Oleh: FEBRI HENDI AA
Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch
Oleh karena itu, jika ekonomi hanya diÂkuasai segelintir orang dan masih banyak rakyat miskin, gerakan ini belum berhasil menÂcapai tujuannya. Inilah sesungÂguhnya esensi dan tujuan akhir Gerakan Anti Korupsi (GAK). PerÂluasan indikator keberhasilan buÂkan berarti menambah pekerjaan GAK. Sebaliknya, hal ini justru akan memperkuat legitimasi serÂta meningkatkan dan memperÂluas pengaruh gerakan ini teruÂtama pada rakyat, terutama dari kalangan bawah.
Akar Korupsi
Indonesia telah melakukan berbagai upaya memerangi koÂrupsi. Lembaga penegak hukum, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan RI, dan KeÂpolisian RI, telah banyak meÂnyeret pelaku korupsi ke penjara. Bahkan, kerugian negara karena korupsi juga telah diselamatkan. Selain itu, berbagai kebijakan dan anggaran untuk pencegahan koÂrupsi juga telah digulirkan. Semua celah korupsi telah diupayakan ditutup seketat mungkin.
Namun, korupsi masih tetap saja terjadi di semua lini penyÂelenggaraan negara. Penindakan dan pencegahan korupsi seakan tiada artinya menyelamatkan negara dari praktik haram terseÂbut. Penindakan korupsi malah mendapatkan serangan balik berupa kriminalisasi pimpinan KPK dan pelemahan institusinya. Begitu juga pencegahan korupsi mengalami hal sama. Hampir semua kebijakan, program, sistem anti korupsi, dan reforÂmasi birokrasi di semua instansi seakan tak mampu mencegah koÂrupsi. Lalu, di mana akar masalah sehingga upaya tersebut belum menunjukkan dampak signifikan terhadap pengelolaan negara yang bersih, apalagi berdampak terhadap kesejahteraan rakyat?
Korupsi berakar pada politik penyelenggaraan negara yang tidak sehat. Institusi dan aparaÂtur negara dikuasai secara tak langsung oleh elite politik yang didukung birokrat dan kelompok bisnis. Korupsi dalam pengerÂtian lebih luas dijadikan sebagai metode untuk memperoleh, mempertahankan, dan memÂperluas pengaruh mereka dalam pengelolaan negara. Korupsi juga digunakan melayani akumulasi modal kelompok bisnis tertentu dibandingkan mendorong pemerÂataan ekonomi, apalagi mewujudÂkan kesejahteraan rakyat. Praktik serupa juga dilakukan oleh poliÂtisi, birokrat, dan pengusaha di tingkat lebih rendah ataupun di daerah. Oleh karena itu, wajar jika upaya pemberantasan korupsi tiÂdak mendapatkan tempat dalam pengelolaan negara. Sebaliknya, gerakan ini justru dilemahkan, bahkan jika perlu dimatikan agar tidak mengganggu, menghambat, dan mematikan upaya pemberanÂtasan korupsi tersebut.
Ada dua sasaran utama GAK mengatasi oligarki korup. PerÂtama adalah bagaimana mendoÂrong, mengawal, dan mengawasi pengelolaan sumber daya negara sehingga tidak diselewengkan melayani akumulasi modal keÂlompok bisnis daripada melayÂani kesejahteraan rakyat. Upaya membangun, mengawal, dan mengawasi kebijakan dan sistem anti korupsi pada aspek pencegaÂhan dan penindakan juga harus senantiasa dilakukan. TujuanÂnya, agar sistem ini tidak dibajak, dilemahkan, atau dimatikan oleh kelompok oligarki tersebut.
Kedua adalah menggantikan kelompok oligarki dan jaringan pendukungnya yang mengguÂnakan korupsi sebagai cara untuk memperoleh, mempertahankan, dan memperluas pengaruhnya dalam pengelolaan negara dan pemerintahan. Oligarki ini adalah kelompok yang terganggu oleh GAK dan terus-menerus mengÂgunakan sumber daya dan jaringannya untuk mendiskreditkan, melemahkan, dan mematikan gerakan anti korupsi. Oligarki koruptif harus dihambat dan waÂjib dimatikan aksesnya terhadap politik dan ekonomi negara. GAK harus mampu menggantinya dengan kelompok lain yang berÂsih dari korupsi.
Menggerakkan Rakyat
Dalam konteks inilah, GAK harus muncul dari kekuatan rakyat yang terorganisasi, luas, dan berkelanjutan dari seluruh rakyat Indonesia. Gerakan berÂbasis rakyat ini ditujukan untuk membangun, mengawasi, dan mengawal sistem anti korupsi dari upaya pelemahan dan meÂmatikan pemberantasan korupsi. Tak hanya itu, partisipasi terorÂganisasi juga ditujukan untuk mengganggu, menghambat, dan menghilangkan pengaruh oligarÂki korup melalui berbagai konÂtestasi elektoral, seperti pemilu, pilpres, dan pilkada. Elektoral adalah jembatan oligarki unÂtuk menguasai politik ekonomi negara sehingga harus diputus. Gerakan rakyat terorganisasi dan masif diharapkan juga mampu mendorong munculnya kekuaÂtan politik baru yang tak menyÂelewengkan sumber daya negara demi kepentingan kelompoknya.
Menggerakkan rakyat dalam sebuah gerakan terorganisasi, masif, dan berkelanjutan terÂkait isu anti korupsi memang tak semudah membalik telapak tangan. Akan tetapi, hal ini buÂkanlah sebuah kemustahilan unÂtuk diwujudkan. Terdapat tiga rangkaian tantangan yang harus diatasi dalam membangun gerÂakan rakyat terorganisasi, maÂsif, dan berkelanjutan. Pertama, bagaimana anti korupsi jadi keÂbutuhan bersama seluruh rakyat Indonesia. Korupsi menyebabÂkan birokrasi berperilaku buruk dan tidak profesional melayani rakyat. Korupsi menyebabkan hukum tajam bagi rakyat bawah dan tumpul bagi elite tertentu. Korupsi telah menyebabkan pendapatan rakyat menjadi tidak maksimal dan jatuh miskin. KoÂrupsi menyebabkan mereka kesuÂlitan menyekolahkan anaknya ke sekolah bermutu. Korupsi telah menyebabkan mereka kesakitan dan bahkan kematian karena tiÂdak mendapatkan pelayanan keÂsehatan. Jika hal ini telah menjadi pengetahuan dan kesadaran luas dari rakyat, kebutuhan bersama melawan seluruh praktik korupsi akan terwujud.
Kedua adalah bagaimana membangun identitas bersama sebagai korban korupsi. Identitas ini sangat penting untuk memÂbangun solidaritas dan soliditas sesama korban korupsi. Ketiga, bagaimana mengarahkan kebutuÂhan dan identitas bersama terseÂbut menjadi perjuangan bersama memberantas korupsi. MemberÂantas korupsi tidak dapat dilakuÂkan hanya oleh satu-dua individu atau bahkan lembaga anti korupsi. Perjuangan anti korupsi adalah perjuangan total seluruh rakyat dan para pendukung anti korupsi. Untuk mewujudkan hal tersebut, keberhasilan gerakan ini tidak saja diukur dari sisi penegakan hukum ataupun pencegahan korupsi, tetapi dibutuhkan indikator keberÂhasilan lebih luas. Pemberantasan korupsi harus diukur seberapa besar bersih pengelolaan sumber daya negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Jika GAK tidak memiliki visi sampai pada titik ini, sulit mengÂharapkan gerakan ini efektif memberantas korupsi. Semua upaya pemberantasan korupsi, akan selalu berhadapan dengan kekuatan politik bisnis atau oliÂgarki koruptif. Rakyat masif dan terorganisasi adalah resepnya, dan hal ini bisa terwujud jika GAK juga menyasar upaya peningkaÂtan kesejahteraan rakyat. (*)