foto-b3-1024x894Kabupaten Bogor sebetulnya memiliki ratusan ribu UKM (Usaha Kecil Menengah). Menurut Kepala Bappeda Kabupaten Bogor Dr Ir Syarifah Sofiah, sedikitnya ada 600.000 UKM dengan berbagai jenis dan tingkatannya. Sayangnya, para pelaku UKM ini tak tersentuh dengan baik oleh Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi.

Oleh : RIshad Noviansyah
[email protected]

Dampak dari kurang pedulinya Dinas Perindustrian Perdagana­gan dan Koperasi, banyak pelaku UKM yang jalan seadanya. Pada­hal, potensi UKM di Kabupaten Bogor sangat luar biasa.

Di Desa Pasir Eurih Kecamatan Taman Sari, misalnya, ada sebuah sentra kerajinan sandal dan sepatu. Di sini, hampir sebagian besar warganya menekuni usaha pembuatan sandal dan sepatu.

Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah di Provinsi Jawa Barat yang cukup ban­yak memiliki industri rumahan. Salah satunya adalah kerajinan sandal dan sepatu ini.

Di Desa Pasir Eurih ini, hampir sebagian warganya menjadi perajin sandal dan sepatu se­jak puluhan tahun lalu. Mereka memanfaatkan tempat tinggal mereka sebagai tempat produksi.

Dari stasiun kereta api Bogor, jarak tem­puh menuju desa ini hanya sekitar 25 menit. Setelah tiba di desa Pasir Eurih, kita sudah bisa melihat suasana sebuah sentra kerajinan sandal dan sepatu.

Sejumlah aktivitas produksi yang dilaku­kan para perajin sudah terekam jelas dari luar rumah. Mereka memanfaatkan pekarangan depan rumah untuk proses produksi sandal dan sepatu.

Salah satu perajin di desa ini adalah Ujang Itang. Pria berusia 47 tahun ini sudah meneku­ni usaha kerajinan alas kaki wanita sejak 1990.

Saat wartawan nyambangi tempat ini, Itang menempelkan logo sandal di ruang ta­munya berukuran 5 meter x 7 m. Sebagian be­sar aktivitas produksi sandal dilakukan Itang di sebelah kiri rumahnya.

Tempat produksinya terbilang sederhana. Untuk melindungi dari panas terik matahari dan dinginnya udara malam, Itang menutupi tempat produksi usahanya dari terpal plas­tik. Di ruang produksi itu, ada dua pria yang membantu Itang dalam menjahit, membuat pola dan memasang fiber pada sandal.

Sementara ruang keluarga dimanfaatkan ayah delapan orang anak ini untuk menyim­pan sandal yang sudah siap diangkut oleh pemesan, atau yang biasa disebut perajin dengan istilah “bos”.

Bersama dua karyawannya itu, Itang mam­pu memproduksi 25 kodi sandal per pekan. Satu kodi berisi 20 pasang sandal. “Dalam sebulan bisa menghasilkan 100 kodi sandal,” kata Itang.

Itang membanderol sandal hasil produk­sinya Rp 400.000-Rp 500.000 per kodi. Jika sandal hasil produksinya bisa terjual habis, Itang bisa meraup omzet Rp 40 juta hingga Rp 50 juta per bulan.

Perajin sandal lainnya di Desa Pasir Eurih adalah Abdul Rahmat. Pria berusia 55 tahun ini sudah menekuni usaha pembuatan san­dal sejak 1976. Abdul juga memanfaat­kan rumahnya untuk produksi sandal.

Tapi, karena hanya diban­tu sang istri, Abdul tidak merancang pola, menjahit dan membuat tali san­dal. Ia hanya dapat order dari untuk mengelem fi­ber, memasang karet sol dengan tali, dan finish­ing berupa pembersihan dan membungkus sandal dalam plastik.

Untuk pekerjaan itu, ia dapat upah Rp 10.000 per kodi. Dalam sehari, Abdul mengaku bisa menghasilkan 5 kodi sepatu. Jadi, dalam sehari, Abdul menerima upah Rp 50.000. Karena itu, omzet usahanya hanya sekitar Rp 1,5 juta per bulan.

(sumber Kontan)

============================================================
============================================================
============================================================