BOGOR TODAY – Anggaran PendapaÂtan dan Belanja Daerah (APBD) 2016 Kota Bogor telah diketok di angka Rp 2,3 triliun. Empat proyek besar yang sebelumnya menyedot pagu diputusÂkan dicoret.
Proyek-proyek tersebut yakni pembangunan jalan Regional Ring Road (R3) seksi III, jalan Bogor Inner Ring Road (BIRR), Stoplet (stasiun kecil) Sukaresmi dan pembangunan pedestrian (trotoar yang diperuntukÂkan bagi pejalan kaki, di Kota Bogor.
Anggota Badan Anggaran DPRD Kota Bogor Teguh Rihananto, menÂgatakan, beberapa program memang mengalami pemangkasan bahkan penghapusan, hal ini terjadi saat pembahasan anggaran antara PemÂkot Bogor dan DPRD Kota Bogor dikeÂjar waktu. Ia menegaskan, semua dilakukan supaya pengesahan APBD tidak molor dan akan terkena sanksi dari Kementrian Dalam Negeri (KeÂmendagri). “Ada beberapa program yang kita pangkas anggarannya. NaÂmun untuk R3, BIRR, Stoplet (stasiun kecil) Sukaresmi dan pedestrian angÂgarannya dihapuskan. Pemotongan anggaran yang dilakukan dalam pembangunan infrastruktur di Dinas Bina Marga itu hampir 20 persen lebÂih,†jelasnya.
Teguh kembali membeberkan, selain Dinas Bina Marga, ada dua Dinas lainnya yang terkena pemangÂkasan program. Seperti, Dinas KeÂbersihan dan Pertamanan (DKP) dan Dinas Pengawasan Bangunan dan Pemukiman (Diswasbangkim). “DKP terkena pemanggkasan terkait denÂgan tenaga kebersihan, dan efisienÂsinya sampai 5,4 persen. Sedangkan di Dinas Wasbangkim ada beberapa pembangunan yang dipangkas, naÂmun saya lupa detailnya,†ungkapÂnya.
Menurut Teguh, untuk menutup defisit anggaran ini, dengan cara meÂmangkas dan menghapus program memang tidak dibenarkan. Karena masih ada opsi lain dengan meminÂjam kepada kas daerah. Ia menegasÂkan, namun hal ini tetap dilakukan lantaran Pemkot Bogor tidak mau melakukan peminjaman ke kas daeÂrah, jadi tidak ada pilihan lain. Dan pada akhirnya pemangkasan dan penghapusan anggaran itu berdamÂpak kepada pengembangan ekoÂnomi kemasyarakatan. “Jika pinÂjam ke kas daerah sangat beresiko. Akhirnya pemerintah lebih selektif dalam merasionalisasikan program-programnya. Mulai dari Rencana Program Jangka Menengah Daerah (RPJMD), program skala prioritas, atau program rencana strategis (RenÂstra) setiap dinas,†bebernya. “PemÂkot Bogor juga harus memahami jika mengadalkan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) sudah tidak bisa. Karena sudah ada judulnya,†tambahnya.
Politikus PKS itu, juga menjelasÂkan, Pemkot Bogor juga harus meÂmangkas belanja tidak langsungÂnya, seperti belanja Bantuan Sosial (Bansos). Sebelumnya belanja BanÂsos mencapai Rp 31 miliar, untuk sekarang kini menjadi Rp 29 miliar. “Untuk penerima bansos harus berÂbadan hukum. Saat ini, hanya beberÂapa saja yang menerima bansos yang berbadan hukum. Maka lebih baik diÂpangkas, karena biaya bansos terlalu besar,†terangnya.
Sementara itu, Ketua Lembaga Analisis Ekonomi Politik dan KebiÂjakan Publik, Abdurahman Saleh, mengatakan, jika anggaran program berkelanjutan dihapuskan dan diÂduga memang banyak menuai maÂsalah. Seperti proyek R3 seksi III, BIRR dan pedestrian yang diduga pengerjaannya tidak tepat waktu dan proyek Stasiun Kecil Sukaresmi yang pembangunannya diduga ditinggal pemborong. “Maka Kejari Bogor haÂrus menyelidiki proyek yang diduga bermasalah itu. Kalau ada indikasi korupsi, tangkap pengusahanya,†bebernya.
Saleh juga menjelaskan, banÂyaknya program lanjutan dan progaÂram skala prioritas yang dipangkas oleh Pemkot Bogor dan DPRD Kota Bogor, akan berdampak kepada pertumbuhan ekomoni masyarakat. Ia menambahkan, ini terjadi lantaÂran perkembangan pembangunan merupakan indikator pertumbahan ekonomi daerah. “Program yang dicanangkan oleh pemerintah itu semuanya untuk masyarakat. GiÂmana ekonomi masyarakatnya mau berkembang jika banyak program prioritas dihapus dan dipangkas,†akunya.
“Seharusnya Pemkot Bogor mempertimbangkan kembali kepuÂtusannya, sebelum melakukan pengesahan APBD. Jangan sampai masyarakat menjadi korban dari keÂbijakan pemerintah. Jangan karena hanya mengejar target untuk cepat selesai, namun mengorbankan maÂsyarakat,†tuntasnya.
(Rizky Dewantara/ inten/nadya)