Saat musim kering, jumlah nyamuk biasanya mengalami peningkatan. Serangan berbagai penyakit pun datang mengintai. Gigitan kecil nyamuk, bisa jadi ancaman besar bagi kesehatan. Karena itu, kita patut waspada.
Oleh : RIFKY SETIADI
Email: [email protected]
Peneliti PerubaÂhan Iklim dan Kesehatan LingÂkungan dari Universitas InÂdonesia, Dr Budi Haryanto, SKM, MSPH, MSc, menÂgatakan bahwa memang secara umum, ada kaitan antara jumlah nyamuk dengan cuaca dan musim. Pada musim kemarau, jumlah nyamuk memang rata-rata lebih banyak dariÂpada biasanya. “Karena nyamuk kan bersarangnya di genangan air. Ketika musim kemarau, genangan air memang sedikit tapi ada, tidak terganggu, tidak mengalir jadinya membuat nyamuk bersarangnya lebih tenang, perkembangÂbiakannya pun lebih banÂyak,†tutur Budi
Penelitian mengungÂkap bahwa dengan suhu bumi yang makin panas karena perubahan iklim, maka banyak nyamuk yang akhirnya mengalami peÂrubahan siklus hidup. Jika dulunya jentik membutuhÂkan waktu 12-14 hari untuk berubah menjadi nyamuk dewasa, sekarang hanya butuh waktu 9 hari aja. Hal ini membuat frekuensi makan nyamuk meningkat akibat bentuk tubuhnya yang mengecil. Itulah seÂbabnya, kita perlu mewasÂpaai penularan penyakit lewat nyamuk yang sering mewabah pada musim keÂmarau. Tentu saja, gangÂguan nyamuk juga tak hanÂya sekedar mengakibatkan istirahat kita menjadi tidak sehat dikala tidur. BerbÂagai penyakit akibat gigitan nyamuk dan iklim di musim kering perlu diwaspadai.
Nyamuk yang menÂgisap darah kita adalah nyamuk betina. Tujuannya bukan untuk makanan, tetapi untuk mendapatÂkan protein guna pembenÂtukan telur. Satu gigitan nyamuk bisa berarti maut. Pemberantasan nyamuk juga tidak mudah karena ia mudah berkembang biak. Mereka juga makin kebal pada insektisida yang biasa kita pakai dan cepat berÂpindah tempat.
Nyamuk terutama menÂjadi masalah perkotaan di negara-negara berkemÂbang yang tata kotanya kurang baik, serta banyak terdapat kawasan permuÂkiman kumuh. Namun demikian, nyamuk juga menjadi masalah global. Pada tahun 1960-an, peÂnyakit demam berdarah hanya ada di 9 negara. Kini, penyakit itu bisa ditemui di lebih dari 100 negara. Itu artinya, separuh penÂduduk bumi rentan menÂgalami penyakit ini. MenuÂrut WHO, dalam setahun sebanyak 1 miliar orang terÂinfeksi demam berdarah, dan satu juta orang meninÂggal akibat penyakit yang disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti ini.
Di Afrika, jenis nyamuk yang berbahaya adalah culex, penyebab penyaÂkit radang otak atau biasa disebut West nile virus. Ada pula penyakit demam kuning (yellow fever) yang hingga saat ini belum ada obatnya. Kasus demam kuning meningkat pesat sejak tahun 1980-an kareÂna penurunan kekebalan tubuh manusia, penggunÂdulan hutan, perubahan iklim, dan peningkatkan perpindahan manusia.
Di Indonesia, penyakit yang mengenai manusia melalui vektor nyamuk, selain demam berdarah adalah penyakit malaria dan cikungunya. PenyaÂkit malaria ditularkan oleh nyamuk anopheles, sedangkan cikungunya ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang juga menyebarkan penyakit demam berdarah. Gejala penyakit cikungunya ini termasuk demam mendaÂdak yang mencapai 39º Celsius, nyeri pada persenÂdian terutama sendi lutut, pergelangan, jari kaki dan tangan, serta tulang beÂlakang yang disertai ruam (kumpulan bintik-bintik keÂmerahan) pada kulit.
Tak hanya itu, kemaÂrau juga mengundang tuÂrunnya berbagai kondisi kesehatan tubuh, seperti dehirasi yang kadang tidak disadari. Kondisi kering dan lembap juga menjadi tempat ideal berkembangÂnya jamur. Sehingga, pada musim kemarau, banyak makanan yang cepat basi. Catatan kasus kesehatan memperlihatkan bahwa keÂbanyakan kasus keracunan terjadi pada musim kemaÂrau. Karena itu, perhatikan tempat penyimpan makanÂan. Air bersih pada musim kemarau biasanya berubah menjadi keruh dan kotor. Karena itu, pastikan meÂmasak atau menyaring air hingga benar-benar bersih sebelum digunakan atau dikonsumsi.(*)