22693_largeBANDUNG, Today – Mantan Duta Persib Bandung, Dede Yusuf, me­nyayangkan kekisruhan dalam sepakbola nasional yang tak kunjung usai hingga kini. Kondisi itu menu­rutnya membuat sepakbola nasional mengalami kemunduran.

“Saya prihatin karena akibatnya persepakbolaan kita ini menjadi mundur, setback lima tahun (ke be­lakang),” kata Dede di Gedung Sate, Kota Bandung.

Bagi Dede, kondisi saat ini jelas membuatnya merasa sakit. Sebab ia jadi salah satu aktor protagonis Persib Bandung agar menjadi klub profesion­al yang terlepas dari pendanaan APBD.

Saat itu, ada sejumlah nama yang ikut memperjuangkan Persib hingga menjadi klub profesional. Mereka di antaranya mantan Wali Kota Band­ung Dada Rosada dan Umuh Muchtar.

“Bayangkan ketika kami berjuang dahulu untuk membebaskan klub liga dari APBD, susahnya minta am­pun,” ungkap pria yang juga Ketua Komisi IX DPR RI.

Setelah Persib dan klub lain lepas dari pendanaan APBD, geliat sepak­bola nasional pun mulai memper­lihatkan tren positif. Tapi geliat itu tiba-tiba dipatahkan begitu saja oleh kekisruhan yang terjadi antara Men­pora dan PSSI.

Liga pun terhenti tanpa kejelasan. Nasib para pemain dan semua pihak di industri sepakbola baik langsung atau tidak langsung merasakan dam­pak negatifnya.

BACA JUGA :  Kang Jaya Cup Mini Soccer Turnamen, Cegah Maraknya Kenakalan Remaja

Pemain misalnya, mereka banyak yang jadi pengangguran karena se­lama ini hanya bisa mencari nafkah dari sepakbola.

“Begitu sekarang sudah berjalan, kemudian ada kebijakan dari Men­pora yang menyebabkan terken­dala. Kita sudah melihat bagaimana akirnya pemain-pemain sudah tidak punya media dan sarana lagi untuk bertanding. Ada yang jadi penarik odong-odong dan macam-macam. Menurut saya ini sangat memprihat­inkan,” tegasnya.

Di luar itu, banyak orang yang kehilangan pendapatannya. Penjual seragam klub pun banyak yang rugi, bahkan bangkrut akibat terhentinya kompetisi. Klub pun sangat dirugi­kan dengan kebijakan Menpora.

“Artinya upaya-upaya yang dilaku­kan oleh liga (dan semua pihak ter­kait) dalam menghidupi diri sendiri ini enggak dianggap,” sindir Dede.

Padahal yang paling susah itu adalah memenuhi kewajiban un­dang-undang yaitu memenuhi kebu­tuhannya tanpa APBD di dalamnya. Itu yang paling susah sebenarnya.

“Kalau masalah pertandingan, ini kan masalah teknis ya. Tapi siapa yang mau menghidupi (klub)? Seka­rang dengan tidak adanya pertand­ingan begini, sponsor out semua,” tandasnya.

BACA JUGA :  Bogor Football School, Wadah Anak-anak Kembangkan Sepak Bola

Lebih lanjut ia mengatakan setuju jika Menpora Imam Nahrawi direshuf­fle oleh Presiden Joko Widodo. Penco­potan jabatan Imam dipandang layak mengingat kinerja Imam selama ini.

“Saya termasuk yang mengusul­kan. Jika terjadi reshuffle, ya Menpora menurut saya (direshuffle),” kata Dede.

Bukan tanpa alasan ia mengu­sulkan pencopotan Imam. Kondisi sepakbola nasional yang kini mati suri jadi salah satu alasan utamanya.

Berkat kebijakan Menpora, sepak­bola nasional yang justru mulai bergeliat kembali justru ‘dipaksa’ mati. Liga pun terhenti. Pemain, pelatih, serta banyak orang dirugi­kan akibat kebijakannya.

Ia pun menyebut sebuah kebi­jakan atau aturan tidak bisa dilaku­kan sepenuhnya dengan mutlak. Ada pengecualian di dalamnya.

Pemaksaan kehendak yang dilaku­kan Menpora terhadap sepakbola tidak seharusnya dilakukan karena dampaknya sangat luar biasa.

“Tidak bisa semuanya murni harus by the book, by aturan,” tegas Dede.

Selain sepakbola, Pramuka jadi salah satu organanisasi yang terkena kebijakan Menpora yang tidak men­guntungkan.

Di luar itu, banyak penilaian yang jadi alasan ia mengusulkan pencopo­tan Imam. “Pramuka salah satunya kena imbas juga (kebijakan Menpo­ra),” cetusnya.

(Imam/net)

============================================================
============================================================
============================================================