Oleh: DR ZAMIR ALVI
Koordinator Pusat LPP KKB (Lembaga Pemuda Penggerak Kependudukan dan Keluarga Berencana) DPP KNPI.

Allah juga mengaba­dikan kisah pemuda dalam Al Quran me­lalui kisah ashabul kaffi, dan Nabi Mu­hammad SAW juga menjadikan pemuda-pemuda berbakat pada saat itu sebagai leader dalam per­juangan Islam seperti Alira, Zaid bin Zsabith,dan lain-lain.

Indonesia pun demikian, ada pergerakan Budi Utomo yang merupakan tokoh muda pada za­mannya hingga puncaknya lahir peristiwa Sumpah Pemuda tahun 1928 sebagai wujud perjuangan pemuda dan juga pergerakan pemuda dalam peristiwa Rengas Dengklok dalam membuat persia­pan kemerdekaan RI tahun 1945.

Dan, sekarang melalui FGD pada kegiatan launching ‘Saha­bat Pemuda’ di Pontianak, Kali­mantan Barat, kerja sama antara Badan Kependudukan dan Kelu­arga Berencana Nasional (BKKBN) dan Komite Nasional Pemuda In­donesia (KNPI) maka kita dapat merefleksi dengan melihat seja­rah ke belakang. Yang jelas, saat ini pun dan di masa-masa men­datang, peran pemuda juga san­gat penting bagi nasib perjalanan bangsa Indonesia ke depan.

Salah satu tantangan besar yang harus dihadapi pemuda In­donesia adalah bonus demografi (demographic dividend) yang se­dang berjalan di Indonesia dan akan mencapai puncaknya tahun 2020-2030.

Dalam buku berjudul Indo­nesia Economic Outlook 2010 (2009), bonus demografi diarti­kan sebagai suatu peningkatalan laju pertumbuhan ekonomi yang disebabkan peningkatan persen­tase penduduk usia kerja. Dengan kata lain, penduduk dengan umur produktif sangat besar, sementara usia lanjut belum banyak.

Sejak tahun 2012, Indone­sia menikmati bonus demografi, yaitu kondisi saat rasio jumlah penduduk usia produktif yang menanggung penduduk usia tidak produktif di bawah angka 50. Titik terendah rasio ketergantungan ini diperkirakan akan terjadi tahun 2028-2031. Di titik terendah itulah terdapat periode emas yang sering disebut sebagai the window of op­portunity. Setelah periode itu, rasio ketergantungan akan kembali naik. Diperkirakan bonus demografi be­rakhir tahun 2045. Jika meleset, berarti periode bonus demografi akan lebih singkat, hanya sampai tahun 2030-2040. Bonus ini hanya satu kali datang pada suatu bang­sa. Satu hal yang membuat masa bonus demografi meleset adalah tidak tercapainya target laju per­tumbuhan penduduk (LPP).

LPP Indonesia termasuk tinggi, yakni 1,49 persen, lebih tinggi dari LPP Asia yang 1,08 persen. Karena itu, ditargetkan LPP Indonesia turun menjadi 1,38 persen (2010- 2015), 1,19 persen (2015-2020), dan akhirnya 1 persen (2020-2025).

Selama masa bonus demografi, setiap negara memiliki peluang pembangunan lebih baik dengan meningkatnya angkatan kerja usia produktif. Terjadi peningkatan penawaran tenaga kerja yang diser­tai naiknya tabungan masyarakat. Keduanya menjadi sumber per­tumbuhan ekonomi. Bonus itu bisa diperoleh bukan tanpa prasyarat. Salah satunya, tenaga kerja berkual­itas yang menentukan tingkat produktivitas dan daya saing.

Di sisi lain, bonus demografi bisa menjadi tantangan dan anca­man. Dikatakan demikian, paling tidak karena dua faktor.

Pertama, pemerintah dituntut menyiapkan berbagai kebijakan yang arahnya adalah peningkatan sumber daya manusia (SDM) yang lebih handal sehingga mampu berdaya saing dan menciptakan lapangan kerja. Kualitas rendah secara umum, Indonesia belum bisa mengoptimalkan potensi bo­nus demografi. Meski penawaran tenaga kerja besar, kualitasnya masih rendah. Rata-rata lamanya sekolah penduduk usia dewasa (25 tahun ke atas) berdasarkan Suse­nas 2014 baru mencapai 7,9 tahun, setara kelas II SMP. Akibatnya, sekitar 64 persen angkatan kerja berpendidikan SMP ke bawah. Hanya 6,78 persen berpendidikan sarjana atau lebih tinggi.

Kedua, dan ini jauh lebih pent­ing dari kedua alasan sebelumnya, pemerintah dituntut memperkuat sisi karakter generasi bangsa, pemahaman atas sejarah bang­sanya minimal dengan memberi­kan kesempatan yang sama untuk dapat berpendidikan yang lebih tinggi kepada setiap anak bangsa. Jika kedua faktor tersebut tidak dilakukan, bonus demografi akan menjadi beban pembangunan.

Negara akan gagal mendapat­kan pemimpin yang mengerti na­sib bangsanya dan bangsa ini han­ya akan terjebak menjadi negara konsumen terbesar di dunia dan negara kelas pekerja.

Negara-negara maju di Asia seperti Singapura, Korsel, Hong Kong, dan Jepang telah meman­faatkan peluang bonus demografi dengan penguatan dan pembangu­nan karakter (character building), bukan hanya lewat penyediaan lapangan kerja. Ingat, bonus de­mografi adalah membludaknya an­gka usia produktif, bukan karakter produktif. Artinya, usia produktif belum tentu diiringi dengan ke­mampuan karakter produktif.

Atas dasar itu, penguatan sisi karakter anak bangsa adalah se­buah keniscayaan. Lalu, hal apa sajakah yang perlu dipupuk pemu­da Indonesia untuk menguatkan karaktrer? Menurut hemat saya, di sinilah para pemuda Indonesia dituntut meneguhkan idealisme, patriotisme, dan spirit of nation. Tidak hanya itu, penguatan pema­haman tentang sejarah bangsa, budaya lokal, juga sangat penting dilakukan para pemuda saat ini.

Karena untuk memanfaatkan bonus demografi agar dapat mem­bawa kehidupan berbangsa ke arah yang lebih adil dan sejahtera tidak mungkin kita serahkan sepenuhnya kepada pemerintah dengan ber­bagai kebijakannya. Hal ini butuh peran dan kepeloporan semua ele­men bangsa ini, terlebih pemuda.

Dalam ajaran Islam seb­agaimana dicontohkan Nabi Mu­hammad SAW, ibda’ binafsih (mu­lailah dengan diri sendiri). Dengan cara itu, pragmatisme dan hedo­nisme pemuda bisa dihilangkan, perilaku menyimpang di kalangan pemuda seperti penyalahgunaan narkoba, pornoaksi, pornografi, juga bisa dicegah. Dan, bonus de­mografi bisa kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya. ***

sumber: suarakarya.id

======================================
======================================
======================================