BOGOR, TODAY — Bos Sentul City Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng divonis lima tahun penjara, denda Rp 300 juta subsider kurungan tiga bulan. Vonis ini lebih rendah enam bulan dari vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Tipikor kepada mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin sebagai pihak yang menerima suap.
Vonis ini dijatuhkan oleh majelis Hakim Tipikor Jakarta, Senin (8/6/2015). “Kwee Cahyadi Kumala terÂbukti bersalah menyuap mantan Bupati Bogor RachÂmat Yasin, ujar Hakim Sugiyo Jumadi Akhiro.
Hukuman yang dijatuhkan kepada Cahyadi Kumala ini lebih ringan dariÂpada tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang menuntutnya pidana penjara selama enam tahun dan lima bulan penÂjara serta denda sebesar Rp Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan.
Terdapat dissenting opinion haÂkim terhadap putusan tersebut. Hakim Alexander Marwata menilai, Cahyadi tidak memenuhi Pasal 21 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 terkait merintangi penyidikan. Menurut dia, apa yang dilakukan Cahyadi terhadap anak buahnya dalam proses penyidikan tidak dapat dikualifikasikan merintangi penyidikan.
“Persidangan Yohan Yap berjalan lancar tanpa halangan dan rintangan, terbukti bersalah melakukan tipikor. Perbuatan-perbuatan yang dinilai merÂintangi sama sekali tidak menghalangi penyidikan, apalagi penuntutan sehingÂga tidak ada rintangan penuntutan dan persidangan,†kata Hakim Alexander.
Cahyadi terbukti mempengaruhi seÂjumlah anak buahnya untuk memberiÂkan keterangan tidak benar saat bersakÂsi bagi Yohan Yap, anak buah Cahyadi yang terlebih dahulu dijerat KPK. Para saksi diarahkan agar tidak menyebutÂkan keterlibatan Cahyadi.
Begitu Yohan ditangkap KPK pada 8 Mei 2014, Cahyadi langsung mengumÂpulkan anak buahnya dan membagikan sejumlah handphone kepada mereka untuk berkomunikasi agar tidak disÂadap KPK.
Kemudian, Cahyadi memerintahÂkan para anak buahnya, yaitu Teuteung Rosita, Rosselly Tjung, Dian Purwheny, dan Tina Sugiro untuk mengamankan dokumen terkait proses pengurusan rekomendasi tukar menukar kawasan hutan seluas 2.754,85 hektare atas nama PT Bukit Jonggol Asri yang diaÂjukan ke Bupati Bogor Rachmat Yasin. Cahyadi melakukan hal tersebut agar dokumen itu tidak disita penyidik KPK.
Cahyadi juga meminta Tantawi JauÂhari Nasution untuk menyuruh Jo Shien Ni menandatangani perjanjian pengikaÂtan jual beli tanah antara PT BPS dan PT Multihouse Indonesia sebesar Rp 4 miliar.
Hal tersebut, kata jaksa, bertujuan sebagai kamuflase suap terhadap RachÂmat agar seolah nampak seperti jual beli biasa.
Selain itu, Cahyadi juga terbukti menyuap Rachmat Yasin sebesar Rp 5 miliar terkait rekomendasi tukar menuÂkar kawasan hutan di Bogor. Cahyadi menyuap Rachmat agar permohonan rekomendasi tersebut segera dikabulÂkan.
Kemudian, pada 30 Januari 2014, CaÂhyadi memerintahkan Yohan yang saat itu belum diciduk KPK untuk menyerahÂkan cek senilai Rp 5 miliar kepada RachÂmat Yasin.
Uang tersebut diserahkan secara bertahap kepada Rachmat. Baru pada 29 April 2014 Rachmat menerbitkan surat rekomendasi itu. Pada 30 SeptemÂber 2014 Cahyadi ditangkap tangan oleh KPK di Taman Budaya Sentul City KabuÂpaten Bogor.
Cahyadi dikenakan Pasal 21 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubaÂhan atas UU Nomor 31 tahun 1999.
Selain itu, Cahyadi juga dijerat Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebgaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1998 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
(Yuska Apitya Aji)