BOGOR TODAY – Beberapa waktu lalu, Kota Bogor mendapat predikat kota yang paling intoleran dalam kehidupan beragama. Tentu preÂdikat ini sangat mengejutÂkan warga Kota Hujan ini. Cap tersebut dianggap hanÂya sebuah propaganda dari kelompok kepentingan terÂtentu yang sama sekali tidak memahami sejarah kerukuÂnan umat di Bogor.
Faktanya, di Kota Bogor justeru tidak pernah mengenal konflik horizontal yang bersumÂber dari SARA (suku, agama, ras dan antar golongan). Sejak negara ini merdeka, di Kota BoÂgor tak pernah terjadi sekali pun kerusuhan berbau SARA.
Keberadaan Gereja Katolik, Gereja Protestan, Vihara, KlenÂteng, dan Masjid yang sudah ratusan tahun berdampingan secara damai di Kota Bogor adalah bukti kerukunan dan terjalinnya persaudaraan sebÂagai warga Kota Bogor. Ketika terjadi kerusuhan berbau SARA pada bulan Mei 1998, Kota BoÂgor justeru menajadi temat palÂing aman. Kawasan SuryakenÂcana sebagai daerah pecinan, tetap damai dan aman, tak ada sedikit pun yang menyentuh, apalagi melukai warga ketuÂrunan Tiongoa. Justeru orang-orang dari luar yang mencoba merusak kerukunan dan perÂsaudaraan orang Bogor.

Begitu juga ketika ada pihak yang memprovokasi umat IsÂlam dengan membuang kepala babi ke sebuah masjid—juga terjadi pada tahun 1998—umat Islam Kota Bogor yang meruÂpakan penduduk mayoritas, meresponsnya dengan sangat dewasa. Mereka percaya umat non-muslim Kota Bogor tidak mungkin melakukan perbuatan keji itu. Umat Islam Kota Bogor menganggap pemeluk agama lainnya sebagai saudara yang juga harus dijaga dan dilindungi.
Tradisi penyelenggaraan Cap Go Meh yang telah berlangsung lebih dari 100 (seratus) tahun dan tetap berlangsung sampai sekarang, telah menjadi tradisi bersama warga Kota Bogor. Ketika kesenian Barongsai diÂlarang tampil pada suatu masa pemerintahan, yang merasa keÂhilangan bukan hanya warga keÂturunan Tionghoa, tetapi warga Kota Bogor secara keseluruhan.
Fakta lain, dalam 2 (dua) taÂhun, jumlah Gereja Protestan di Kota Bogor bertambah dari 19 (sembilan belas) unit di tahun 2011 menjadi 64 (enam puluh emÂpat) unit pada tahun 2013. Dalam kurun waktu yang sama, jumlah Masjid hanya bertambah 9 (semÂbilan) unit. Bahkan ada di satu kawasan di Kecamatan Tanah SaÂreal, berdiri dua gereja besar, satu Pusat Lembaga Alkitab Indonesia, tak pernah satu pun umat Islam yang mempersoalkannya. WalauÂpun di kawasan ini tidak ada masÂjid yang representatif.
Terakhir, Pemerintah Kota Bogor memberikan izin kepada HKBP Paledang untuk melakuÂkan renovasi gereja karena keÂbutuhan untuk mengakomodasi jemaat yang semakin banyak.