripsi sedang di­kaji menjadi syarat opsional saja untuk lulus sarjana. Opsi untuk lulus selain menyusun skripsi, yakni mengerjakan pengabdian ke masyarakat atau laporan pene­litian di laboratorium. “Ini masih dikaji,” sebutnya.

Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Herry Suhardiyanto, menjelaskan perlu dikaji akar masalah sehingga skripsi tidak lagi menjadi syarat lulus program sarjana. “Jika penyebabnya dipicu maraknya praktek jasa penulisan skripsi, masalah itu saja yang perlu dihentikan bersama-sama,” ujarnya. Herry menuturkan, pro­gram sarjana itu jenis pendidikan akademik. Selama ini mahasiswa yang akan lulus, wajib menyu­sun skripsi. Jangan sampai ketika skripsi tidak wajib lagi, program sarjana malah seperti program vo­kasi (politeknik).

Dia mengatakan, untuk mengatasi masalah jual-beli atau jasa penulisan skripsi, atau bahkan penjiplakan skripsi, bisa dilaku­kan dengan penyesuaian keten­tuan penulisan skripsi. Misalnya dengan pemanfaatan atau op­timalisasi teknologi informasi. “Dengan database skripsi yang kuat, bisa mudah mendeteksi du­plikasi skripsi,” jelasnya. Herry juga menuturkan di IPB sudah ada aturan baru penyusunan skripsi. Diantaranya adalah menyusun skripsi tidak harus tebal. Tapi harus mengutamakan berisi data-da­ta yang diperoleh sendiri. Kemu­dian bimbingan dosen skripsi juga harus intensif, sehingga maha­siswa tidak kesulitan menganalisis data hingga menarik kesimpulan.

Skripsi adalah istilah yang digunakan di Indonesia untuk mengilustrasikan suatu karya tu­lis ilmiah berupa paparan tulisan hasil penelitian sarjana S1 yang membahas suatu permasalahan/ fenomena dalam bidang ilmu tertentu dengan menggunakan kaidah-kaidah yang berlaku, yaitu metode ilmiah. Skripsi bertujuan agar mahasiswa mampu menyu­sun dan menulis suatu karya ilmi­ah, sesuai dengan bidang ilmunya. Mahasiswa yang mampu menulis skripsi dianggap mampu me­madukan pengetahuan dan keterampilannya dalam memahami, menganalisis, menggambarkan, dan menjelaskan masalah yang berhubungan dengan bidang keil­muan yang diambilnya.

Skripsi merupakan persyaratan untuk mendapatkan status sarjana (S1) di setiap Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun Per­guruan Tinggi Swasta (PTS) yang ada di Indonesia. Istilah skripsi se­bagai tugas akhir sarjana hanya di­gunakan di Indonesia. Ketentuan yang berlaku di Indonesia adalah skripsi untuk jenjang S1, tesis un­tuk jenjang S2, dan disertasi un­tuk jenjang S3. Penulis juga tidak setuju, jika skripsi tidak lagi men­jadi syarat lulus program sarjana, hal ini akan menimbulkan menu­runnya mutu lulusan sarjana. Lagi pula jenjang sarjana adalah cermi­nan intelektualitas seseorang, dan intelektualitas hanya bisa di dapat dari mata kuliah akhir yang dengan membuat skripsi.

BACA JUGA :  SAHUR OF THE ROAD RAWAN DENGAN TAWURAN PELAJAR

Kemampuan seseorang dalam menuangkan gagasan secara ter­tulis merupakan representasi dari kualitas intelektualitas seseorang, karena melalui tulisan atau karya tulis seseorang mewujudkan pikirannya. Dari tulisan memang akan kelihatan logika berpikir se­seorang. Dengan menulis, seorang belajar berpikir secara eksak dan padat. Ia harus tahu sistemati­kanya. Ia harus sadar akan fokus yang dibicarakannya, yaitu hal-hal yang penting atau yang ber­makna, tidak “muter-muter”. Ia harus dapat memilih kata-kata atau kalimat yang baik, pantas dan dapat dipahami oleh orang yang diproyeksikan akan membacanya. Jadi keberadaan skripsi lebih diutamakan bagi pengembangan intelektual dari mahasiswa terse­but (tips-tips menulis skripsi versi Wiryanto).

Di sekolah saya SMA PESAT Kota Bogor juga dibiasakan peser­ta didik untuk membuat karya ilmiah sederhana di tiap mata pe­lajaran sejak kelas 10. Dan di kelas 11 bahkan karya ilmiah ini dijadi­kan syarat kenaikan kelas dengan adanya program P2LM (Praktik Penelitian Pada Lingkungan Ma­syarakat). Praktik Penelitian Pada Lingkungan Masyarakat untuk ke­las XI ini merupakan salah satu ba­gian dari mata rantai pendidikan yang diprogramkan di SMA Pesat untuk menjadikan siswa-siswi SMA Pesat benar-benar peduli terhadap lingkungan sekitarnya, sekaligus menerapkan antara teori-teori yang mereka dapatkan disekolah dengan praktik nyata dilapangan. P2LM ini juga un­tuk menggali potensi siswa-siswi menerapkan disiplin ilmu yang mereka kuasai sesuai dengan program peminatan siswa-siswi SMA Pesat Bogor.

Sidang P2LM di SMA PESAT, layaknya sidang skripsi di pergu­ruan tinggi ini sudah berlangsung lima tahun yang lalu, diawal pelak­sanaannya kegiatan ini beregu dengan anggota empat peserta didik, kemudian tahun berikut­nya menjadi tiga peserta didik tiap regu dan tahun ini tinggal dua peserta didik tiap regu dan tahun depan sidang P2LM ini bersifat in­dividu.

Penulis menilai kegiatan si­dang P2LM ini sangat berman­faat bagi peserta didik, karena kegiatan ini melatih peserta didik SMA berpikir dan bertindak ilmi­ah serta siap nantinya memasuki dunia perguruan tinggi.

Inilah diantara komentar anak didik saya: Saya bersyukur, karena dengan P2LM ini saya bisa belajar bagaimana beratnya menjadi ma­hasiswa, Kegiatan ini merupakan awal saya lebih serius belajar dan semoga menjadi awal saya untuk maju, karena di sini dilatih untuk membuat karya ilmiah. Kegiatan ini bisa melatih kesabaran, men­tal dan menambah wawasan, serta ini sangat membantu saya waktu kuliah. Kegiatan P2LM sangat bermanfaat untuk menam­bah percaya diri waktu presentasi. Kegiatan P2LM membuat saya jadi lebih tenang berbicara di depan public. Saya merasa grogi sewaktu akan sidang, tetapi setelah masuk ruang sidang saya merasa tenang, karena saya menguasai materi, “ P2LM ini top banget deh, menam­bah wawasan baru bagi peserta didik dan memperoleh ilmu yang bermanfaat, serta melatih disiplin saya. Maka solusi dari masalah ini adalah:

BACA JUGA :  SAHUR OF THE ROAD RAWAN DENGAN TAWURAN PELAJAR

Pertama, tingkatkan mutu ket­rampilan SMK dan program di­ploma. Dengan membangun se­jumlah science and technopark di kawasan politeknik dan SMK-SMK dengan prasarana dan sa­rana dengan teknologi terkini, seperti yang terdapat pada pro­gram Nawacita dari Presiden Jokowi, semoga program ini segera terwujud. Dengan sema­kin bermutunya SMK dan pro­gram diploma, maka masyara­kat dan dunia industri semakin percaya pada lulusan SMK dan program diploma sebagai tena­ga kerja yang terampil. Dan ini akan menaikkan gengsi lulusan SMK dan program diploma.

Kedua, menghargai lulusan program diploma. Karena selama ini, banyak aturan yang meru­gikan program diploma, misal syarat sertifikasi guru minimal harus S-1 memang maksud pemerintah ini baik untuk meningkatkan mutu guru, tapi dampak dari regulasi ini, banyak guru yang nekat beli ijasah palsu S-1 demi mendapat sertifikasi. Saya setuju dengan aturan guru harus sarjana, tapi harusnya meski diploma juga dapat sertifikasi, cuma dapat­nya lebih kecil dari yang sar­jana, ini dinilai lebih adil dan menghindari maraknya ijasah bodong. Aturan yang merugi­kan program diploma juga ter­jadi sewaktu penerimaan CPNS, kebanyakan formasi lowongan CPNS adalah sarjana S-1.

Ketiga, tetap memberlakukan tu­gas akhir skripsi bagi program sarjana, sebagai syarat kelulu­san, karena kemampuan mem­buat skripsi adalah kemampuan akademis yang harus dimiliki oleh seorang sarjana. Bisa juga dengan merevisi regulasi skripsi seperti yang sudah dilakukan oleh IPB Bogor, tanpa harus mengurangi mutu dari skripsi.

Keempat, tumbuhkan budaya membaca dan menulis dikalangan anak SMA dan masyarakat Indonesia, misal kita budayakan kalau memberi hadiah ulang tahun pada anak kita dengan buku, atau kalau membeli oleh-oleh selain makanan kita juga membeli buku untuk oleh-oleh anak kita atau teman dan tetangga kita, sehingga terbentuk budaya senang membaca yang nanti pada akhirnya tercipta budaya menulis, memang bu­tuh waktu yang lama, tapi tidak ada kata terlambat untuk hal ini, sehingga kesulitan sewaktu membuat skripsi tidak terjadi. Jayalah Indonesiaku. (*)

============================================================
============================================================
============================================================