GORENGAN, sebagian besar orang terutama mahasiswa tentu tidak asing lagi dengan jenis makanan yang satu ini. Teksturnya yang renyah di luar serta lembut di dalam (untuk beberapa jenis gorengan) sering menjadi penambah atau pelengkap makanan pokok yang kita konsumsi. Selain gorengan murah yang sering dikonsumsi, masih ada jenis gorengan “elite†yang juga pernah kita konsumsi.
Oleh: VITO ADRIAN
Mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Fried Chicken dan French Fries di restoran cepat saji meruÂpakan 2 jenis gorenÂgan elite yang cukup terkenal. Selain 2 jenis tersebut, masih banyak jenis-jenis “gorenÂgan†yang sesungguhnya dapat kita jumpai, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Semua bentuk dan jenis goreÂngan tersebut datang dari satu jenis proses yang sama : deep fat frying. Apa sesungguhnya deep fat frying itu? Bagaimana mutu produk yang diolah dengan deep fat frying? Bagaimana aplikasinya di industri? Bagaimana efeknya terhadap kesehatan tubuh manuÂsia? Semua akan dikupas di sini.
Deep fat frying is a cooking proÂcess, with which water-containing foodstuff is immersed into large amount of edible oil or fats at temÂperatures between 140 – 180oC -German Society for Fat Science-
Dari definisi tersebut, diketaÂhui bahwa deep fat frying meruÂpakan proses penggorengan di mana suatu bahan makanan yang umumnya mengandung air, diÂproses dalam minyak goreng paÂnas dalam jumlah yang besar. Hal ini akan membuat seluruh perÂmukaan bahan pangan terendam dalam minyak goreng.
Perpaduan antara pengguÂnaan minyak dalam jumlah besar dan suhu tinggi membuat air di permukaan bahan pangan denÂgan cepat tertarik ke luar dan berÂgabung dengan minyak, mengÂhasilkan suatu lapisan tipis yang kering yang disebut crust.
Sementara itu, suhu di dalam bahan pangan akan meningkat secara perlahan hingga mencapai suhu 100oC. Tujuan dari pengguÂnaan proses deep fat frying adalah (1) pemanasan bahan pangan; (2) pemasakan; (3) pengeringan.
Pada proses deep fat frying, terjadi pemanasan terhadap bahÂan pangan pada suhu yang tinggi. Pemanasan pada suhu tinggi akan memberikan efek destruksi panas yang mampu membunuh mikÂroba dan menginaktivasi enzim yang terdapat pada bahan pangan tersebut.
Selain itu, pemanasan dengan penggorengan juga dapat menuÂrunkan aktivitas air (Aw) pada bahan pangan, yang secara langÂsung juga memberikan efek terhaÂdap penurunan ketersediaan air dalam bahan pangan untuk diguÂnakan oleh mikroba perusak dan pembusuk. Imbasnya, umur simÂpan produk yang diproses oleh deep fat frying cenderung lebih panjang. Sifat khas dari produk yang diolah dengan deep fat fryÂing adalah terbentuknya flavor khas gorengan serta rasa yang lezÂat. Selain itu, tekstur produk deep fat frying yang umumnya renyah di luar dan lembut di dalam (unÂtuk produk tertentu) merupakan ciri khas yang sangat disukai oleh konsumen.
Di dalam industri, proses penggorengan dengan metode deep fat frying dapat berlangsung dengan sistem batch dan sistem kontinyu. Pada sistem batch, minÂyak goreng dan bahan pangan diÂtempatkan dalam wadah tertentu dalam kondisi diam, hanya menÂgalami agitasi atau pengadukan terbatas. Setelah proses penggÂorengan selesai, sejumlah baÂhan pangan yang digoreng harus segera diangkat.
Sementara itu, untuk proses penggorengan yang dilakukan seÂcara kontinyu, bahan pangan akan mengalami proses penggorengan dalam keadaan bergerak, yaitu sambal mengalami transportasi sepanjang jalur penggorengan melalui conveyor.
Selain sistem batch atau konÂtinyu yang diterapkan di indusÂtri, biasanya metode deep fat frying sering digabungkan denÂgan metode lain seperti metode vacuum. Penggabungan kedua metode ini membuat proses penggorengan dapat dilangsungÂkan pada suhu dan tekanan yang lebih rendah, sehingga beberapa komponen nutrisi dalam bahan pangan seperti vitamin tidak ruÂsak dan dapat dipertahankan di dalam produk.
Secara teknis, kandugan gizi di dalam produk hasil deep fat frying cenderung menurun dibandingkan bahan mentahnya. Hal ini umumnya disebabkan oleh suhu tinggi yang digunakan dalam proses penggorengan. BeÂberapa zat gizi yang tidak tahan panas akan segera mengalami kerusakan, contohnya adalah viÂtamin B1, vitamin C, vitamin A, vitamin E, dll.
Selain itu, beberapa kompoÂnen larut lemak juga dapat keluar dari bahan pangan saat proses penggorengan. Hal ini terjadi karena perpindahan massa yang terjadi tidak hanya dalam benÂtuk pengeluaran air dari bahan pangan, tetapi juga pemasukan minyak ke dalam bahan pangan yang kemudian membawa komÂponen larut minyak keluar bahan pangan.
Beberapa tahun terakhir menunjukkan salah satu isu keÂsehatan dari produk hasil deep fat frying ini, yaitu menyoal komÂponen akrilamida. Akrilamida merupakan monomer dari poÂliakrilamida. Senyawa ini menjadi fokus perhatian karena kemungÂkinan memiliki sifat genotoxic carcinogen, merusak syaraf, serta mengganggu fertilitas.
Komponen ini umumnya terÂbentuk dari bahan pangan berÂpati. Hasil penelitian menunjukÂkan bahwa bahan pangan berpati yang digoreng mengandung komÂponen akrilamida dengan kadar cukup tinggi (3500 ppb pada French Fries yang dimasak semÂpurna). Selain akrilamida, isu lain tentang produk gorengan adalah kemampuannya meningkatkan kadar kolesterol darah, yang berujung kepada penyakit seperti jantung koroner.
Pada dasarnya, produk hasil deep fat frying tidaklah seburuk yang diperkirakan. Rasa yang lezÂat dan tekstur yang disukai banyak orang menjadi modal utama bagi pemilik usaha makanan cepat saji untuk terus memasarkan produk hasil deep fat frying. Tentunya, diharapkan konsumsinya tidak berlebihan, karena kembali lagi, segala sesuatu yang dikonsumsi secara berlebihan dapat memÂberikan efek yang kurang baik bagi kesehatan.
Sumber :
German Society of fat Science. 2012. Optimum Deep Fat Frying.
Frankfurt (GER) : DGFÂ Muchtadi TR, Sugiyono. 2013. Prinsip Proses dan Teknologi Pangan. Bandung (ID) : Alfabeta