Bagi sebagian orang Indonesia, khususnya umat muslim, Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran sangat idenÂtik dengan tradisi mudik, halal biÂhalal, suka cita, kue lebaran dan lainnya. Namun, apakah makna sebenarnya dari Hari Raya Idul Fitri bagi Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten, KH Ahmad Mukri Aji?
Baginya, Idul Fitri merupakÂan puncak pelaksanaan puasa seÂlama satu bulan penuh. MenurutÂnya, hari terbesar umat muslim ini, erat dengan tujuan dan arti dari puasa, yaitu meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT.
“Idul Fitri adalah sebagai tanda jika kita sebagai umat musÂlim telah kembali bersih setelah ‘dicuci’ dengan segala bentuk ibadah di bulan ramadan. Setelah ramadan, manusia harus bebas dari penyakit hati, berwawasan luas, tidak picik batin, dan bebas dari iri hati,†ujar Mukri Aji.
Ia melanjutkan, dari puasa selama 30 hari, seharusnya umat muslim bisa memetik pelajaran bagaimana cara untuk memperÂbaiki perilaku serta ibadah yang sebelumnya tidak lengkap diluar bulan ramadan.
“Momen Idul Fitri itu untuk merubah sifat yang sebelumny arogan menjadi peduli akan sesÂama dan ikhlas membantu orang lain dalam hal-hal positif,†ungÂkapnya.
Lebaran juga identik dengan segala sesusatu yang bersifat positif seperti menjalin silaturahÂmi sebagai sarana membersihkan diri dari segala dosa yang telah diperbuat antar sesama manusia dan kepada Allah SWT.
bertautan antar sesama makhluk. Silaturrahmi tidak hanÂya berbentuk pertemuan formal.
“Jadi ini bukan pertemuan secara formal. Saat lebaran, siÂlaturahmi sangat sederhana, bisa dengan menyambangi rumah ke rumah, saling mengenalkan dan mengikat kerabat dan saling duduk bercengkrama,†beberÂnya.
Selain itu, Idul Fitri merupakÂan hari raya dimana umat Islam kembali berbuka atau makan. Oleh karena itu, sunnah sebelum melaksanakan sholat Idul Fitri adalah makan atau minum meski hanya sedikit. Hal ini sebagai bentuk jika Hari Raya Idul Fitri 1 syawal itu waktunya berbuka dan haram untuk berpuasa.
(Guntur Eko Wicaksono)