JAKARTA, TODAY — Kantor Staf Presiden (KSP) menyatakan kebijakan soal harga Bahan Bakar Minyak (BBM), gas, dan listrik menjadi kebijakan yang sangat terbuka disesuaikan dengan keadaan BUMN yang menjalankan maupun dengan harga pasar.
“Terus menerus Presiden membahas soal harga ini bersama PLN, PGN, Pertagas dan SKK Migas. Jadi harga ini bukan harga mati, ini bukan kebijakan kaku tetapi bisa menyesuaiÂkan kondisi harga dunia,†kata Kepala KSP Teten Masduki di Bina Graha Jakarta Pusat, Minggu (13/12/2015). Menurutnya, setiap hari RI impor BBM senilai USD 100 juta. Nilainya ini sudah jauh berkurang sampai setengah dari sebelumnya USD 200 juta. “Ini mengurangi beban account terhadap mata uang dolÂlar AS. Lalu kita pikirkan gas alam cukup banyak dan murah bisa menggantikan BBM impor untuk konÂsumsi rumah tangga, transportasi dan power plant industri,†katanya.
Sementara untuk gasifikasi sekarang ini masih tahap pembahasan. Butuh waktu sampai 3 tahun unÂtuk mewujudkan gasifikasi. “Kami tidak mengambil kerja kementerian lain, tetapi bisa mengusulkan unÂtuk mengundang kementerian terkait berdiskusi soal konversi dari BBM ke gas,†jelasnya.
Khusus untuk gas, kata Teten, update dari KeÂmenterian ESDM dan Kemenkeu yang dikoordinasiÂkan oleh Kemenko Perekonomian, sedang mengkaji dari sisi pemerintah untuk bisa memberi optimasi harga paling baik yang bisa diserap industri untuk mendukung industri dalam negeri. “Aturan tentang itu ditargetkan selesai tahun ini. Pertama dari tata kelola apakah ada inefisiensi dan kedua ruang fiskal yang bisa dioptimalkan memberi insentif sehingga harga gas downstream lebih terjangkau,†ujarnya.
(Yuska Apitya/dtkf)