KASUS kekerasan seksual akhir-akhir ini diberitakan cukup massif hampir di seluruh media masa baik cetak maupun elektronik. Yang mencengangkan, kasus kekerasan seksual yang dialami Yuyun yang diperkosa dan kemudian dibunuh oleh 14 orang remaja pelakunya di Kabupaten Rejanglebong Provinsi Bengkulu. Bahkan, di Kec. Cibungbulang Kabupaten Bogor, ditemukan BATITA (2,5 tahun) meninggal dunia di belakang rumah pelaku. Dan berdasarkan hasil otopsi, ditemukan cairan sperma pada celana dan kain. Pelaku yang berusia 25 tahun tersebut merupakan tetangga korban.
Oleh: Ahmad Agus Fitriawan
Guru MTs. Yamanka & SMK Avicenna Mandiri
Kec. Rancabungur Kab. Bogor
Pemberitaan yang masÂsif dari media tersebut membuka kesadaran kita bahwa anak-anak dalam posisi rentan mendapatkan tindakan kekerasan seksual khususnya perempuan. Yang parahnya pelakunya buÂkanlah orang asing semata/orang yang tidak dikenal, banyak kasus pelakunya adalah orang-orang terdekat. Dari berbagai kejadian tersebut perlu respon yang serius dari berbagai pihak.
Banyaknya kasus tersebut tentu tidak hanya diterima sebÂagai fakta sosial tapi juga perlu usÂaha untuk menjawab pertanyaan bagaimana kasus itu bisa muncul dan bagaimana mengatasinya.
Kalau kita lihat berbagai kasus pelakunya adalah orang-orang terÂdekat maka perlu upaya pencegaÂhan yang bersifat massif melalui kampanye dan sosialisasi perlindÂungan terhadap anak dari berbÂagai bentuk tindakan kekerasan dan diskriminatif.
Memaksimalkan kelompok-kelompok masyarakat untuk kamÂpanye dan sosialisasi pencegaÂhan kekerasan terhadap anak bisa menjadi langkah konkrit yang bisa dilakukan untuk mencegah agar berbagai macam kasus terhadap anak tidak terulang. Kelompok pengajian, PKK, posyandu, perteÂmuan RT dan RW, tim ronda kamÂpung dll merupakan salah satu wadah yang bisa dimaksimalkan.
Apalagi saat ini sudah ada unÂdang-undang desa, warga desa bisa membuat semacam upaya-upaya pencegahan kekerasan terhadap anak melalui peraturan desa. Upaya-upaya pencegahan kekerasan terhaÂdap anak bisa dilakukan secara sisteÂmatis dan terprogram. Partisipasi warga bisa menjadi lebih besar denÂgan adanya peraturan desa terseÂbut. Di kota-kota besar usaha-usaha pencegahan juga bisa dilakukan dengan sama-sama memaksimalkan peran organisasi, komunitas, dan instansi-instansi yang ada.
Di lingkungan rumah biasakan anak untuk hidup rapi dan sopan dalam berpakaian, terutama pada anak perempuan. Selanjutnya dengarkan apa yang diceritakan anak dalam membuka diri pada orang tua, kemudian jangan suka berceramah, karena anak tidak suka diceramahi, dan gunakan bahasa yang tepat. Selain itu, yang paling utama adalah gunakan pendekatan secara agama..
Di sekolah yang selama ini juga banyak ditemui berbagai kasus kekerasan terhadap anak perlu melakukan pengawasan yang diÂlakukan secara terus menerus. Perlu ada tindakan yang sistematis dan terprogram dari sekolah agar kasus kekerasan terhadap anak tidak kembali terjadi. Dinas penÂdidikan perlu turun tangan menÂdukung upaya-upaya pencegahan kekerasan terhadap anak khususÂnya yang terjadi di sekolahan atau dilakukan oleh pegawai maupun guru di sekolah tersebut. (*)
Bagi Halaman