JAKARTA, TODAY — Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menegaskan, keberadaan layÂanan Grab Car dan Uber Taxi di Indonesia masih ilegal. Untuk mengatasi pro dan kontra transÂportasi berbasis daring itu, KeÂmenhub memberikan dua opsi yang dapat diambil dua peruÂsahaan yang menyediakan dua layanan tersebut.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perhubungan Darat Sugihardjo menjelaskan, dua opsi itu adalah menetapkan staÂtus Uber dan Grab menjadi operÂator angkutan atau aplikasi proÂvider. Ia juga menegaskan, dua layanan itu tidak sesuai dengan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. “Dengan memÂperhatikan pasal-pasal yang ada dalam undang-undang tersebut, maka sampai hari ini Uber Taxi dan Grab Car masih ilegal,” kata Sugihardjo.
Untuk menjadi operator angkutan, kata Sugihardjo, Uber dan Grab harus tunduk pada aturan yang tertera pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Jika terdaftar sebagai operator anÂgkutan, kendaraan-kendaraan yang dibawahi Uber dan Grab nantinya haÂrus terdaftar sebagai angkutan umum resmi. “Kalau jadi taksi, mereka harus menggunakan argo, atau bisa juga menÂjadi mobil rental. Namun yang pasti mereka semua harus terdaftar dan diuji KIR-nya,” kata Sugihardjo di kantor KeÂmenhub, Jakarta, Rabu (23/3/2016).
Sementara itu, jika Grab dan Uber bersikukuh untuk tetap menjadi aplikaÂsi penyedia layanan angkutan umum, kedua perusahaan itu harus bekerja sama dengan angkutan umum resmi. “Seperti layanan Grab Taxi, itu kan tiÂdak bermasalah sama sekali,” ujarnya.
Kementerian Perhubungan mengÂgelar rapat tertutup dengan perwakilan Uber, GrabCar, serta Dinas PerhubunÂgan dan Transportasi DKI Jakarta, keÂmarin siang. Rapat diadakan untuk menindaklanjuti aksi unjuk rasa ribuan sopir taksi yang terjadi sepanjang hari Selasa (22/3/2016).
Kementerian Perhubungan diwakili Sugihardjo yang sekaligus memimpin rapat. Sementara Dishubtrans DKI JaÂkarta diwakili langsung oleh DKI Andri Yansyah selaku kepala dinas. Uber InÂdonesia dan Grab masing-masing menÂgirimkan satu perwakilan untuk ikut dalam rapat. Komisaris Uber IndoneÂsia Donny Sutadi ada di daftar peserta rapat mewakili Uber, sedangkan yang mewakili Grab adalah Legal Manager Grab Indonesia Teddy Trianto.
Selain memanggil perwakilan pemerintah daerah dan perusahaan pengelola aplikasi, Kemenhub juga memanggil Organisasi Angkutan DaÂrat untuk ikut dalam rapat. Dua orang perwakilan Organda yang hadir adalah Ketua Umum DPP Organda Adrianto Djokosoetomo dan Sekretaris Jenderal DPP Organda Ateng Aryono.
Mengenai legalitas, PT Uber TechÂnology Indonesia menyatakan tidak akan mengurus izin usaha penyelenggÂara jasa transportasi karena hanya ingin beroperasi sebagai perusahaan penyeÂdia jasa aplikasi.
“Kami (Uber) tetap sebagai perusaÂhaan aplikasi. Kami bukan perusahaan transportasi, kami perusahaan aplikaÂsi,” tutur Donny Sutadi usai menghadiri konferensi pers di Kementerian PerÂhubungan (Kemenhub), Jakarta, Rabu (23/3/2016).
Donny mengungkapkan perusaÂhaan akan mematuhi arahan pemerÂintah terkait kewajiban mitra operator jasa transportasi Uber yang berbadan hukum koperasi. “Kami juga akan menÂgevaluasi lagi bisnis kami sampai saat ini dan memohon Kementerian PerhubunÂgan untuk memberitahu kami apa-apa yang harus kami lakukan,” ujarnya.
Selain itu, ia menyatakan bahwa perusahaan masih belum memiliki renÂcana untuk menggandeng mitra operaÂtor taksi seperti yang dilakukan Grab Indonesia melalui fitur GrabTaxi.
Disebut ilegal oleh Kemenhub, Donny enggan berkomentar banyak. Namun, dia menegaskan aplikasi Uber tetap akan beroperasi selama belum ada perintah pemblokiran oleh KemenÂterian Komunikasi dan Informatika. “Kami intinya ingin kerjasama cepat seÂlesai, semua aman, semua bekerja sepÂerti biasa tidak ada rasa takut, semua bisa menghasilkan uang untuk keluargÂanya masing-masing,” ujarnya.
Terpisah, Grab Indonesia meÂnyatakan hanya akan merekrut calon pengemudi GrabCar yang sudah menÂjadi anggota mitra perusahaan jasa transportasi. Hal itu dilakukan sesuai amanat Undang-undang Nomor 22 TaÂhun 2009 tentang Lalu Lintas dan AnÂgkutan Jalan.
“Berdasarkan UU Nomor 22 tahun 2009, penyedia jasa transportasi itu haÂrus berbadan hukum dan oleh karena itu tidak bisa individu. Untuk mengakoÂmodir individu, mitra kami mendirikan koperasi sehingga individu-individu ini menjadi anggota dan menyediakan jasa transportasi atas nama koperasi,” ujar Legal Manager Grab Indonesia Teddy Trianto Antono di Kantor Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Jakarta, Rabu (23/3/2016).
Teddy mengungkapkan, sebagai perusahaan aplikasi, Grab telah bermiÂtra dengan Koperasi Jasa Perkumpulan Pengusaha Rental Indonesia (PPRI). Akta pendirian badan hukum koperasi PPRI telah disetujui Kementerian KopÂerasi dan Usaha Kecil Menengah minÂggu lalu. “Kami berkomitmen juga agar segera mendorong mitra kami guna mendapatkan seluruh perizinan yang diperlukan untuk beroperasi sebagai angkutan,” ujarnya.
Disebutkan Teddy, beberapa izin yang harus diurus antara lain izin usaha angkutan dan izin usaha angkutan sewa operasional. Sebagai kendaraan angkuÂtan sewa, lanjutnya, armada GrabCar akan berpelat hitam. “Masalah tarif, karena angkutan sewa maka berdasarÂkan kesepakatan antara pengguna dan penyedia jasa,” ujarnya.
Selain itu, kendaraan sewa yang menjadi armada GrabCar juga harus melakukan uji kelayakan kendaraan (uji kir). Lebih lanjut, Teddy menyatakan aplikasi Grab tetap akan beroperasi selama tidak ada perintah pemblokiÂran dari Kementerian Komunikasi dan Informatika. “Kami melihat bahwa di sini ada kebutuhan masyarakat. Kedua, kami sangat memperhatikan kehidupan dari mitra kami yaitu si pengemudi. Ketiga, di sini ada concept baru yang diperkenalkan yaitu sharing economy, bahwa itu adalah konsep baru yang tiÂdak mungkin bisa terelakkan,” ujarnya.
Copot Menteri
Di sisi lain, sejumlah anggota Fraksi PDIP dari lintas komisi ikut memberiÂkan pandangan terkait persoalan transÂportasi berbasis aplikasi online. Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dituding sebagai sosok yang bertanggung jawab dalam masalah demo sopir angkutan yang berujung ricuh.
Kritikan diawali Adian Napitupulu yang menyebut Jonan tak konsisten dan tak bisa menciptakan keteduhan. “Peristiwa kemarin itu jadi rangkaian pernyataan Jonan yang tidak konsisten. Ini kan kegelisahan di masyarakat. KaÂlau dia tak bisa, harus dievaluasi, munÂdur saja dari menteri, karena tidak mampu menciptakan keteduhan,” ujar Adian dalam konferensi pers di ruang Fraksi PDIP, Nusantara I, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (23/3/2016).
Konferensi pers ini juga dihadiri oleh anggota Komisi VII DPR dari PDIP NazaaÂrudin Kiemas, anggota Komisi II DPR dari PDIP Diah Pitaloka, dan anggota Komisi V DPR dari PDIP Sadarestuwati.
Menurut Adian, masih banyak figur yang layak menggantikan Jonan sebagai Menhub. Terkait persoalan ini, ia meÂminta agar Jonan lebih tanggap melihat pilihan masyarakat akan transportasi aplikasi online. Bila ada usulan atau saÂran, maka sebaiknya Jonan membicaraÂkan di forum rapat kabinet. Bukan jusÂtru melempar pernyataan ke publik.
“Menteri harus bisa menciptakan keteduhan bukan kegaduhan. SebaiÂknya itu di selesaikan di rapat kabinet bukan di media massa. Jonan itu harus ada etika berkabinet. Saya rasa masih banyak putra bangsa yang bisa gantikan dia,” tutur anggota Komisi VII DPR itu.
(Yuska Apitya Aji)